Three - Fear

5.3K 523 11
                                    

Suara tawa serta bisikan orang-orang yang sedang menikmati udara yang bersih berasal dari pepohonan bersama teman dekat, saudara, ataupun pasangan. Aku berada di Bryant Park yang terletak di fifth avenue, taman ini tidak luas namun tenang, serasa damai walaupun dikelilingi oleh gedung-gedung. Suara alunan lagu yang merdu dari pemusik jalanan yang hampir selalu ada menemani pada pengunjung. Aku duduk di kursi taman orang-orang yang menikmati alunan lagu ataupun sedang bercanda gurau. Kulihat sekitar, hanya aku yang sendiri.

Sepasang insan menarik perhatianku, rambut mereka sudah hampir memutih semuanya, kulitnya sudah tidak lagi kencang, di sebelah sang pria ada tongkat yang kurasa itu adalah bantuan untuk dirinya berjalan. Mereka tertawa, berpegangan tangan, dan menyanyi, bersama. Menikmati semua yang ada disini seperti hanya ada mereka berdua, kulihat sorotan cinta dari mata keduanya. Sang pria tak segan untuk mengelus rambut wanitanya, walau tangannya kadang bergetar.

Sayangnya aku tidak punya contoh cinta seperti mereka, kedua orang tua ku bercerai dan calon suamiku menikah dengan wanita lain, beberapa hari sebelum pernikahan berlangsung. Dia membuatku menunggu di altar dengan gaun putih, dengan bodohnya aku mengharapkannya kembali. Menjadikanku orang yang begitu takut akan pernikahan. Ini adalah hari ke lima setelah perbincangan bersama dengan Cloud dan aku belum memiliki jawaban yang tepat untuknya.

Seseorang duduk di kursi sebelahku, kami menatap pasangan itu bersama. Aku membiarkannya berpikir hal yang sama dengan apa yang kupikirkan.

"Indah." Katanya.

Aku mengangguk setuju. "Aku bahkan bertanya-tanya apa yang mereka rasakan?"

"Bahagia. Pasti."

"Namun aku tahu untuk sampai kata 'bahagia' jalan mereka tidak mudah."

"Pernikahan memang seperti itu, Hazel."

"Bagiku, pernikahan adalah hal yang paling menakutkan. Bagaimana bisa kau hidup selama berpuluh-puluh tahun dengan orang yang sama tanpa merasa jenuh atau kau bahkan bertahan untuk tidak membuat kesalahan yang membuat pasanganmu terluka?" Aku seperti berbicara sendiri pada angin.

"Maafkan aku, aku tidak bisa memberikan contoh pernikahan yang baik kepadamu, Nak." Laki-laki di sebelahku menarik napas panjang lalu mengeluarkannya. "Aku pernah membaca, A husband and wife must function like the wings on the bird. They must work together or the marriage will never be off the ground."

"Aku terlalu takut. Aku tidak bisa."

Tangannya terulur untuk mengelus rambutku perlahan. "Aku tidak bisa banyak memberikan mu masukan mengenai hal ini, karena pernikahanku bersama mommy-mu telah gagal."

Aku memandangnya, terlihat ada percikan luka di matanya. "Oh Dad, maafkan aku menyinggung luka lama mu." Kataku berkaca-kaca.

Dia menggeleng cepat. "Kau tahu? Terkadang orang yang kita cintai adalah orang yang sering kita sakiti." Dia tersenyum. "Tapi kau akan dengan mudah memaafkannya, karena kau mencintainya."

"Cinta membuatmu gila ya, Dad?"

"Begitulah orang-orang bilang."

"Dulu waktu Mommy dan Daddy menikah, kami tidak pernah memikirkan ketakutan untuk berpisah, kami seperti orang dimabuk kasmaran, kami pikir akan selamanya begitu." Dia menunduk.

Aku memeluk lengannya, bersandar di bahunya.

"Mungkin aku dulu masih terlalu muda untuk bisa mengerti apa yang dia inginkan, mungkin aku terlalu mengekangnya, mungkin aku terlalu emosional. Semua ada di dalam benakku." Ada getar di suaranya. "Bahkan sampai saat ini, aku selalu menyalahkan diriku sendiri karena kejadian itu berefek kepadamu."

The Wings On The Bird (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang