🌼 36 🌼

1.4K 135 4
                                    

Lorong panjang itu terasa lengang dan dingin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Lorong panjang itu terasa lengang dan dingin. Hingga rasanya mampu meremukkan persendian. Sekali pun pada kenyataannya, tempat itu ramai dengan lalu-lalang. Derap kaki saling bersahutan. Hanya saja, gadis dengan blouse navy itu seolah merasa sendirian di tengah keramaian. Tanpa pijakan. Gamang.

Ameera menghentikan langkahnya yang terasa berat. Tangannya berpegangan pada tembok di samping pintu. Mendongak, ditariknya napas dalam-dalam, untuk dihempaskan kembali bersama sesak yang membelit. Gema percakapannya dengan Akas di coffee shop sebelah gedung rumah sakit tadi masih berdenging nyaring dalam kepala. Membuat Ameera kewalahan menerimanya.

"Isy nggak baik-baik aja, Kak."

Kepala Ameera terangguk. Adiknya sedang sakit 'kan? Masih belum sadar sejak tiga hari lalu. Jelas hal tersebut berarti tidak baik-baik saja.

"Psikis dan mental Isy cacat sejak jadi korban buli di SMP-nya yang di Bandung," Akas memulai dengan suara rendah. Mengais ingatan tentang percakapan-percakapannya dengan Daisy. "Isy nggak cerita banyak soal perundungan yang dia terima. Dia cuma bilang pernah dipaksa makan makanan sisa kakak kelasnya. Terus dikatain dan dipukul. Satu sekolahan nertawian dia. Klise sih, karena badannya gemuk sampai dikatain mirip bayi bagong."

Adiknya? Korban buli?

Ameera membekap mulutnya sendiri. Menggeleng keras demi menyangkal cerita yang baru pertama kali ini dia dengar.

"Tapi Isy nggak pernah cerita."

"Karena Isy nggak bisa." Akas menyahut tenang. "Dia diancam. Nggak ada yang mau temenan sama dia. Kecuali satu orang. Kak Mala, kakak kelasnya. Cuma dia yang mau belaian dan jadi teman Isy. Tapi sayang, kak Mala milih bunuh diri karena nggak sanggup dengan bebannya sendiri. Sebelum dia nekat mengakhiri hidupnya, dia sempat kirim Isy pesan untuk ketemuan. Tapi karena posisinya Isy lagi liburan, dia nggak bisa datang."

"J-jadi ...." kalimat Ameera menggantung begitu saja lantaran gadis itu tak sanggup meneruskan kalimatnya. Perlahan dia bisa menyimpulkan benang merah dari kejadian di masa lalu. Seketika itu pula Ameera merasa tertohok panah beracun tepat di ulu hati.

"Isy ngerasa bersalah. Banget. Bahkan sampai sekarang." Akas masih meneruskan setelah detik yang panjang. Cowok itu menatap lurus figur di hadapannya. Menyaksikan bagaimana reaksi kakak dari Daisy Ambarilis tersebut. Cappuccino-nya bahkan terabaikan.

"Dia nyalahin dirinya atas kematian kak Mala, orang tua dan oma kalian. Dan lebih parahnya, itu kebawa sampai sekarang. Dia bakal bereaksi berlebihan kalau nggak sengaja buat kesalahan sesepele mecahin pot bunga. Terus dia juga jadi traum naik mobil sejak kecelakaan itu."

Daisy [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang