Eleven - Love?

4.3K 436 8
                                    

Aku tak ingat terakhir kali kapan aku percaya bahwa santa claus itu ada, sepertinya setelah Mom meninggalkanku di malam natal, aku tidak pernah berharap pada santa claus untuk mewujudkan harapan ku.

Sekarang aku disini, di pintu masuk Universal Studio California, kami telah menempuh 5 jam perjalanan udara dengan private jet milik Cloud, untungnya California memiliki perbedaan waktu 3 jam dengan New York, kami sampai sini pukul 3 sore waktu New York, namun jam 12 siang waktu San Fransisco.

Tangan Cloud tak pernah lepas dari awal kami menginjakan kaki disini, matahari sangat terik menyinari kami.

Kami sudah menaiki bus untuk tur keliling-liling studio yang dipakai untuk syuting. Ada deretan mobil-mobil yang digunakan oleh fast & furious, kami dipertontonkan bagaimana efek ledakan itu dibuat, ada juga mobil yang terhempas di udara, serta efek lainnya seperti hujan, banjir bandang, dan gempa bumi.

Ada juga setting kota di film 'war of world' yang dimainkan oleh Tom Cruise, berikut dengan bangkai pesawat sungguhan yang masih berasap.

Aku memandang Cloud, dia begitu bahagia hari ini, kulihat dia terus tersenyum, bahkan dia tertawa. Hal yang tak pernah ku lihat di kantor.

Dua jam sudah kami tur keliling, kami berputar putar untuk mencoba beberapa wahana sebelum ke hotel.

"Cloud, kita lomba lari!" Kataku menantangnya. "Kalau aku yang duluan sampai, kita naik roller coaster tapi kau tak boleh teriak."

"Siapa takut!" Katanya padaku.

Kami bagaikan muda-mudi yang sedang asik pacaran.

"1...." kulihat dia bersiap. "2..." aku langsung lari kencang menuju ke arah wahana roller coaster, namun sial! Cloud dapat menyusulku dan sampai duluan disana.

Dia bersandar di tempat antrian menuju roller coaster, menungguku yang masih berlari dengan nafas tersengal-sengal.

"Aku tidak perlu curang untuk menang." Katanya saat aku sampai.

Aku langsung melompat mengalungkan tanganku padanya. "Aku lelah..." kataku dengan napas memburu.

Dia tertawa, memeluk pinggangku mendekatkan padanya. "Apa sebaiknya kita pulang ke hotel?"

Aku melihat ke arahnya, memicingkan mata. "Kau berpikiran mesum ya?"

Dia tertawa. "Kau yang berpikiran mesum! Bahkan aku masih punya surprise untukmu."

"Oh Tuhan, apa lagi? Apa ini malam natal? Aku seperti banyak mendapat hadiah." Ucapku padanya.

Dia mengecup bibirku cepat. "Kau tidak perlu malam natal untuk mendapatkan hadiah jika menjadi istriku."

Ya, apa yang dia katakan benar. Aku merasakan sebulan lebih menjadi istrinya dan tiap hari selalu menjadi kejutan untukku. Setiap hari bersamanya adalah special, berarti.

Aku menatap matanya, dia adalah apa yang aku cari selama ini, dia adalah apa yang aku tunggu, dia adalah harapan untukku.

Aku mengecupnya. "Satu" cup!

"Dua." Cup!

"Tiga." Cup!

Dia tersenyum padaku, tanganku beralih ke pipinya. "Ayo kita ke hotel." Bisikku, dia tersenyum dan mencubit pelan pipi ku.

Kami menuju hotel, hal yang jarang terjadi adalah kami hanya pergi berdua, tanpa Barret ataupun Tifa. Kami menaiki lift, menuju kamar.

Kubuka pintu kamar kayu hotel, dalamnya berwarna putih berlis coklat. Kamar ini cukup besar, ada living room dilengkapi dengan TV, di belakangnya kasur king size yang menghadap ke arah TV, di samping sofa ada pintu kaca besar, Pegawai hotel menaruh barang-barang ku di dekat sofa dan hilang dibalik pintu setelah Cloud memberi tips.

The Wings On The Bird (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang