Ujian Nasional (UN) sudah selesai, Juga Ujian Sekolah sudah pula kami lewati. Tinggal menunggu hasilnya. Kami menanti dengan cemas, dengan hati tak tenteram.
" Kata Bu Ningsih ada bocoran nilai, aku mendapatkan nilai rata-rata 93 dari4 mata pelajaran." Kataku. "Nit, kamu dapat berapa?"
"Apa, nilai ujianku?" jawab Anita tak siap.
"Iya."
"Belum tau. Bu Nur belum kasih tau nih. Padahal aku kepo kalo kamu dapat 93, aku dapat berapah nich?" Anita jelous.
"Heheh, aku kan rajin anaknya. Aura gitu loh!" Kilahku.
"Iya deh, yang pinter," ledek Anita.
Itu adalah hari-hari terakhir kami bercanda. Dari kejauhan Ibu Nur memanggil Anita. Anita segera berlari menuju Ruang Guru menghampiri Ibu Nur. Tak berapa lama Anita kembali berlari menghampiri ku. Pipinya yang gembil Nampak cerah. Mulutnya tertawa lebar. Laura, Bagus, Budi dan Anissa ikut berbaris di sisi kanan dan kiriku. Penasaran dengan berita yang dibawa Anita. Berita Bahagia pasti.
"Aku dapat 99 Ra.. Retno.. Laura.. Gus.. Di.. Nis." Kepalanya mengangguk-angguk dan mata jelinya memandang kami satu per satu.
"Serius lo?" tanya Bagus.
"Iya, buktinya," sambil menunjukkan kertas hasil UN-nya. Di kelasnya dia peringkat pertama dari 36 orang. Sedangkan aku peringkat 5 dari 36 siswa. Karena, dikelasku banyak yang mendapat nilai 90.
"Selamat ya Nit. Kamu lulus dengan nilai terbaik."
"Kamu juga Ra. Top 5," katanya.
"Selamat ya kalian." kata teman-temanku menyalami berdua.
"Makasih ya." balas kami.
Untuk sementara aku terlupa pada Sevret Admirer-ku. Pikiranku fokus pada ujian . Pengagum Rahasia lepas dari ingatanku untuk sementara.
Budi tiba-tiba menghampiriku.
"Ra ikut aku yuk."
"Kemana?" tanyaku heran.
"Ayo deh, ikut aku."
Aku melihat pada Anita. Anita mengangguk tanda setuju. Aku dan Anita pun mengikuti Budi ke ruangan di belakang sekolah. Ruangan tempat biasa Pak Min beristirahat. Di situ sudah berkumpul Bagus, Pak Min dan Bono.
"Ada apa ini?" tanyaku heran.
"Budi mau buat pengakuan Ra." Kata Bagus.
"Iya, aku mau buat pengakuan. Pertama aku minta maaf jika aku suka ngatain kamu "alien". Kedua aku mau mengakui kalo yang telah mengirimi surat-surat gelap itu adalah aku."
Aku masih belum percaya dengan sungguh-sungguh. Aku melihat pada Pak Min. Ku tatap Pak Min apakah Pak Min menyaksikan sendiri supaya aku yakin. Memastikan ucapan Budi adalah benar.
"Ya... sebenarmya Bapak cuma bermaksud menolong aja, neng," Kilah Pak Min. "Bapaklah yang disuruh nak Budi menaruh surat buat neng Aura di meja dan loker, juga kue."
"Dan aku yang disuruh mematai sikap dan respon kamu terhadap surat-surat itu." Pengakuan Bono yang dari tadi terdiam.
Aku belum bisa menganggap benar atau nyata, mengakui benar atau nyata. Aku masih tidak tetap hati, ragu-ragu. Mimpikah semua ini?
"Untuk apa?" tanyaku lirih pada Budi.
"Karena aku suka sama kamu Ra." Ujar Budi. Tiba-tiba Budi bersimpuhdi hadapanku, menekuk sebelah lututnya, merendahkan badannya. Tangannya menjulur, di tangannya terdapat cokelat dengan kemasan berbentuk hati warna pink berbalut pita merah tua.
"Mau kah kamu jadi pacarku?"
Aku terdiam.Beberapa aku tidak bergerak dan tidak bersuara. Colekan Anita menyadarkanku dari lamunan sesaat.
"Kebiasaan deh, bengong." Bisik Anita.
Aku mengangguk.
"Hore!" semua serempak bertepuk tangan. Budi gembira menggamit tanganku.
Itu adalah hari yang indah. Hari terindah di masa akhir SMA.
