Changes to another person

335 44 0
                                    

2 : Changes to another person

Tidak ada seorangpun membicarakan kejadian seminggu yang lalu seolah-olah itu memang hanya kejadian biasa yang memang biasa terjadi. Kejadian mobil yang terbang di langit Inggris dan hanya Felora dan Eilen yang melihatnya. Kedua orang tuanya tentu saja menganggap sakitnya Eilen kala itu sesuatu yang biasa di tengah-tengah liburan.

Felora kembali memandangi langit biru cerah di luar jendela tempatnya menetap sementara. Sama seperti hari itu, langit siang ini berwarna biru cerah disertai awan-awan berwarna putih seperti permen kapas yang pernah dilihatnya di pasar malam, hanya saja tidak berwarna pinkeu kau tahu.

Felora menghela napas lelah. Kenangan akan hari itu selalu terbayang-bayang dibenaknya. Harry, nama yang tergolong umum dalam dunianya namun besar dalam dunia yang berbeda. Semenjak kejadian itu, Felora telah menonton semua film dan juga membaca artikel-artikel tentangnya. Mulai dari Harry Potter and Philosopher's Stone sampai Harry Potter Deathly Hallows pt.2 sudah ia tonton habis-habisan. 

Kalau bukunya, well, jujur saja, Felora bukan orang yang begitu suka membaca. Okay, iya tahu membaca itu penting namun tetap saja. Jika kalian nekat memaksanya membaca, jangan harap kalian bisa bertegur sapa lagi dengannya. Felora tipe orang yang akan membaca sesuatu apabila ia ingin dan tidak akan apabila ia tidak. Well, tentu saja untuk membuatnya membaca, ia haruslah dibantu dengan keinginan kuat dari dalam dirinya sama seperti ketika membaca kumpulan artikel itu tentu saja.

Di cuaca cerah seperti ini, Felora akan senang menghabiskan waktunya bermain bersama keluarganya di luar namun hari ini seperti nya itu tidak akan terjadi. Kedua orang tuanya mendapatkan dua tiket gratis untuk makan malam romantis dari undian di taman bermain kemarin dan sudah sedari tadi pergi karena letak restorannya yang cukup jauh dari hotel tempat mereka tinggal sedangkan kakaknya, entahlah. Kian hari kakaknya tidak seperti orang yang dikenalnya lagi.

Dengan mata merah, kantung mata hitam, bibir pecah-pecah dan kepala yang terus-terusan menunduk membuatnya berubah, dari kakaknya yang selalu berpenampilan rapih kini hanya kakaknya yang berantakan, diam di dalam kamar dan tak berbicara sepatah katapun seperti pengangguran yang putus asa. "Sudah jam 12, time to lunch!" Ucapnya semangat berusaha menyingkirkan pikiran yang melelahkan ini sementara- lalu turun dari tempat tidur nyamannya dan berjalan cepat ke arah pintu kamar kakaknya.

Tok Tok Tok

"Kak... aku ingin keluar membeli makanan. Kau ingin sesuatu?" Tak mendapat jawaban, Felora kembali mengetuk pintu kamar itu dengan sedikit lebih keras. "Kak... Kakak..." Panggilnya lagi. 

"Eh, tidak terkunci," gumamnya pelan saat tak sengaja memutar kenop pintu itu di tangannya.

Wah lihatlah aku sekarang. Belum pernah sekalipun aku harus mengendap-endap seperti maling untuk masuk ke kamar kakakku ini. Semoga saja kakak akan segera melupakan kejadian itu. Aku tak akan lagi membahasnya jika tahu begini. Terserah saja. Jikapun itu benar, apa peduli ku juga. Aku punya kehidupan disini. Lebih baik aku melupakannya. Ugh... Feora bergidik ngeri membayangkan kalau ia memihak sebagian dirinya yang meronta-ronta penasaran memintanya menyelidiki hal itu. Sudah cukup bagian itu mengambil alih dengan membuatnya marathon film berjam-jam di kamarnya. Kini saatnya kembali menjadi Felora yang biasanya. Tersenyum dan tertawa pada hal-hal yang lebih rasional.

"Fel,"

"YA TUHAN!" Teriaknya saat mendengar suara kakaknya di balik pintu kamar memanggil namanya tiba-tiba. "Kakak ngapain coba berdiri di belakang pintu? Bikin creepy tau g-"

"T-tolong aku. Fel, To-tolong aku..." Felora merasakan dirinya menegang melihat kakaknya laki-lakinya itu berdiri di hadapannya dalam keadaan bersimbah darah. Baju di daerah dada lelaki itu membentuk bulatan penuh berwarna merah. Wajahnya kini dipenuhi luka-luka seperti luka sayatan.

"Ka-kakak..." Felora sama-sekali tidak bisa bergerak. Semua jari-jari tangannya kaku. Bahkan kakinya tak sanggup lagi menopangnya apabila ia memaksakan bergerak sedikit saja. "Ka-kakak..." Hanya kata-kata itu yang sanggup menggambarkan secara verbal bagaimana perasaannya melihat keadaan mengerikan kakaknya yang dilihatnya sekarang.

"T-tolong aku Fel... Tolong aku..." Eilen melangkah tertatih-tatih berusaha mendekati Felora yang masih mematung tak jauh dari tempatnya berdiri.

"TOLONG AKUU!!" Kilat menakutkan yang memancar dari kedua mata kakaknya membuat Felora kini gemetar takut. "K-Kak.." Eilen melangkah cepat ke arah Felora  dengan kedua tangan terjulur ke depan seperti ingin,

"SAKIT KAK! KAK!" Hal yang tak disangka-sangka Felora terjadi. Kedua tangan kakaknya kini mencekik erat lehernya. "KAKAK!!!" Air mata sudah lolos dari kedua mata indahnya. "TOLONG! TOLONG AKU!" Feora semakin meronta-ronta dalam genggaman Eilen.

"Terlalu jauh," ringis Felora saat tangannya berusaha menggapai vas bunga di depan sana. "Ka-kakak..." Rontaannya semakin melemah. Suaranya perlahan-lahan hilang tak terdengar.


The brother who I love before now changes to another person who I don't know.


Felorasia and The Wizarding WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang