05 | FRIEND OF PAIN

385 66 161
                                    

"V!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"V!"

Alih-alih tak mendengar panggilan untuknya, V membelakangi wanita yang sedari tadi memanggilnya dan sibuk mengelap botol-botol minuman, yang tak berdebu.

Bar baru saja buka dan wanita itu sudah menunggu di depan, bahkan sejak V belum datang. Gigih sekali rupanya, pikir V.

"Aku tahu kamu mendengarku. Musik belum dinyalakan, penyanyi bar itu juga belum memulai pertunjukannya. Jadi, tidak mungkin suaraku tidak terdengar!" rengek wanita itu, sembari mengusap lengan kurusnya.

Mengingat soal penyanyi bar, Wheein memang belum datang. Padahal, biasanya ia sampai tempat kerja lebih dulu daripada V.

"V!" rengek wanita itu, lagi.

V berbalik, seraya mencondongkan tubuhnya, "apa yang kamu inginkan?" tanya V dengan penuh ketidakantusiasan.

"Kamu bercanda?"

V mengerutkan alisnya, "maksudmu?"

"Tentu aku menginginkanmu!" lanjutnya, diiringi decakan V.

V menjauhkan tubuhnya, meletakkan kedua tangan di meja bar untuk membopong tubuh. Otaknya kembali berputar pada Wheein yang belum juga datang, padahal jam kerja sudah dimulai.

Setiap ada kesempatan, V selalu memanfaatkan untuk menghubungi Wheein, dan ini sudah panggilan kedua puluh dari V yang tak membuahkan hasil. Kata salah satu rekan kerjanya, Wheein sempat menghubungi atasan untuk izin tak masuk kerja. Namun, sahabatnya itu belum juga menjawab panggilan darinya.

V berdecak. "Bahkan ini sudah setengah dari waktu kerja. Ke mana perginya?" Tentu saja V resah. Sahabat yang selalu bersamanya setiap hari, kini menghilang. Sedang Wheein bukan tipe orang yang rela meninggalkan pekerjaan demi alasan sepele.

"Ah, benar juga!" V kembali berkutat pada ponselnya setelah melamun beberapa saat.

***


Malam hari, berjalan kaki ditemani suara geretan roda koper yang besar pun sesak. Membuatnya tak habis pikir dengan lucunya kehidupan yang mampu mengoyak-ngoyak rasa serta rencana yang sudah ia matangkan dari jauh hari.

Ia sama sekali tak menangis semenjak kejadian tadi, ia hanya ingin cepat-cepat menaruh koper, lalu beristirahat agar besok dapat kembali bekerja.

Langkahnya terhenti, ketika ia sampai di depan pintu kayu yang familier baginya. Kemudian, tampak wanita berkulit tan, sibuk dengan papan kecil bertuliskan: BUKA/TUTUP.

Wanita tersebut menyadari keberadannya, dengan sigap berlari dan berhambur memeluknya. "Merindukanku? Kamu datang lebih awal! Di mana V?" pertanyaan Hwasa tak dijawab oleh lawan bicaranya.

"Wheein?" panggilnya lagi, lalu manik matanya tertuju pada koper Wheein yang besar dan terlihat sesak, seperti akan meledak.

Hwasa yang sedikit mengerti, langsung menarik lengan sahabatnya, masuk ke dalam dan mendudukkan Wheein di sofa tunggu.

Bless by Street | HWASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang