Matahari bersinar cerah di pagi yang bersejarah ini, terlihat dari jendela kamar burung-burung berkicau ria, hatiku bergemuruh kencang.
Aku duduk di kursi sofa kamar Cloud di rumah kakeknya. Mengenakan gaun putih satin panjang, dengan halter neck yang membuat punggung terekspos. Wajahku sudah selesai dipoles sederhana namun cukup membuatku takjub dengan hasilnya, rambut panjangku digelung ke atas.
Ingatan kembali kepada masa-masa itu, hari dimana aku menunggunya, namun dia tak pernah datang, dia benar-benar meninggalkanku. Masih teringat jelas akan masa-masa itu, membuat jantungku bertalu-talu. Apakah hari ini aku akan menikah? Apakah Cloud akan menungguku di Altar? Apakah akan sama dengan tiga tahun yang lalu?
Pintu kamar diketuk pelan dari luar, aku mendongakkan wajahku, ku lihat wajah Dad menyembul dibalik pintu. Dia berjalan ke arahku.
"Kau sangat cantik, Hazel." Katanya kagum.
"Apakah semua baik-baik saja?"
Dad tersenyum duduk di sebelahku. "Lebih dari baik, sayang. Waktunya telah tiba, Cloud menunggumu."
Apa benar Cloud menungguku? Apa aku akan benar-benar menikah? Dad bangun dari tempat duduknya, dia menyiapkan tangannya untuk ku kaitkan dengan lenganku. Namun pertanyaan itu selalu menghantui pikiranku.
Kami keluar pintu dan menuruni tangga, menuju halaman belakang yang luas, ku dengar suara alunan piano begitu indah, berubah menjadi lagu can't help falling in love, yang ku tahu adalah tanda untuk aku melangkah menuju Altar.
"Dad, jangan sampai aku terjatuh."
Dia mengelus jemariku yang memegang erat lengan nya. "Tidak akan kubiarkan."
Kami berjalan perlahan-lahan, suara yang tadinya sunyi senyap mulai terdengar suara orang-orang berbisik saat aku muncul di pintu taman, aku masih menunduk, gugup, dan berusaha membenahi jantungku yang berdetak cepat.
Namun, ku coba beranikan diri menatap ke depan, ku lihat disana ada seorang yang tampan, lebih tampan dari biasanya, menggunakan jas hitam, rambutnya lebih rapi dari biasanya dan dia mencukur kumisnya. Membuatnya tampak lebih muda.
Rasanya aku ingin menangis saat ini juga, dia menungguku, dia tidak pergi, dia ada disana. Cloud. Aku tersenyum haru padanya, kulihat dia tersenyum juga padaku. Ya, senyum yang sangat indah. Senyum yang para wanita dambakan dan bicarakan. Melihatnya seperti membuatku melupakan apa yang terus kupikirkan sejak tadi, pikiran buruk seakan sirna saat aku melihat dia tepat berdiri didepanku.
Aku sampai di penghujung jalanku, Dad memberikan tanganku kepada Cloud, lalu dia menepuk pelan bahu Cloud dan kesamping untuk duduk bersama para tamu.
Cloud meraih tanganku, dia melihat kearahku tersenyum. Lalu kami berbalik menuju pendeta, dia mengucapkan sumpah kami dengan lancar, setelah itu menunggu jawaban dari Cloud.
"I do." Katanya tegas.
Sekarang giliranku. "I do." Kataku mantap.
Selesai itu, kami harus berciuman didepan banyak orang. Cloud meraih pinggangku dan memutarku ke hadapannya, dia melihatku dengan intens. "Kau sangat cantik." Katanya pelan menyerupai bisikan.
Kata-kata itu berefek memabukkan untukku, aku seperti melayang-layang di udara yang bersih, lalu sesuatu yang lembut menyentuh bibirku, menciumku dengan lembut, perlahan, dan membuatku terbuai olehnya. Tak terasa air mata jatuh dari sudut mataku. Aku tidak mau ini berakhir, aku menyukainya.
Namun, tepukan tangan yang meriah membuat mataku terbuka sekaligus kehilangan bibirnya. Wajahku seperti tak rela untuk kehilangan hal itu. Cloud tersenyum jahil ke arahku.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Wings On The Bird (COMPLETED)
RomanceBagiku, pernikahan adalah hal yang paling menakutkan. Bagaimana bisa kau hidup selama berpuluh-puluh tahun dengan orang yang sama tanpa merasa jenuh atau kau bahkan bertahan selama itu untuk tidak membuat kesalahan yang membuat pasanganmu terluka? B...