chapter 3

86 36 0
                                        

Esok harinya, masih di kantin sekolah, saat istirahat pertama suasana kantin riuh rendah. Aku sengaja memilih duduk memencil, di sudut kantin. Aku membeli bakso sambil menikmati segelas es jeruk. Dengan lahap aku santap bakso itu hingga tiba tiba.
"Hai... ikutan makan ah lapar nih." Tiba tiba Anita sudah duduk di depanku saja.
"Aku lapar tau. Kamu ganggu aja Nit", kataku sambil mengunyah bakso.
"Kamu ngapain Nit ke sini? Pergi sana."ledek Aura
"Wow, ngusir ya," usik Anita.
"Gak kok, Cuma bercanda. Lagian sih kamu, Aku lagi makan diganggu sebel deh."
"Iya, maaf. Lagian kamu lucu makannya."


"Lucu kenapa? Kamu ngeledek terus."
"Iya kamu makannya kayak orang puasa lupa sahur. Lagi dendam kesumat ya?"
"Ih kamu bisa aja deh. Anita seperti ini yang aku kenal. Humoris."
Tiba tiba seseorang menjelang meja kami.
"Hai, aku boleh duduk sini?"
"Oh boleh kok, ini kan bangku kantin. Jadi siapa saja bisa duduk di sini."
Di jarak yang tidak dekat, kulihat Bagus yang sedang dikerumuni banyak cewek. Ih sebel deh, comel ku dalam hati.
"Hai...!" Sapa cowok itu menghalangi pandanganku. Dia adalah Budi. Anak kelas seangkatanku, yang pernah sekelas dengan aku di kelas 10. Budi anak IPS Dua sekelas dengan Bagus. Ingin rasanya kubertanya padanya tentang Bagus. Tapi hatiku tak mantap. Gentar dan kecut.
"Heii.....,dengar gak sih," lanjut Budi, menginsafi aku yang sedang tidak fokus pada kehadirannya.
"Eh, kenapa?"jawabku lirih. Tapi saat itu aku sedang tidak ingin bercakap-cakap dengannya. Otakku sudah berisi seluruh dengan permintaan kejelasan: siapakah sosok penggemar rahasiaku? Sebuah teka-teki besar buatku. Tapi, aku tidak akan menyerah untuk menemukannya. Dengan bantuan Anita atau usahaku sendiri: aku bisa mengetahui jati diri siapa pengagum rahasiaku
"Aku duluan ya Budi... Dah," aku bangun meninggalkan Budi dan Anita, kembali ke kelas.
"Dah Aura," balas Anita.
Budi melongo.
"Aura marah sama aku?" tanya Budi heran.
"Ngga, kayak ngga kenal Aura aja. Dia kadang memang suka aneh kan."
"Jangan-jangan Aura alien Nit," seloroh Budi. Budi dan Anita tertawa.
Aku tersenyum geli mencuri dengar obrolan mereka seraya melangkah terus. Kelas masih kosong. Aku duduk menyisih di samping pintu. Tiba tiba.
"Hei... Diam saja kamu Ra," kejut Anita menegakkan telinga. Diam-diam dia mengikuti aku dari belakang rupanya.
"Ah Anita kok bisa ke sini?"
"Bengong aja kenapa?"
"Nggak kepikiran aja."
"Kepikiran apa?"
"Aku masih kepikiran aja sama pengagum rahasiaku. Apa dia pemalu kali ya?"
"Iya kali, mungkin dia malu memberi tau kepadamu. Tapi menurut kamu, pengagum rahasiamu itu siapa?"
"Bagus... ss...se... moga sih."
"Hei... Memang Bagus pemalu? Jawabanmu sudah mematahkan teorimu sendiri kan? Kamu tuh Ra.. jangan terlalu halu gitu dong. Aku tahu kamu suka sama Bagus. Tapi, kamu jangan pikir itu dari Bagus ya." Tukas Anita serius tapi mimiknya tetap saja lucu.
"Kenapa emangnya? Mimpiku ketinggian ya untuk berpacaran denganya?"
"Iya, banget," kata Anita sambil tertawa.
"Ih... sebel deh," kataku dengan kesal.
"Tapi bener loh Ra... Kamu halu kalo gitu. Mimpimu ketinggian
