19 | REMINDER

144 35 18
                                    

Tiada henti jemari Hwasa memainkan batang nikotin, memutar-mutar ujungnya dengan sisa gigitan kecil, sesekali ia sesap sedalam mungkin dengan pembuangan yang bisa dibilang jauh dari kata sebanding dari sesapan awal

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tiada henti jemari Hwasa memainkan batang nikotin, memutar-mutar ujungnya dengan sisa gigitan kecil, sesekali ia sesap sedalam mungkin dengan pembuangan yang bisa dibilang jauh dari kata sebanding dari sesapan awal.

Jimin mencuri-curi pandang, takut Hwasa akan menerkam jika tertangkap basah sedang memandanginya terang-terangan. Sialnya, Jimin merasakan bulu romanya berdiri sedari awal waktu jaganya akan wanita bertubuh biola ini.

Setelah memantapkan pikirnya terhadap Hwasa yang sedang membiarkan akalnya berkeliaran, tanpa sengaja Jimin berdecak, kemudian netranya membola saat menyadari perbuatannya.

Jimin berdeham setelahnya, "tenggorokanku, kenapa kering sekali, ya?" tanyamya pada diri sendiri dengan suara yang sengaja dilantangkan.

"Aku tahu kamu memperhatikanku, Jimin." Hwasa kembali menyesap batan nikotin dengan air muka datar.

Setengah mati Jimin memompa jantungnya agar tidak berhenti saat ini juga. Pasalnya, ia hanya bisa mencegah Hwasa dari mode merajuk. Dan percayalah, Percayalah, tidak ada yang mampu mengatasi Hwasa, kecuali Wheein atau V.

"H—Hwasa .... "

"Apa?"

"Aku belum menyelesaikan kalimatku!" protes Jimin, "ada baiknya kamu meliburkan diri dari batan nikotin terlebih dahulu," lanjutnya.

Hwasa mengangkat satu alisnya, lalu melempar pandang pada Jimin yang sedang menatapnya lekat-lekat, "kenapa tiba-tiba?"

"Bukan apa-apa, kamu baru saja keluar dari rumah sakit."

"Lalu apa hubungan masuknya aku ke rumah sakit dengan batang nikotin?"

"Bukan begitu, hanya saja asap yang keluar dari mulutmu itu, persis seperti kereta uap."

Hwasa diam, kembali ia menyesap batang nikotinnya dan kali ini lebih dalam. Karena gemas, Jimin mengambil paksa batang nikotin milik Hwasa, langsung dari bibir yang hampir menghitam sempurna.

Anehnya, Hwasa masih saja diam, tanpa sedikit saja menggerakkan netranya ke arah Jimin yang sedang kebingungan.

"Kamu tidak marah?" tanya Jimin, sembari menyesap batang nikotin dengan bekas gigit mungil di ujungnya.

Hwasa menoleh, memincingkan matanya. "Kamu berniat menciumku?"

Netra Jimin membola."APA?" ia menjeda, "aku tahu kamu kesal denganku, tapi apa kamu benar-benar ingin aku dibunuh oleh dua lelaki buas di dalam sana?" tanya Jimin, sembari menunjuk-nunjuk ke arah dalam Rumah Tato.

"Lihat, kamu mengambil batang nikotinku dan menyesapnya. Kalau tidak berniat menciumku, lalu apa?" goda Hwasa, masih dengan air muka datar.

"Jangan bercanda, ini hal biasa!"

"Benar, 'kan? Buktinya kamu tidak mengelak, sama sekali!"

"Kamu—" katanya terputus, setelah mendapati Hwasa yang tidak mampu menahan senyumnya.

Betapa bodohnya Jimin kali ini, baru menyadari bahwa dirinya sedang digoda oleh wanita dengan wajah penuh ruam. Memang, bukan main! batinnya.

"Kalau begitu, kemarikan bibirmu!" titah Jimin, sembari melempar batang nikotinnya sembarangan.

Sedemikian terkejutnya Hwasa mendengar perkataan Jimin, juga pergerakan tubunya makin lama semakin mendekat dengan salah satu tangannya yang menarik tengkuknya.

"Kamu, benar-benar!" gerutu Jimin, makin mendekatkan wajahnya pada Hwasa.

