Mungkin aku sudah mulai jatuh cinta pada Budi. Karena di setiap aku berpapasan dengannya jantungku langsung saja deg-degan. Meskipun aku masih menaruh hatiku pada Bagus dan aku belum bisa melupakan Bagus. Eh, tiba tiba saja sudah ada Bagus didepan mukaku.
"Hei Aura kamu lagi lamunin apa? lamunin aku ya?"
"Ih ge-er banget kamu Gus. Tumben kamu keluar kelas. Kamu mau kemana?"
"Mau ke perpustakaan nih. Kamu mau ikut?"
Deg... Jantungku berdengup sangat kencang. Rasanya aku ingin bilang ke dia kalo aku mau banget.
"Mm... gimana ya?" ucapku ragu
"Kalo kamu gak mau juga ngga papa kok."jawabnya.
"Hm... mm boleh deh Gus, kebetulan aku bingung mau ngapain."
"Biasanya kamu ke kelas Anita? Tumben."
"Bosen ah, mending aku jalan-jalan." Kataku.
"Oh... gitu. Ya udah, yuk pergi sekarang."
"Ok."
Wow, aku jalan berdua dengannya tanpa aku sadari aku memegang tangannya. Aku tak menginsafi keadaan hingga tiba tiba Budi lewat di depanku dan Bagus.
"Hai Ra... Gus... Mesra banget kalian sedang pacaran ya?" ujarnya tersenyum. Lamat-lamat kurasa api cemburu dan sedih dari sorot matanya. Seperti dia tau sesuatu yang aku tidak tau pasti. Apa iya dia Sang Secret Admirerku? Aku reflek melepaskan tanganku dari genggaman Bagus. "Maaf ya Gus..."
"Santai saja. Aku sudah sering kok begitu."
Aku kaget disaat dia bilang begitu. Berarti para cewe genit itu sering melakukan hal yang sama dengan yang barusan aku lakukan.
"Eh Di, sini. Mau gak ikut ke perpustakaan dengan kami."
"Tentu saja."jawabnya.
Begitulah percakapan singkat Bagus dengan Budi.
Tiba tiba aku berkata padanya
"Di, kamu tau tentang pemberi surat gelap ini?" tanyaku seperti menginterogasi seorang penjahat. Aneh dia tidak menjawab pertanyaanku dan terus melangkah.
Sampailah kami di perpustakaan.
Aku kembali ke sudut perpustakaan mengambil buku Sang Pemimpi dan membacanya di halaman yang pernah aku tandai tempo hari.
"Hm... maaf Ra menganggu kamu membaca, tadi kamu tanya apa?"
Aku pun menceritakan tentang surat gelapku dan kue itu kepada Budi dan anehnya raut mukanya langsung berubah seperti orang kebingungan.dan dia menjawab, "Maaf Ra aku gak tau."
"Oh o......o.....ok"
Ternyata dugaanku salah itu bukan dari Budi. Aku pun langsung melanjutkan bukuku. Begitupun Budi dan Bagus. Sampai bel istirahat berbunyi.
"Hm Gus aku duluan ya ...."
"Ok Ra sampai jumpa lagi." kata Bagus.
Aku ke kelas Anita untuk menceritakan semua kejadian yang terjadi padaku dan Bagus serta bagaimana anehnya tingkah Budi.
"Apa Ra? Kamu pegang tangan Bagus? Lanjutkan Ra... Pepet terus."
"Tapi apa kamu nggak merasa aneh Nit sama tingkah Budi?" tanya Retno.
"Iya sih dia aneh dia pernah bilang kepadaku kalo Aura itu "alien". Kayaknya dia perhatian banget sama kamu Aura."
Teman temanku terus berbicara tentang Budi.
"Nit... Ret... Aku duluan ya."
"Lo tumben Ra biasanya kamu ngobrol sama kita lama. Ada apa?"
Aku mau bilang ke Anita kalo aku gak nyaman jika mereka terus berbicara tentang Budi. Tapi tak mungkin aku bilang begtu dan akhirnya aku terpaksa bohong (lagi).
"Mm... mm... enggak aku mau masuk aja duluan takut telat lagi. Kamu tau kan abis ini pelajaran Bu Ningsih, aku gak mungkin telat lagi."
"Oh gitu ya udah deh hati hati ya." jawab Anita tak pasti.
Begitulah akhir pertemuan dengan Anita dan Retno hari ini. Pertemuan singkat dan padat ini membuatku semakin yakin itu bukan dari Budi maupun Bagus. Lantas siapa? Bagaimana dengan Bono yang kerap salah tingkah jika berhadapan denganku? Bagaimana pula dengan Pak Min yang selalu menatapku dengan pandangan aneh? Tapi pantaskah orang setua Pak Min menjadi Secret Admirer seorang gadis yang sebaya anak perempuannya?
