🌼 27 🌼

995 110 1
                                    

Gerbang sekolah ramai dengan penduduk Bunga Bangsa yang tidak sabar ingin sampai ke rumah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gerbang sekolah ramai dengan penduduk Bunga Bangsa yang tidak sabar ingin sampai ke rumah. Matahari yang bersinar terik, seakan mampu melepuhkan kulit. Membuat hiruk-pikuk terasa sangat menyebalkan. Orang-orang bisa mudah sekali marah seperti sesepele tidak sengaja menyenggol bahu.

Dia menerobos keramian. Melangkah cepat menghindari sengatan matahari. Juga menjauhi mulut-mulut berisik tukang gosip. Hingga berakhir dengan berdiri lumayan jauh dari gerbang. Tempat strategis menunggu kang ojol karena dinaungi pohon mahoni serta tak banyak orang yang menunggu jemputan di sana.

Dia baru saja membuka aplikasi ojek online tatkala sepasang sepatu tertangkap mata. Berdiri dua jengkal di depannya. Menautkan alis, dia angkat pandangan. Tatapannya langsung berserobok dengan sepasang manik cokelat gelap yang seakan mampu menenggelamkan lawannya hanya dengan sekali tatap.

"Bella Fania?"

Kerutan di kening gadis itu semakin dalam. "Siapa?"

🌼🌼🌼

Entah sudah berapa menit berlalu, tetapi agaknya Akas masih betah dengan adegan tatap-tatapan yang mematikan. Ada kemarahan yang berkobar di dalam netra kecokelatannya. Namun sebisa mungkin tak ia biarkan bara itu mejalar atau bahkan berkobar. Dia butuh bicara dengan tenang pada sosok yang menamai dirinya sebagai Bella Fania ini. Sosok yang-konon-katanya, adalah orang yang telah meneror Daisy beberapa hari ke belakang.

Akas bisa tahu jika gadis yang berdiri penuh keangkuhan di hadapannya ini adalah Bella Fania setelah bertanya pada seorang teman. Dia kebetulan sekali sekelas dengan Bella. Darinya pula, Akas tahu jika Bella merupakan murid pindahan sejak semester lalu.

Lalu di sini lah dia, alih-alih mengisi energi sebelum latihan lari satu jam lagi, Akas justru menggadaikannya demi menemui Bella Fania.

"Hellow," gugah Bella yang mungkin merasa jengah dipelototi sedemikian rupa. Dia lantas melengos dan memilih meneruskan niatnya memesan ojol.

Namun suara Akas kemudian menahan gerakan jempolnya. Dia terpaku sejenak dengan kening berlipat. "Lo bilang apa barusan?"

"Berhenti ngelakuin apa pun yang udah lo mulai." Akas menekan setiap kata tanpa ragu. Persetan dengan sopan santun. Siapa yang peduli! Sedangkan matanya menyorot dingin Bella yang tidak menutupi-nutupi kebingungannya.

"Lo ngomong apa? To the point aja. Nggak usah muter-muter."

Baik.

Tidak suka basa-basi.

Akas bersyukur karena dia pun sama tidak sukanya.

"Lo 'kan yang beberapa hari ini neror Daisy?"

Lima detik lengang tanpa jawaban. Namun, tautan mata yang saling mengintimidasi tersebut tidak putus.

Hingga kemudian tidak ada angin tidak ada hujan apalagi badai, gadis berkucir kuda itu terkekeh keras. Padahal tidak ada unsur humor dalam kalimat Akas.

Daisy [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang