Semangkuk oatmeal dengan topping irisan pisang menjadi menu sarapan Daisy kali ini. Gadis itu makan tanpa bicara-- karena memang tidak ada yang bisa dia ajak bicara. Hanya video vlog-nya kemarin yang baru dini hari tadi ia unggah ke Youtube, jadi teman dalam keheningan. Setidaknya ruangan empat kali empat meter itu tidak terlalu sunyi.
Suara derap kaki seseorang dari belakang membuat Daisy menoleh sebentar, lalu kembali memusatkan perhatian pada layar ponsel.
Derap tadi hilang. Bersamaan dengan sosok Tsamara Ameera berdiri persis di sisi meja makan. Ia meletakkan tas tangan warna hitamnya ke atas meja. Kemudian menggapai gelas dan menuangkan air mineral ke dalamnya. Ameera meneguk air tersebut sambil berdiri. Seakan kalau duduk sebentar saja bisa buat rok spannya kusut. Lalu tampilannya jadi jelek. Pftt ....
Apapun alasannya, hanya dia dan Tuhan yang tahu.
"Nggak sarapan dulu, Kak?" tanya Daisy basa-basi ketika dia lihat sang kakak kembali meraih tas. Seperti mau pergi.
"Aku sarapan di kantor. Ada meeting pagi," jawab Ameera tanpa repot-repot menatap lawan bicara. Ia memutar tumit dan melangkah meninggalkan ruang makan.
Namun baru tiga langkah, Ameera kembali berbalik. Netra hitamnya menatap lurus punggung kurus Daisy. Dia berdeham memanggil Daisy. Yang Daisy kira akan mengatakan semacam kalimat penyemangat atau basa-basi menawarkan tebengan. Nyatanya tidak. Daisy terlalu muluk-muluk.
Kakaknya hanya menitip pesan. Meminta Daisy menaruh kunci rumah di bawah keset lantaran tukang bantu-bantu di rumah mereka datang terlambat hari ini.
Setelah itu Ameera benar-benar pergi. Menyisakan Daisy yang hanya bisa tersenyum getir mengaduk-aduk makanannya.
Sejak orang tua mereka meninggal empat tahun lalu, interaksi Daisy dan kakaknya memang sekaku itu. Seperti ada jarak yang membatasi mereka.
Keduanya sibuk dengan urusan masing-masing. Sampai tidak punya waktu untuk sekadar ngobrol ngalor-ngidul layanya saudara pada umumnya. Mereka memang tinggal bersama, tetapi semesta mereka berbeda.
Ameera dengan setumpuk pekerjaannya. Dan Daisy dengan segala bentuk pelariannya. Sehingga tidak ada titik temu yang dapat menghangatkan hubungan mereka berdua.
Gadis bersurai legam sebahu itu mendengkus seraya meletakkan sendok dengan keras. Menyisakan bunyi gema yang konstan. Ia merutuki dirinya yang pagi-pagi sudah memutar cerita galau dalam kepala. Sangat menyebalkan.
Maka Daisy putuskan mengakhiri sesi sarapan. Beranjak membawa mangkuk dan gelas bekasnya ke wastafel. Ia menyuci tangan lalu kembali ke meja makan untuk meraih ponsel dan tas.
Daisy melangkah menuju pintu utama. Yang setiap langkahnya dia gunakan untuk memikirkan hal-hal menarik. Seperti apa yang mau dia lakukan selepas sekolah nanti. Atau konten apa yang akan ia buat selanjutnya. Pokoknya hal-hal yang bisa menyegarkan isi kepala Daisy dan membuat mukanya kembali berseri.
Bagi Daisy, dia anti membawa keluar-- rumah, wajah buteknya. Apa kata para pengikutnya nanti kalau melihat Daisy bermuka kusut bin buluk? Bisa-bisa mereka kabur dari barisan penggemar Daisy. Dan Daisy benar-benar menjadi orang yang paling merana. Ditinggalkan semua orang. Berkali-kali.
Selepas mengunci pintu sesuai pesan kakaknya, Daisy mengambil Betos alias Baby Tosca--sepeda retro kesayangannya, dari garasi.
Gadis itu mengenakan seperangkat atribut penting; helm warna biru--demi keselamatan kepala juga rambutnya yang berharga, masker--agar wajahnya tidak terlalu banyak terpapar debu dan sinar matahari, kacamata baca--biar matanya tidak perih.
Padahal jarak rumah ke sekolah hanya memakan waktu lima menit. Itu pun jika digowes dengan santai. Kalau ngebut, paling hanya tiga menit. Tetapi atas nama keamanan dan penampilan, Daisy masa bodo saja. Mau dicibir lebay juga silahkan. Toh sudah biasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daisy [COMPLETED]✔
Novela Juvenil(Belum Direvisi) Terkadang, apa yang terlihat baik di luar, tidak begitu pula di dalam. Seperti Daisy Ambarilis. Selebgram sekaligus vloger cantik yang punya ratusan ribu followers di instagram. Dia ceria, murah senyum dan bersahaja. Tapi di mata Ak...