Kami sampai di pesisir pantai, salju mulai menyelimuti pasir putih. Aku dapat melihat itu dari jendela mobil, Barret membawa mobil ini ke tempat bebatuan, dan berhenti di depan sebuah rumah.
Barret membukakan pintu untukku, aku menutup mulut tidak percaya dengan apa yang kulihat. Cloud sudah berjalan membuka kunci pintu rumah itu. Aku segera berlari menyusulnya.
"Hati-hati, nanti kau jatuh." Ucapnya padaku.
Aku terlalu senang, pintu terbuka kami masuk kedalam rumah. Rumah ini terdapat banyak kaca di disetiap sisinya, sangat cantik. Dibelakangnya ada pintu akses langsung ke arah pantai, walaupun banyak kaca disisinya rumah ini dilengkapi penghangat ketika musim salju tiba, sinar matahari masih masuk kedalam melalui kaca-kaca yang mengelilingi rumah ini.
Begitu masuk, ada ruang tamu yang cukup besar, lalu ditengah ruangan terdapat dapur dengan view pasir laut yang indah, saat aku beranjak masuk lagi ada ruang santai dengan sofa-sofa putih, aku bisa mendengar deburan ombak dan semilir angin pantai.
Aku masih terdiam cukup lama. Memperhatikan sekitar, Cloud melangkah ke arah lantai dua, ada tiga kamar di atas. Kamar utama cukup besar dengan kasur king size membelakangi jendela besar menghadap pantai.
"Cloud."
"Ada yang mau kau ubah?"
"Ini terlalu sempurna." Aku berlari kepelukannya.
Dia membalas pelukanku. "Aku senang jika kau senang."
Cloud mengajakku untuk turun lagi, duduk di sofa putih yang menghadap pantai. Dia memelukku agar tetap hangat.
Tiba-tiba dia mengelus perutku. "Bagaimana kabarnya?"
Aku terkejut dengan apa yang dia lakukan. "Baik." Ucapku singkat.
Dia menunduk kearah perutku. "Maafkan aku hampir menjadi ayah yang brengsek untukmu."
"Cloud!" Aku memukul pelan pundaknya. "Kau tidak ingat, bagaimana bisa dikatakan brengsek?"
Dia menegakkan tubuhnya kembali memelukku. "Aku sangat membenci ayah kandung ku yang menelantarkan aku, tanpa sadar aku menjadi sepertinya."
Aku menggeleng. "Kau tidak menelantarkan ku, Cloud. Kau tidak ingat apapun bagaimana itu bisa disebut menelantarkan?"
"Kau tahu apa yang paling membuatku brengsek, Hazel?"
"Cloud, kau tidak seperti itu."
"Dalam hati ku selalu mengakui itu adalah anakku, dari pertama kali aku mengetahui kau hamil, tapi otakku memaksaku tidak mempercayainya. Pikiranku selalu menyangkal terhadap apa yang dikatakan hatiku."
"Rasanya aku selalu ingin menjagamu dari apapun, ketika aku melihatmu tertidur di sofa sambil menangis. Aku merasakan getaran aneh di hatiku, rasanya seperti ada kesedihan yang medalam. Tapi otakku malah justru menyuruhku menghindar darimu, karena kau seperti begitu berbahaya untukku. Belum ada yabg pernah bisa mempermainkan perasaan ku seperti itu. Bahkan Sharon pun tidak. Aku begitu takut. Begitu pengecut."
"Cloud, cukup. Apapun yang kau lakukan itu sudah berlalu."
"Bahkan saat kau bilang akan meninggalkanku jika aku memintanya, hatiku marah, aku terlalu egois tidak mau melepasmu, namun aku juga terlalu takut untuk mengenalmu lebih jauh." Dia terus berkata isinhatinya.
Aku memeluknya erat, membiarkan dia berbicara apapun yang dia mau katakan. "Aku bahkan tidak mau mengakui saat bersamamu, aku tidak bisa memikirkan apapun selain dirimu. Bodohnya ketika aku sadar akan hal itu aku malah membahas orang lain di depanmu."
"Aku bersyukur kau tidak pergi dariku, aku bersyukur aku tidak melakukan hal yang lebih bodoh lagi." Lanjutnya.
"Cloud, aku sungguh mengerti dengan apa yang kau lakukan. Mengenai anak, aku yakin kau oasti sangat terkejut."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wings On The Bird (COMPLETED)
RomanceBagiku, pernikahan adalah hal yang paling menakutkan. Bagaimana bisa kau hidup selama berpuluh-puluh tahun dengan orang yang sama tanpa merasa jenuh atau kau bahkan bertahan selama itu untuk tidak membuat kesalahan yang membuat pasanganmu terluka? B...