"Buat apa sih?"
Pertanyaan tiba-tiba ditambah pula ada kepala yang melongok di sampingnya, kontan membuat Daisy terkesiap. Nyaris melonjak saking terkejutnya. Buru-buru gadis itu menarik buku yang sedari tadi ia tulis lalu didekap erat di depan dada.
Ia menatap horor pada biang kerok yang nyaris membuatnya jantungan di usia belia. Siapa lagi kalau bukan Yura.
"Ngagetin aja sih," keluh Daisy seraya menaruh kembali bullet journal ke atas meja.
Agaknya Yura justru mengartikan lain sikap implusif Daisy barusan. Matanya memicing penuh curiga. Membuat Daisy mendesah jengah.
"Nulis surat cinta ya lo."
"Aku? Nulis surat cinta?" Daisy meniru cara bicara sang Duta Shampo seraya tersenyum miring dan mengibas-ngibaskan surainya jemawa. "Kebalik lagi. Aku itu pihak yang nerima, bukan nulis."
"Lagak lo, Zubaedah!"
"Besok deh aku bawain kalau kamu nggak percaya."
"No thanks. Cukup nonton begituan aja yang bikin gue enek sampai pengen muntah." Dagu Yura menunjuk pada depan kelas. Tepatnya pada film romansa remaja yang sedari tadi membuatnya bergidik ngeri. Terlalu chessy menurutnya.
Berhubung sedang jam kosong--guru mereka sedang pelatihan ke luar kota, kelas XI IPS 1 mendadak disulap jadi studio bioskop.
Nyaris semua anak perempuan nobar salah satu series Netflix yang percayalah, oleh mereka sudah diulang berkali-kali saking sukanya. Yura yang nonton awalannya saja sampai bosan.
Apalah dayanya yang hanya kaum minoritas ini. Kalah suara dari anak cewek lain yang lihat cowok senyum sedikit saja langsung ambyar. Kalau ponselnya sedang tidak dicas, dia lebih memilih mabar dengan anak-anak cowok di pojok belakang kelas. Jelas lebih seru.
"Tapi bisa kamu praktekin tuh caranya Lara Jean. Mana tahu Arga jadi suka karena nerima surat cinta dari kamu."
Manik mata Yura kontan melotot. Tanduk setannya langsung keluar. Membuat tawa Daisy berderai keras.
Yura dan Arga--teman sekelas mereka, sudah seperti minyak dan air. Tidak akan pernah bisa bersatu. Entah apa sebab-musababnya. Sudah begitu sejak kelas sepuluh. Makanya anak-anak XI IPS 1 kompak menggosipi Yura suka pada Arga. Karena Arga menolak mentah-mentah, makanya Yura jadi benci.
Seklise itu memang imajinasi mereka.
"Mulut lo ya. Gue nggak suka sama cowok kampret itu."
"Terus ngapain sampai blushing gitu?"
Tangan Yura spontan terangkat menangkup kedua pipinya. Namun, sedetik kemudian langsung berlagak mengipas-ngipas wajah. Berdalih sangat panas. Padahal penyejuk ruangan seakan bisa membekukan kelas mereka.
"Udah ah nggak usah ngada-ngada lo. Mending temenin gue ke kelasnya Sia."
"Sia? Maksud kamu Sia yang buka jasa piket itu?"
Yura mengangguk. "Gue males piket. Mumpung lagi banyak duit nih jadi mending pakai jasa dia aja. Emang lo doang yang bisa."
Daisy mencibir. "Nanti deh pas istirahat."
"Males. Mumpung kita lagi bebas nih. Gue juga tadi sempat WA Sia, katanya datang aja. Dia baru selesai olahraga.
"Tapi aku mau selesaikan ini dulu." Menujuk bullet journal-nya. Daisy tadi memang sedang menyusun rencana untuk konten Youtube-nya selama satu bulan ke depan.
Namun, Yura tetaplah Yura Anita yang keras kepala. Dia terus memaksa Daisy hingga akhirnya selebgram itu pun menyerah. Melengos mengikuti Yura.
Di sini lah mereka saat ini. Berjalan menyusuri koridor yang sepi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daisy [COMPLETED]✔
Ficção Adolescente(Belum Direvisi) Terkadang, apa yang terlihat baik di luar, tidak begitu pula di dalam. Seperti Daisy Ambarilis. Selebgram sekaligus vloger cantik yang punya ratusan ribu followers di instagram. Dia ceria, murah senyum dan bersahaja. Tapi di mata Ak...