untuk berpacaran dengan Bagus. Sudahlah anggap saja dia sahabat."
"Oh... Ok... kalo begitu... Jadi teman biasa aja ya?" balasku bersahaja.
"Nah gitu dong, Pede Ra... Ini yang aku tunggu dari kamu".kata Anita.
"Udah ya Nit, aku pengen ke taman."
"Mau ngapain?"
Aku pergi begitu saja tidak menghiraukan pertanyaan Anita. Di i taman, aku duduk di salah satu bangku taman sekolah. Sendirian, sambil memandangi ruang luas yang membentang di atas bumi.
"Hey, cewek... seneng banget lamunannya. Lagi lamunin aku ya?" ledek anita.
"Astagfirullah alazim... Anita aku kaget tau. Kamu ikutin aku lagi ya?" Begitulah Anita. Sahabatku yang satu ini suka sekali membuatku terperanjat.
"Iya hehehe... Soalnya aku kepo. Kamu mau ngapain ke taman. Aku ikuti saja teryata kamu melamun lagi. Ada apa sih?"
"Soalnya aku masih sebel. Lihat Bagus ngobrol sama cewe-cewe genit itu."
"Cieeeh... temanku ini lagi cemburu buta toh? Katanya mau jadi sahabatnya ... Eh iya Ra, by the way busway on the way far-far away, aku ada info penting nih."
Hah info apa ya? tanyaku membatin, penasaran.
"Tadi si Budi nanyain kamu loh"
"Nanya apa?"
"Dia nanya, kenapa akhir akhir ini kamu sering murung? By the way, kok dia perhatian banget ya sama kamu? Apa, jangan jangan...dia pengemar rahasiamu?"
"Ah masa? Jangan suudzon kamu Nit. Siapa tau kebetulan aja kali...."
Aku jadi terbayang pada sosok Budi. Apa sih aku ini? Strange girl. Alien katanya. Kalo dibanding Bagus, memang sih masih gantengan Bagus ke mana mana. Aku tidak meyakini kebenaran perkataan Anita.
"Ah aku gak percaya", kataku.
"Ya, sudah. Kalau tidak percaya tidak apa-apa. Tapi jangan kepedean ya kalo surat itu dari Bagus," godanya.
"Iya... iya."
Aku tafakur. Apa iya, itu dari Budi? Bisa saja dari orang lain? Boleh jadi pengurus sekolah, satpam sekolah atau mungkin anak yang iseng. Semua tak mustahil.
"Ra, kembali ke kelas yuk." ajak Anita.
"Ra, ayo!" Anita menganjurkan dengan sangat sambil mencolek colekku.
"Eh iya, iya."
"Kamu pikirin apa sih kok ngelamun lagi," tegurnya.
"Ah ngga, ngga kok. Ngga ada apa apa."jawabku.
"Mikirin soal yang aku bilang tadi, kan? Kalo surat itu dari Budi bukan dari Bagus?"
Kok Anita bisa tahu? Batinku tak sependapat dengan Anita. "Nggak, nggak kok. Aku tadi pikiran aja, gimana ya keadaan ibuku di kampung?" Dusta kecilku.
Oh iya aku lupa bilang kepada kalian bahwa aku orang kampung. SD dan SMP kujalani di kampung, di seberang laut. Kami: aku, ibuku dan ayahku menjalani hidup di sebuah kota kecil jauh dari Ibukota Jakarta. Tiga tahun yang lalu Ayahku mendapat pekerjaan di Ibukota. Ayahku pun pindah tugas di Jakarta. Lulus SMP aku menyusul Ayah di Jakarta untuk meneruskan SMA di sini. Sementara Ibuku tetap di daerah tempat kelahiranku. "Datuk dan nenek sudah tua, kasian ngga ada yang menemani," kata Ibu.
"Hm... begitu, aku kira apa." Kata Anita.
Aku terpaksa berbohong pada Anita. Sebenarnya aku mau bilang kalo aku memikirkan surat gelap itu. Tapi aku segan.
Aku terpaksa berbohong pada Anita. Sebenarnya aku mau bilang kalo aku memikirkan itu. Tapi aku segan.


Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang