🌼 37 🌼

1.5K 131 0
                                    

Ekor mata Daisy Ambarilis tak lepas memperhatikan gerak-gerik budenya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ekor mata Daisy Ambarilis tak lepas memperhatikan gerak-gerik budenya.

Sedari tiba setengah jam lalu, wanita berkerudung biru itu selalu menghindari kontak mata dengan Daisy. Terlalu menyibukkan diri dengan hal-hal yang tidak penting. Kalau-kalau menghitung berapa butir anggur dalam satu tangkai masih bisa dikatakan tidak penting.

Daisy sebenarnya sudah beberapa kali memancing obrolan, yang justru ditanggapi ala kadarnya. Atau hanya senyuman kelewat tipis. Bukannya tersinggung, Daisy justru meringis.

Dia mengenal baik budenya. Dan saat ini, bude dalam mode tidak enakan. Wajahnya menampilkan gurat gelisah dan matanya--yang sempat bertatap dengan Daisy sebelum buru-buru dialihkan, memantulkan kesedihan. Rasanya, seakan ada tangan tak kasat mata meremas hati Daisy.

Menarik dan mengembuskan napas, Daisy pun meraih remot TV lalu mengecilkan volume suaranya. Hingga menyisakan sayup-sayup orang bercakap dalam program berita pagi bersahutan dengan detak jarum jam.

"Bude, jujur Isy lebih suka lihat Bude ngambek tahu ketimbang sedih gini."

Gerakan tangan Diran yang sedang menguliti apel terjeda selama beberapa saat. Sebelum tangannya yang mulai keriput itu melanjutkan pekerjaan dengan deru napas berat. "Bude ndak sedih kok," kilahnya yang tentu saja disambut cebikan Daisy.

Ranjang pesakitan Daisy berderit kala sang empunya mengubah posisi setengah berbaringnya menjadi duduk menghadap bude.

"Kalau gitu Bude marah sama Isy makanya Bude nggak mau lihat Isy?"

"Bukan. Bude ndak sedih apalagi marah sama kamu." Meski begitu, suara bergetar Diran tidak bisa berbohong.

Daisy sudah akan membuka mulut lagi, tetapi Diran lebih dulu memintanya makan apel yang sudah dia potong-potong.

"Ndak ada alasan buat Bude marah sama kamu. Bude cuma ngerasa ... malu. Lantaran sudah gagal jadi seorang ibu yang baik untuk Irena."

Daisy berhenti mengunyah. Mulutnya menggembung. Gadis itu mengangkat pandangan pada bude yang menunduk menguliti buah pir. Membuat Daisy tertegun diliputi rasa sesak. Gadis itu pun butuh air agar kunyahan apelnya dapat tertelan.

"Seorang ibu harusnya peka dengan perasaan anaknya sendiri. Tapi, Bude malah ndak sadar kalau selama ini sudah berlaku ndak adil pada Iren. Sudah melukai hatinya, dan membuatnya berpikir kalau Bude ndak peduli lagi."

Air mata hangat Diran meluncur menuruni pipi dan bulirnya jatuh menimpa punggung tangan. Buru-buru wanita itu menyeka dan berusaha terlihat baik-baik saja. Dia sudah berjanji tadi pada dirinya agar tidak terlihat lemah di hadapan Daisy.

Daisy [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang