Sepanjang sisa hari itu, dia tidak bisa berkonsentrasi pada pelajaran. Sekeras apa pun mencoba mengalihkan, nyatanya bayangan-bayangan itu tidak mau berhenti menyergapnya.
Nomor asing itu. Foto masa lalu itu. Reaksi orang-orang. Tawa teman-temannya. Permintaan Akas. Semua terproyeksi nyata dalam kepala. Terhitung sudah tiga kali Daisy ditegur oleh guru-gurunya karena ketahuan melamun.
Suara bel yang memekik nyaring membuat Daisy menghela lega. Tetapi alih-alih langsung meninggalkan kelas, gadis bersurai legam itu justru terdiam di kursinya. Tidak tergerak mengikuti jejak teman-temannya yang lain untuk segera pulang.
"Nggak pulang lo?" Yura bertanya sembari mencangklong ransel ke pundak.
"Sebentar lagi. Males desak-desakan." Dia tersenyum mengakhiri jawabannya yang tentu saja memancing rasa penasaran Yura.
"Gayaan banget. Biasa juga lo langsung balik walau desak-desakan."
Daisy mengedikkan bahu sebelum merebahkan kepala di atas lipatan tangan. "Berarti lagi nggak biasa nya, Yur," gumamnya dengan mata terpejam. Berharap Yura mengerti jika dia sedang tidak ingin memperpanjang sesi tanya jawab ini.
Syukurnya Yura Anita hari ini bisa diajak kompromi. Teman sebangkunya itu pergi selang detik berikutnya. Sehingga Daisy tidak perlu memeras otak untuk menemukan jawaban-jawaban atas pertanyaan gadis itu.
Tidak tahu mengapa, yang jelas Daisy merasa sangat lelah akhir-akhir ini. Banyak hal di luar kendalinya yang terjadi.
Lama Daisy di dalam kelasnya yang sudah kosong. Membiarkan waktu melesat cepat sementara dia menyusun pengendalian diri. Dia sengaja pulang paling terakhir karena merasa malu bertemu dengan orang-orang yang dalam pikiran Daisy, akan menertawakannya lagi.
Begitu lalang di depan pintu kelas menyepi, baru lah gadis itu bergegas meninggalkan kelas serta SMA Bunga Bangsa yang selama ini dia anggap sebagai rumah kedua. Sekarang, Daisy tidak yakin bisa senyaman dulu berada di sana.
"Iren? Kamu belum pulang?" Daisy tidak bisa menahan keherannya tatkala menemukan sepupunya berdiri di samping Betos. Pasalnya ini sudah lewat dari jam pulang biasa.
"Aku nungguin kamu," tukas Irena lugas.
Kernyitan di kening Daisy semakin dalam. Tidak biasanya Irena seperti ini. "Kenapa? Bude nggak jemput?"
"Aku udah bilang kalau mau main ke rumah kamu. Boleh kan?"
"Boleh sih. Tapi tumben?"
Irena terkekeh kecil mengabaikan tampang keheranan sepupunya. Dia hanya merasa harus melakukan ini. Mana tahu dia bisa membantu menaikkan suasana hati sepepunya yang anjlok. Karena Irena sedikit banyak memahami bagaimana efek foto masa lalu Daisy yang tersebar bagai gadis itu.
"Sini. Kamu duduk aja yang anteng di belakang. Biar aku yang gowes sepedanya." Mengambil alih Betos dari tangan sang empunya. Mendudukkan bokong di kursi sepeda seraya memasang helm yang ditaruh Daisy di keranjang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daisy [COMPLETED]✔
Fiksi Remaja(Belum Direvisi) Terkadang, apa yang terlihat baik di luar, tidak begitu pula di dalam. Seperti Daisy Ambarilis. Selebgram sekaligus vloger cantik yang punya ratusan ribu followers di instagram. Dia ceria, murah senyum dan bersahaja. Tapi di mata Ak...