Chapter 15

41 33 0
                                        

Hari ini adalah hari libur. Hari dimana orang orang memiih untuk bermalas malasan. Saat aku sedang ingin mengambil buku, tiba tiba saja ada seseorang yang mengetuk pintuku.
"Kak, bukain pintu dong aku mau nanya nih..."
Ah Dinda menganggu waktu belajar saja ucapku dalam hati. "Iya dek, masuk aja. Kakak gak kunci kok pintunya."
Dinda pun masuk ke kamarku dan bertanya soal Matematika. Berhubung aku pintar dalam matematika, ini bukan hal pelik. Aku pun mengajarinya. "Jadi gini Din, kita cari dulu jari jari lingkarannya setelah itu baru kita cari luasnya. Gitu Din." kataku dengan gaya Professor yang menjelaskan sebuah penemuan baru.
"Oh gitu kak, makasih ya."
"Iya Din santai aja... Kakak siap bantu kalo kamu kesusahan. tanya saja pada kakak ok."
"Ok kak."
Aku sampai lupa kalo aku mau mengambil buku sosiologi. Aku pun meraih buku sosiologi yang ada di rak bukuku paling atas. Ah, terambil juga bukuku. Aku pun membaca materi perubahan sosial. Aku membaca buku dengan keheningan dan ketenangan. Tiba tiba Ayah memanggilku.
"Aura ayo makan siang dulu nanti makanannya keburu dingin."
"Ok Yah..." aku menutup buku sosiologiku dan turun ke bawah.
"Hari ini menunya apa Ayah," tanya Dinda.
"Ada ayam goreng dan tempe."
"Kok gak ada sayur yah?" tanyaku.
"Hari ini ayah tidak ke pasar jadi tidak belikan sayur untukmu nak."
Oh iya, Karena ibu sedang di kampung temani Nenek yang sedang sakit. Jadi semua urusan rumah tangga Ayah yang urus. Kalau ibu sedang tidak ada, maka Ayah yang pergi ke pasar dan memasak untuk kami.
"Ngga papa deh Yah, aku cuma nanya."
"Dikirain kamu mau sayur." ucap ayah bingung dengan pertanyaanku.
"Nggak Yah... Aku mau sih, tapi kalo nggak ada ngga papa deh. Aku gak tega liat ayah beli lagi."
"Ngga papa kalo kamu mau nak, Ayah belikan dulu sayurnya."
"Ngga usah Yah ngerepotin nanti."
Kami makan bersama. Nikmat masakan Ayah.
Tok,tok,tok... pintu depan rumahku diketuk seseorang. Ayah bergegas membukakan pintu. Ada ada saja yang bertamu ini.
"Permisi... Om ada Aura?" Suara Anita
"Ada tuh di meja makan. Sedang makan."sambil menunjukku. "Sudah makan? Mari makan sama-sama."
"Makasih, sudah tadi di rumah. Saya tunggu di sini aja." Anita duduk di ruang tamu. Ruang tamu dengan ruang makan cuma dibatasi dengan sekat kayu ukiran jati. Jadi aku dan Anita bisa saling memandang.
"Ada apa Nit?"
" Aura main yuk?"
"Apa sih Nit, tiba tiba datang ke rumahku ganggu aku makan saja deh." ucapku pura-pura kesal.
"Aura jangan marah di depan makanan tak baik. Hargai makananmu." Tegur Ayah.
"Hai kak Anita." kata Dinda ramah. "Kakak mau minum apa?"
"Air putih aja Din."
"Ok kak aku ambilin ya."
"Mm.. makasih ya Din."
"Iya kak santai aja. Anggap saja di rumah orang lain." Aku dan Anita tertawa melihat tingkah lincah adikku.
"Anita beneran ngga mau gabung sama kita. Kamu belum makan kan masakan om kan?"
"Oh om yang masak? Iya deh om kebetulan hehe." ucapnya dengan air liur yang menetes.
"Ah kamu mah Nit kalo makanan aja cepet." Ledekku.
"Yee dasar aku lapar tau."
"Ini kak airnya." Dinda datang.
"Makasih loh Din... sekali lagi."
"Ah gapapa kok kak, santai."
"Tujuan kamu apa Nit ke sini?"
"Sebenarnya tujuan aku ke sini mau nginep di rumah kamu Ra.. Boleh kan Om... Ra?" tanyanya.
" Oh, boleh kok. Mau belajar bareng ya?" tanya Ayah.
"Kok Om tau." kata Anita.
"Udah ketebak." Kataku.
Dan kamu pun menyantap makanan.selesai makan kamu berbincang bincang dengan Anita.
"Kamu mau belajar apa sih Nit sama aku kalo fisika maaf deh aku gak tau."
"Eu... um belajar matematika kok santai aja. Aku gak mungkin nyusahin sahabatku tentunya. Masa aku tega sama kamu."
"Ah kamu bisa aja aku jadi malu hehe."
Itulah yang kami bicarakan seharian bercanda dan tertawa bersama.

Secret AdmirerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang