03 | DISCARDED PT.2

457 79 203
                                    

Beberapa tahun lalu, gadis tingkat dua menengah atas tampak gugup saat hendak memasuki halaman rumahnya sendiri

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Beberapa tahun lalu, gadis tingkat dua menengah atas tampak gugup saat hendak memasuki halaman rumahnya sendiri. Entah apa yang sedang menunggunya di balik pintu kayu itu, dirasa kedua kakinya kaku. Jangankan untuk melangkah, bergerak satu senti saja ia tak mampu. Keringat dingin membasahi beberapa bagian wajah, hingga poni yang semula tertata rapih kini bersekat akibat saling berkelompok.

Gagang pintu yang sedari tadi di pandangnya kini bergerak, memutar ke arah kiri. Tak lama setelahnya, sosok laki-laki berkulit tan muncul dari balik sana.

"Kakak tiidak perlu masuk!" titahnya.

"Aku akan baik-baik saja."

"Bohong! kamu bahkan berkeringat." Kini kedua tangan kekar milik laki-laki itu membasuh keringat yang mengucur deras di pelipisnya.

"Percay—"

"Aku selalu percaya padamu. Aku hanya tidak ingin kehilanganmu!" Pria itu menjeda, sambil membuang napas kasar. "Mereka sedang kambuh," lanjutnya.

Gadis ini tersenyum, mengelus sebentar puncak kepala laki-laki yang lebih tinggi darinya, lalu menerobos masuk ke dalam rumah.

"Ini dia anak yang tidak tahu diri!" Suara wanita paruh baya menggema memenuhi seluruh rumah, "dari mana saja, Maria Hwasa?"

"Aku mengikuti kelas tam—"

"Lihat, berbohong lagi!" tukas wanita tersebut.

"Aku tidak berbohong, Ma."

"Siapa yang sudi berteman dengan anak sepertimu? Bahkan sejak Sekolah Menengah Pertama, tidak ada yang sudi berteman denganmu, bukan begitu?" Kali ini giliran pria paruh baya yang buka suara, lalu menyeruput kopinya.

"Aku masih tidak mengerti, kenapa aku harus melahirkanmu lebih dulu?"

"Maksudmu apa, Sayang?"

"Iya, kalau saja aku melahirkan Hyujae terlebih dahulu, kita bisa hentikan proses pembuatan produk gagal itu, 'kan?" tegas sang istri, sembari menunjuk kearah Hwasa yang masih mematung.

"Aku sudah menyadari bahwa dia produk gagal semenjak kamu yang hampir meninggal saat melahirkannya."

"Betul, Sayang. Lebih baik kamu cepat keluar dari sini, kita sudah benar-benar muak denganmu, anak tidak tahu diri dan tidak bisa diatur!"

Menurut Hwasa ini sudah keterlaluan. Bagaimana bisa orang tua berkata seperti itu pada anak mereka sendiri? pikirnya. Dengan pukulan yang cukup mantap pada dada, sesegera mungkin ia melesat pergi dari hadapan kedua orang tuanya.

"Lihatlah anak pembangkang itu, dari dulu tidak pernah menuruti perintah. Aku sangat menyesal harus membuang semua uangku untuknya." Perkataan sang suami ini disetujui oleh sang istri, terbukti dari anggukan tegasnya.

Tak lama, Hwasa kembali dengan membawa satu koper besar, penuh barang-barang miliknya. Mata sepasang suami istri itu membola, melihat pergerakan anak gadisnya.

Bless by Street | HWASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang