🌼 21 🌼

1.1K 119 2
                                    

Hari masih gelap ketika Daisy melangkah keluar dari rumah budenya. Menikmati segarnya udara pagi ini berkat sisa hujan semalam. Dengan kaus lengan panjang dan celana training milik Irena yang dia pinjam, gadis itu berlari kecil menyusuri jalanan kompleks perumahan yang lengang. Tentu saja, masih terlalu pagi untuk beraktivitas di hari Sabtu.

Seulas senyum tipis menyembul di kedua sudut bibir ranum Daisy. Ingat kebiasannya dulu di awal program dietnya. Yang rutin lari pagi dan sore hari mengelilingi kompleks.

Ada rindu yang mengembang di hati Daisy. Bagaimanapun, tempat ini sudah menjadi saksi perjuangan dia bangkit dari keterpurukannya dulu. Saksi di mana Daisy yang baru, terlahir kembali.

Dulu Daisy sempat homeschooling selama satu tahun lebih sebelum memutuskan kembali ke bangku sekolahan. Sehingga dia punya banyak waktu merawat dirinya. Mengobati lukanya.

Menepi sejenak dari bingar dunia, efektif membuat Daisy memperoleh sedikit rasa percaya dirinya yang nyaris tidak ada. Dan yah ... ini lah dia.

Tiga puluh menit sudah Daisy berlari sendiri. Mengitari blok demi blok. Seraya memproyeksi kenangan saat masih tinggal di rumah budenya.

Mentari mulai beranjak naik meski masih malu-malu menampakkan diri. Daisy memutuskan istirahat sejenak di taman kompleks yang dulu sering dia kunjungi.

Namun, siluet seseorang yang baru berbelok di ujung blok sana, membuat lari Daisy melambat. Matanya menyipit melihat sisi kiri wajah orang itu. Lantas detik berikutnya, cengiran Daisy tersumir lebar.

Mengabaikan niatnya yang ingin bersantai di taman, gadis berkucir kuda itu justru membawa tungkainya mengikuti ke mana orang yang-dia-duga-sebagai Akas itu pergi.

Dari posisinya ini, Daisy bisa menikmati betapa lebar dan tegapnya punggung Akas. Punggung yang pelukable. Daisy menyeringai. Penasaran bagaimana rasanya bersandar di sana. Mungkin akan sangat nyaman. Hm ... kapan-kapan dia akan cari tahu sendiri rasanya.

Ketika jarak mereka semakin dekat, Daisy mengerahkan seluruh kemampuan berlarinya untuk menyamai cowok jangkung itu.

"Cowok." Bersiul mendekatkan wajah pada Akas. Daisy pun memainkan alis naik-turun. Sengaja menggoda Akas yang terperangah di sampingnya. "Sendirian aja nih. Mau ditemenin nggak?"

"Elo?" Akas jelas terlihat bingung, tetapi dia tidak menghentikan larinya. "Ngapain pagi-pagi udah di sini?"

"Kenapa? Kaget ya?" ujar Daisy masih dalam mode menggoda Akas. "Aku bilang juga apa, kita itu jodoh."

Merotasi bola mata, Akas mengabaikan gagasan gadis aneh itu dengan menambah kecepatan larinya. Dia tidak lagi terkejut seperti kemarin. Karena imunnya sudah tahan banting direcoki dengan kata-kata nyeleneh ala gadis narsis itu.

"Ih Akas jangan cepet-cepet dong," gerutu Daisy kembali mengejar Akas. "Aku kemarin nginep di rumah Iren. Terus karena hari ini weekend, makanya aku jogging pagi buta gini."

"Kamu sendiri?"

"Tiap hari gue lari jam segini."

Daisy mengangguk takzim. "Nggak heran sih. Kamu kan atlet."

Setelahnya kedua cucu adam itu sama-sama diam. Menikmati acara lari pagi mereka dengan ditemani kicauan burung dan aroma petrichor yang menguar.

Dalam keheningan ini, Daisy bisa merasakan ketenangan yang menyelimuti hati. Nyaman sekali. Sesekali Daisy melirik Akas dan dia bisa merasakan efek kupu-kupu itu lagi di perutnya.

"Akas, pertama kali kamu mutusin buat fokus ke olahraga lari itu kapan sih?" tanya Daisy akhirnya. Lantaran berdiam diri terlalu lama dengan kenyamanan seperti tadi, bisa berimbas pada kesehatan jantungnya.

Daisy [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang