Kalau saja detik ini ada bintang jatuh, maka Daisy punya satu harapan sederhana. Ia hanya ingin kembali menjadi kanak-kanak yang tahunya cuma bermain dan merengek.
Hidup seperti ini terlalu berat untuknya. Dia rindu kedua orang tuanya. Dia ingin memeluk mereka. Lalu mengadu betapa kejamnya dunia memperlakukan dia. Dan betapa kesepian dirinya.
Namun nyaris satu jam Daisy berdiri dengan tatapan kosong di atas jembatan penyeberangan ini, tetapi tak satu pun bintang berbaik hati menjatuhkan diri.
Kenapa harus hidup dan nyusahin orang lain?!
Nggak guna tahu nggak hidup kamu!
Aku benci punya adik nyusahin kayak kamu!
Dan yah, sejak tadi suara kakaknya tidak mau hilang dari dalam kepala Daisy. Memberikan sengatan maha perih di ulu hati. Tangan Daisy sampai berkali-kali memukul dadanya yang terasa sesak. Berharap dengan begitu sakitnya dapat berkurang.
Malam ini Daisy dibuat sadar, jika bukan hanya peneror gila itu yang mengharapkan kematiannya. Namun kakaknya juga. Jujur, Daisy tidak akan marah. Karena dia sadar, dirinya memang sumber masalah. Karenanya, hidup kakaknya jadi susah. Mungkin begitu pula si peneror itu. Entah siapa pun dia, mungkin Daisy pernah melukainya tanpa Daisy sadari.
Jadi, biar lah kabar kematiannya menjadi sebuah penebusan. Dia tidak ingin menyulitkan hidup orang lain lagi.
Tidak akan.
Dia lelah.
Dan ingin segera bergabung dengan mama, papa, oma dan kak Mala.
Ah, sekarang Daisy paham, kenapa Mala memutuskan mengakhiri hidupnya saat itu.
Hidup memang tidak pernah mudah. Lalu dunia turut mempersulit orang-orang seperti mereka. Sehingga mereka, memilih jalan pintas untuk menyudahi semua permainan semesta.
Iya, hujat saja dirinya. Karena pada dasarnya, Daisy hanya melakukan pembenaran atas apa yang akan ia lakukan.
Keributan dalam kepalanya membuat Daisy tidak bisa mendengarkan apa pun. Semesta seakan bisu. Menyepi dan hanya meninggalkannya sendiri. Berdiri siap mati dari atas sini dengan degupan menggila dalam dada.
Daisy kian merapat pada tepi jembatan. Jemarinya mencengkeram besi pembatas sampai buku tangannya memutih. Menarik dan mengembuskan napas, gadis itu meyakinkan diri. Tidak ada waktu untuk berbalik. Semua ini perlu segera disudahi.
Namun Daisy terhenyak tatkala dirinya tertarik keras ke belakang. Membuat cengkeramannya terlepas. Dia setengah tidak percaya ketika menemukan Akas ada di sana juga. Menatapnya nyalang dengan dada kembang kempis.
Daisy meneguk ludah dan mengerjap pelan. Otaknya yang dipenuhi benang kusut berusaha memproses apa yang sedang terjadi.
"Lo pikir apa yang lo lakukin, huh?!" Akas berteriak kalap sambil mengepalkan tangan erat. "Lo beneran mau mati?!"
Daisy diam bagai manekin. Tidak memindahkan tatapannya dari Akas. Ayolah, keberadaan cowok jangkung itu di sini terasa bagai delusi yang tidak ingin Daisy hancurkan jika sedikit saja membuka suara.
"Apa yang ada di otak lo?!"
Masih tidak ada reaksi dari Daisy.
Demi Tuhan ....
Akas menyugar rambut kasar. Gadis aneh itu suka sekali membuat Akas mengerang frustrasi. Tidak perlu menjadi cerdas untuk bisa memahami apa yang akan Daisy lakukan tadi.
"Jangan main-main sama nyawa, Sy! Lo pikir cum--"
"Kenapa nggak kamu biarin aja aku mati?" Daisy bergumam parau membalas tatapan Akas. "Hidupku nggak guna, Kas. Aku nyusahin dan nyakitin banyak orang. Mungkin kamu salah satunya. Jadi buat apa aku tetap di sini? Aku nggak mau menyakiti orang lain lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Daisy [COMPLETED]✔
Teen Fiction(Belum Direvisi) Terkadang, apa yang terlihat baik di luar, tidak begitu pula di dalam. Seperti Daisy Ambarilis. Selebgram sekaligus vloger cantik yang punya ratusan ribu followers di instagram. Dia ceria, murah senyum dan bersahaja. Tapi di mata Ak...