"Jangan macam-macam, Jimin!" pekik Hwasa, sesekali coba mendorong dada bidang Jimin yang ternyata percuma, sebab Jimin jauh lebih kuat.

"V, Jungkook! Jimin coba mencium Hwasa!"

Baiklah, itu tadi Wheein yang melapor pada dua lelaki buas, setelah terkejut melihat adegan tidak senonoh di hadapannya—sekalipun ia paham betul Jimin sedang coba menggoda Hwasa.

Sekonyong-konyong meneganglah tubuh Jimin, dengan V dan juga Jungkook yang kewalahan mempresisikan tubuhnya dengan netra yang mengisyaratkan kematian, sambil berlari secepat mungkin.

"Baiklah, aku yang akan masuk rumah sakit kali ini," tutur Jimin asal, membuahkan senyum penuh ledekan dari Wheein. Tidak dengan Hwasa yang masih sibuk mencerna situasi saat ini.

Selang beberapa detik kemudian, hilang sudah tubuh Jimin dari pandangan Hwasa dan juga Wheein, akibat tubuh kekar kedua lelaki buas yang menghalangi.

Lengan kekar Jungkook yang sibuk menjepit leher Jimin, pun V sibuk menindihi tubuh Jimin sembari memukul pelan puncak kepala lelaki berbibir tebal tersebut.

Tiada henti Jimin meronta, sesekali terdengar tawa serempak ketiganya yang menular pada Wheein juga Hwasa.

"Ampun tidak?" tanya V pada Jimin tak mampu membuka matanya.

"Sepertinya dia ketagihan, V!" sahut Jungkook asal.

"Sepertinya," V menjeda, "jangan coba-coba mencuri ciuman lagi, mengerti?" lanjut V dengan netranya yang membola, sekalipun ia mengetahui bahwa Jimin tidak mampu membuka netra demi menahan tawanya.

"Habisi Jimin!" titah Hwasa, yang kemudian berhasil membuat Jimin membuka matanya selebar yang ia bisa.

Jungkook kembali melempar pandangnya pada V, seakan memberi isyarat. "Siap?" tanya-nya.

"Selalu siap!" jawab V mantab, dengan ujung bibir sebelah kiri yang terangkat.

"Aku—" ucap Jimin terputus, dengan pergerakan Jungkook dan V, "AAAAAA!" pekiknya.

Gelak tawa kembali pecah, sedemikian nikmat terdengar bagi para manusia dengan jiwa yang terpisah dari raga akibat menyandang beban tiada tara, pun menyayat-nyayat urat bahagia bersama heningnya malam.

Tak satupun dari mereka sanggup hati menghentikan kegiatan para jiwa-jiwa mulia dengan raga yang tak pernah rela membiarkan keduanya terpisah jauh ditelan gelapnya lara. Juga urat-urat dalam kepala, sering kali mengingatkan akan kehidupan fana, tak seharusnya dihabiskan dengan duka, pun sebaliknya.

Terkadang, salah satu dari mereka yang melintas pun tertegun, merasa dirinya tak pernah menikmati indahnya fana, walau sejujurnya mengerti; sirna akan selalu saja menelan segala bentuk dari rasa, entah itu indah atau duka.

Kemudian, tatapan salah satunya menarik urat sadar Hwasa. Kepalanya kembali berputar demi meyadari segala yang telah menghantam dirinya pun para sahabatnya. Segera ia melempar pandang, menatap keempatnya dengan tatap hangat miliknya.

Aku menyadari dan menyesali keterlenaanku akan arus gelap yang sejatinya coba menegur, namun duka selalu saja menimpa lapisan-lapisan bahagiaku. Aku melupakan letak bahagia, pada keempat kawan hidup yang membuatku mencintai segala lika-liku kehidupan, bantin Hwasa dengan senyuman tak kunjung pudar.











TBC
Mari kita nikmati hidup yang selalu saja berpindah antara suka pun duka, bersedih dan berbahagialah secukupnya. Kitalah pengatur rasa, jangan biarkan rasa melenakan kita. Kita semua mulia walau hal buruk coba menyentuh keindahan yang kita punya. Jangan menyerah, terus berbangga hati pada diri kita. Aku cinta kalian!♥︎

Maafkan Nebula yang lama menghilang T^T
Salam dari Nebula

Bless by Street | HWASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang