🌼 11 🌼

1.2K 157 3
                                    

"Ayo, cepat jalan!"

"Nggak mau pulang, Pak."

Seiring rengekan bocah laki-laki itu terdengar, pria dewasa yang ditaksir sebagai ayahnya, memukul keras betisnya. Membuat tangis bocah itu pecah. Tubuh kecil kurusnya diseret paksa sang ayah.

"Sudah jelas Bapakmu ini orang miskin. Buruh angkut di pasar. Bukannya bersyukur diajak ke sini. Malah ngelunjuk minta dibelikan ini itu. Uang dari mana, huh!"

"Ampun, Pak. Jangan pulang, Pak. Iki janji nggak minta beli mainan lagi, Pak."

Namun, sang ayah yang terlampau murka, menulikan telinga. Abai pada sekitar yang menatapnya penuh penghakiman. Dia tetap menyeret kasar anaknya pergi dari area parkir pasar malam. Sementara wanita--yang mungkin ibu si anak, hanya dapat melihat tanpa bisa melakukan apapun. Kepalanya tertunduk. Tangannya menepuk-nepuk punggung bayi yang berada dalam gendongannya.

"Heran, ya, masih aja ada orang tua yang suka kasar ke anaknya. Si anak udah nangis gitu masih aja diseret-seret. Kalau memang nggak mau beliin ini itu, ya dibilangin baik-baik. Kasih pengertian. Jangan dipukulin depan umum begitu. Nggak kasihan apa," komentar Daisy sewot. Dia ikut kesal melihat perilaku pria tadi.

Mulut gadis bernetra hitam kelam itu masih asik menggerutu. Tidak bisa menahan diri untuk tidak mengecam tindakan pria berperakan tinggi kurus tadi. Biasalah, bakat alaminya sebagai netizen julid yang budiman sedang keluar.

"Iya, kan, Kas?"

Suara jangkrik menderik menggantikan tugas Akas menyahuti perkataan Daisy. Membuat gadis manis itu menoleh dan dibuat berdecak karena tidak menemukan siapa pun berjalan di sampingnya.

Tunggu.

Diasy menipiskan bibir dengan wajah memerah. Jadi, dia sedari tadi bicara sendirian? Pantas saja saat berpapasan dengan sepasang kekasih barusan, mereka mesem-mesem menatapnya. Kan Daisy jadi malu! Lain hal kalau bicaranya dengan kamera.

"Akas! Malah bengong lagi." Daisy meneriaki Akas yang ternyata masih tertinggal beberapa meter di belakang. Berdiri pada posisi di mana mereka melihat si bapak yang memarahi anaknya tadi.

Namun, lagi-lagi Daisy tidak melihat atau mendengar respons dari orang yang sempat membuatnya baper dengan perlakuan dan perkataannya--bahkan sampai sekarang. Cowok itu malah diam mematung dengan tatapan ... yang entah apa arti tatapan itu.

Daisy perlu memperjelasnya hingga kini sudah berdiri tepat di depan Akas.

Dan terlihatlah dengan jelas, betapa nyalangnya tatapan Akas Tri Rahandika. Neraka seakan sedang berkobar dalam sepasang iris cokelat gelapnya. Rahang tegas itu, mengetat. Gemeletuk giginya sampai ke pendengaran Daisy.

Seingatnya, Akas masih baik-baik saja beberapa saat lalu. Wajah ganteng tanpa noda-noda bekas jerawatnya terlihat tenang dan menduhkan hati yang kerontang. Tidak keruh seperti saat ini. Dia juga sempat-sempatnya membuat Daisy baper bukan main.

Nggak usah terlalu mikirin seberapa cantik diri lo. Karena yang sayang lo dengan tulus, nggak butuh itu.

Ah, sial! Wajah Daisy panas lagi rasanya.

Oke. Kembali ke Akas. Dari fakta yang ia beberkan di atas, apa yang membuat cowok itu bisa berubah secepat ini? Atau, ada yang mengusiknya tanpa Daisy sadari?

Mengikuti objek yang sedang cowok itu tatap, kening Daisy dibuat makin berkerut dalam.

"Kamu kenal sama bapak tadi?"

Akas diam.

Saat Daisy mengulangi pertanyaan yang sama dengan intonasi naik, cowok itu tetap bergeming. Terlalu hanyut dalam lamunan.

Daisy [COMPLETED]✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang