Hani 10

10.5K 833 88
                                    

Tinggal satu rumah dengan laki-laki yang sudah di patenkan menjadi suamimu kelak di masa depan.

Laki-laki yang membuat ku menutup hati pada semua lelaki yang berusaha mendekati ku, dan hanya membuka untuk dirinya, untuk satu orang yang bernama Kendion.

Kamar yang kemarin hanya di buat untuk gudang, kini telah di sulap menjadi kamar pribadi ku, ranjang baru, meja belajar, serta almari dan meja rias wanita pun kini telah tertata di dalam kamar baru ku.

Siapa sangka saat malam hari yang kukira aku akan berani tinggal di kamar ku yang berada di lantai dua, hanya seorang diri tiba-tiba menjadi parno ketika ada suara benda terjatuh begitu keras.

Berawal mengirimkan pesan pada teman-teman ku mencoba mencari teman mengobrol agar bisa teralihkan dari rasa takut, tetapi semakin lama semakin berpikir hal yang tidak-tidak.

Tetapi pesan yang kukirimkan pada mas Dion, yang juga bermaksud agar menemaniku untuk mengobrol di ruang chat, ternyata berbeda respon dengan para temanku.

Tak ada setengah jam di tengah malam, setelah kukirimkan pesan pendek pada mas Dion, tiba-tiba dirinya muncul di depan kos ku dan bersama penjaga kos menuju kamarku, memintaku membereskan barang-barang ku untuk di bawa menginap di rumah nya.

Pagi hari aku kembali absen masuk kelas, begitu juga dengan mas Dion yang izin tak masuk kantor, berdua kami membereskan isi rumah, lebih tepatnya membersihkan kamar yang kini telah kami sulap menjadi kamar pribadi ku.

Tok,tok,tok

Ketukan tiga kali pada pintu kamar baruku, membuatku untuk segera beranjak dari kursi tempat ku menyisir rambut setelah selesai sholat magrib.

"Mas Dion mau kemana?"

Terlihat mas Dion sudah mengenakan jaket kulitnya, tanda jika dirinya akan pergi.

"Makan, bawa jaket"

Jawaban singkat nya yang berarti mengajaku makan malam, dan memintaku memakai jaket, memang kini aku telah terbiasa dengan bahasa mas Dion yang singkat-singkat itu.

Segera ku ambil tali rambut serta jaketku, kemudian segera berlari keluar rumah menyusul mas Dion yang sudah di atas motor matic nya.

Jangan kira seorang mas Dion yang tinggi badan menjulang, dengan aura dingin seorang pria akan mengendarai motor besar, itu salah besar, dia lebih memilih menaiki skuter.

Mengambil helm yang berada di kursi teras, dekat dengan rak sepatu, kali ini aku harus lebih tanggap dan cekatan sebelum mendapatkan kata-kata ketus dari seorang Kendion.

Tujuan makan malam kami kali ini adalah sebuah warung tenda, yang menyuguhkan bakmi jawa, tak jauh dari perumahan tempat kami tinggal.

Menunggu makanan datang, mas Dion terlihat menghubungi seseorang, yang kurasa orang ini usianya lebih tua dari nya, karena dari bahasa yang digunakan begitu sopan.

Melihat ku yang terlihat penasaran dan ikut menyimak apa yang mas Dion bicarakan, membuat dirinya keluar dari tenda untuk melanjutkan obrolan nya.

"Bikin tambah kepo aja, dasar kulkas"

Menunggu pesanan yang begitu lama karena memang antrian yang cukup banyak, serta lupa untuk mengambil ponselku yang sedang kuisi daya, membuat ku hanya bisa memainkan sendok yang berada dalam gelas minuman ku.

Hingga pesanan kami terhidang di meja mas Dion masih belum kembali, tanpa menunggu nya lebih dulu kusantap bakmi yang kini masih terlihat asap yang mengepul.

"Besok papa sama mama kamu datang"

Tiba-tiba mas Dion duduk di depan ku, menikmati bakmi miliknya.

"Kok enggak bilang ke Hani?"

"Ada acara apa memangnya mas?"

"Pagi, siang, sore apa malam datang nya?"

Pertanyaan demi pertanyaan ku tak ada yang di jawab mas Dion, dia lebih memilih menikmati makanan yang berada di depannya.

"Ada apa ya mama sama papa kesini? Apa mau ke tempat kak Harvey, tapi kan kak Harvey udah mau pindah ke Kendari"

Pikiranku berkecamuk tentang kehadiran dadakan kedua orangtuaku, dan tanpa memberiku kabar, serta yang lebih menjengkelkan nya adalah laki-laki di depanku ini enggan menjawab pertanyaan ku.

Semakin membuatku penasaran, hingga aku lupa untuk segera menyelesaikan makan malam ku.

"Malah bengong, cepetan makan nya"

Bakmi dalam piring milik mas Dion telah lebih dulu habis, padahal aku yang dulu memulai makan nya.

"Kamu mau tetap tinggal di rumah mas, apa pindah di kontrakan Anisa?''

Seketika membuat nafsu makanku lenyap, siang tadi aku telah merasa senang karena di belikan nya perabotan baru untuk kamar pribadi ku, tetapi pertanyaan nya malam ini seakan ingin mengusir ku dari rumah nya.

"Kalau mau tetap di rumah mas, ya besok itu orang tua kita harus kesini"

Begitu kaget nya membuat ku tersedak minuman yang sedang ku minum, hingga hidung ku pun terasa panas, air mata ku keluar, dan batuk.

"Nih, hati-hati dong minumnya, bocah"

Memberikan ku tisu, serta memijit tengkuk leherku pelan.

"Apa mesti pindah ke kontrakan mbak Anisa aja ya, kalau pindah tempat lain pasti enggak di bolehin sama si Dion, tapi kalau tetap di rumah nya dan orang tua kita datang itu berarti besok kita di nikahin dong"

Ingin rasanya aku berteriak, tentang isi hatiku, tapi semua itu seakan memang di haruskan untuk ku tapi aku pun juga tak menolaknya untuk di nikahkan dengan mas Dion, hanya saja jangan sekarang ini terlalu dini.

"Dinikahi mas Dion? Ohh tidak, tidak nolak maksud nya tapi ya jangan sekarang, aku masih ingin bebas"

"Ayo pulang"

Mas Dion mengajaku berdiri untuk kembali kerumahnya.

Setelah membayar tagihan makan kami, kemudian keluar kedai menuju dimana motor kamu berada.

"Mas kita di nikahin ya?"

Mas Dion yang hendak memakai helm nya, terkejut dan seketika meletakkan kembali helm nya.




Tbc

Jodoh Warisan (Terbit E-book) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang