Hani 8

9.1K 784 92
                                    

Bahagia seperlunya, karena kita tak tahu setelah terlalu bahagia itu bagaimana.

Menonton film malam ini terasa begitu hangat di dekat mas Dion tak seperti biasanya yang dingin dan sangat cuek denganku.

Mulai dari berangkat dari tempat kost hingga di dalam bioskop, mas Dion tak melepaskan genggaman tangannya pada tanganku.

Perhatian nya yang tak seperti biasanya, jika biasanya hanya dengan tindakan tanpa ada ucapan yang mampu membuat dadaku berdesir, kali ini setiap sentuhan dan perkataan mas Dion mampu membuatku ingin melayang di tumpukan bunga-bunga yang bermekaran.

Hingga di saat mas Dion mengantarkan ku pulang ke tempat kos, kali pertama nya mas Dion mengecup keningku.

"Cepet tidur jangan mainan hape"

Pesanya dengan mengusap kepalaku, dan tentunya dengan senyum lebar yang sedari di dalam bioskop saat tiba-tiba mas Dion membawa kepalaku untuk bersandar di bahunya tak pernah luntur.

Hanya bisa mengguk, dan masuk kedalam kost, sedangkan mas Dion masih berdiri di depan gerbang menungguku sampai naik kelantai dua.

Tetapi pagi ini, kebahagiaan ku itu tiba-tiba menghilang ketika kekacauan di luar kamar kos membuatku berlari ke kamar sebelah ku, kamar milik Riska, sahabatku selama ini di kos.

Riska di temukan oleh mbak Tami yang sudah tak bernyawa, dengan menyayat pergelangan tangannya hingga kehilangan banyak darah, bahkan darah yang mengalir di lantai itu pun sudah mengering.

"Mbak itu Riska kenapa?"

Tangisku sudah tak bisa kubendung lagi, seakan aku tak percaya jika Riska nekat melakukan hal yang di larang agama.

Memang satu minggu ini Riska bercerita tentang seseorang senior kami yang telah dekat denganya, tetapi Riska tak sampai tuntas menjelaskan seberapa dalam kedekatan mereka.

Yang kini membuatku semakin merasa bersalah adalah saat kemarin Riska ingin bercerita dengan ku, tetapi kedatangan teman sekelas ku yang ingin mengerjakan tugas kelompok.

Ditambah semalam aku menghabiskan waktu ku dengan mas Dion, dan sepuluh dari nonton film, donat yang sengaja ku pilih saat di belikan mas Dion untuk oleh-oleh Riska belum sampai kuberikan, karena saat ku ketuk pintu kamar milik Riska tak di buka.

Masih dengan menangis, bahkan tanganku bergetar hebat, polisi telah tiba kini lantai dua tempat kos ku telah ramai warga.

Kuhubungi mas Dion, aku tak tahu harus menghubungi siapa, karena namanya saja yang ada dalam otaku kali ini.

Kami semua penghuni kost sangat histeris, terlebih aku yang merupakan paling dekat dengan Riska.

"Mas, mas Dion tolong ke kos"

Antara menangis dan ingin berucap apa aku terlalu bingung, bahkan rasa pusing di kepala ku tiba-tiba begitu berat.

"Han kenapa? Kamu nangis?"

Terakhir kali kudengar suara mas Dion dan setelahnya aku tak lagi ingat.

Hingga rasa sakit di kepala masih kurasakan tapi kini saat kubuka mata, aku telah terbaring di ranjang kamar kos miliku, dan mas Dion duduk di sisi samping ranjang ku.

"Mas, Riska"

"Sstt, minum dulu"

Mas Dion membantu ku untuk duduk kemudian memberiku segelas air minum.

Pintu kamarku terbuka, suara ramai orang di luar kamar terdengar sangat jelas.

Seorang polisi berdiri di depan pintu kamarku, kemudian berjalan masuk.

Jodoh Warisan (Terbit E-book) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang