01 | TRY ME

933 93 202
                                    

Delapan tahun lalu, dalam ruang kelas tingkat satu, Sekolah Menengah Pertama, "Hwasa, Maria Hwasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Delapan tahun lalu, dalam ruang kelas tingkat satu, Sekolah Menengah Pertama, "Hwasa, Maria Hwasa." Gadis berkulit tan menyinggungkan senyumnya.

Sebuah awal yang cukup baik, untuk keburukan berikutnya.

"Hwasa, ada yang mencarimu." Seorang gadis bernama Soorin menepuk pundaknya, lalu menunjuk ke ambang pintu.

"Siapa?"

"Namanya Sungwon, dari tingkat dua," jawaban Soorin kemudian mengantar Hwasa menghampiri seseorang bernama Sungwon, yang menurutnya seorang Siswa, bukan Siswi.

"Kau mencariku?" Hwasa berdiri tepat di ambang pintu kelasnya, berhadapan dengan seseorang yang mungkin bernama Sungwon.

"A—ah, benar."

Apa kata Hwasa, Siswa.

Hwasa tak lagi berbicara setelah itu, hanya menatap tajam manik mata Sungwon yang tampak gugup—terlihat dari keringat mengucur deras membasahi pelipisnya.

"A—aku ingin meminta nomormu," ungkapnya, yang sangat mengganggu Hwasa.

"Lebih baik aku kembali, pelajaran akan segera dimulai." Hwasa membungkukkan badan, lalu kembali masuk ke dalam kelas, duduk di bangku dan melanjutkan makan.

Sepersekon berikutnya, Sungwon tak lagi terlihat, mungkin ia sudah kembali. Seketika itu juga, Soorin mendengar pembicaraan beberapa murid dalam kelas.

"Ini baru masuk bulan kedua dan dia sudah membuat para Senior menghampiri kelas kita."

"Apa dia menolak memberi nomornya lagi? Ha! Sungguh menjijikkan."

"Sok jual mahal!"

"Berbisik sekalipun, kami masih bisa mendengarnya!" Soorin sedikit meninggikan nada bicara pun berhasil membuat beberapa dari mereka berhenti berbisik, seraya menundukkan kepala. "Kalau takut padamu, kenapa mereka masih bersikap konyol begitu?" lanjutnya.

"Sudahlah, jangan menghabiskan tenaga untuk membantuku. Kamu tidak ingin bergabung dengan mereka saja?" Pertanyaan Hwasa kali ini membuat lautan magma di kepala Soorin membuncah dan berakhir dengan pukulan pada puncak kepalanya.

"ADUH!" pekik Hwasa.

"Sudah kubilang, jangan bicara sembarangan!" peringatan dari Soorin, cukup jelas bagi Hwasa yang masih setia dengan senyumannya.

Pagi berikutnya, saat jam pelajaran olahraga berlangsung. Masih di tahun yang sama, tahun pertama Sekolah Menengah Atas, namun dengan rintangan yang makin menghantam dada.

"Hwasa, kamu tidak ingin meminta keringanan supaya tidak melakukan ujian lari?" tanya Soorin dengan air muka cemas.

Hwasa mengernyit, "memangnya ada apa, Soorin?"

"Ada Kak Seohee di sana."

"Aku tidak peduli." Hwasa hendak melangkahkan kaki, namun pergerakannya kalah sigap dengan Soorin yang terlebih dahulu menahan lengannya. "Soorin, aku tidak boleh meninggalkan kewajibanku, apapun rintangannya." lanjutnya.

Bless by Street | HWASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang