Hani 9

9.4K 752 49
                                    

Kembali ke tempat kost, kamar milik Riska masih tertutup dengan garis polisi.

Mas Dion pamit ke kantor saat aku sudah masuk kedalam kamar, para wartawan masih banyak yang berkeliaran di depan tempat kos, bahkan ada beberapa yang sedang berbincang dengan ibu kos.

Aku sendiri lebih memilih bersembunyi kedalam kamar dari pada harus di tanya ini itu dan pasti akan mengingat sosok Riska, dan pastinya aku akan kembali bersedih.

Absen kembali tak ke kampus, ponsel yang sejak kemarin di bawa oleh mas Dion sudah kembali ketanganku saat tadi kami mengobrol di ruang tengah, rumah miliknya.

Entah kenapa saat kemarin aku bersedih, mas Dion begitu hangat selalu berada di samping ku, tapi pagi ini sifat dinginya kembali muncul, yang berbicara singkat, kadang tak menjawab bahkan tak memandangku saat berbicara.

Makan siang di bawakan para gengku di kampus, sahabatku yang merupakan para anak cewek kelas teknik sipil.

Kembali ku ingat Riska, ketika aku harus bercerita tentang kejadian kemarin pagi kepada para sahabat ku.

Terbawa haru karena tangisanku, membuat semuanya ikut menangis.

"Sekarang cukup kita doakan Riska"

Kami berempat yang merupakan mahasiswi teknik sipil, tentunya makhluk minoritas di fakultas membuat kami cukup di kenal di kalangan mahasiswa lainya, maka dari itu Riska yang dekat dengan ku yang terkadang datang ke kelasku pun membuat dirinya ikut di kenal banyak orang dan berita tentang meninggalnya kemarin sudah menyebar di seluruh penjuru kampus dengan sebagian berita, Riska sahabat nya Hani.

"Kamu berani nanti tidur sini?"

Benar kata Yuniar, apa aku berani tinggal disini setelah kematian Riska yang tak semestinya di tambah kini penghuni kost lantai dua mulai pindah tempat tinggal.

Tapi kenapa mesti takut, saat malam Riska bunuh diri pun aku juga tidur di kamar ku ini, dan selain itu mesti takut dalam hal apa, Riska sahabat baikku.

Saat sore hari semuanya sudah pamit untuk pulang ke tempat kost masing-masing, dan kini tinggalah aku sendiri, mungkin jika dulu akan bersama Riska tapi kini aku benar-benar sendirian.

Mas Dion mengirimkan pesan jika akan mampir ke kost nanti malam karena masih ada pekerjaan yang harus di selesaikan.

Setelah mandi dan mengganti bajuku, teringat jika tadi pagi pakaian dalam yang kini kumasukan kedalam keranjang kotor ini adalah pemberian mas Dion.

Baru merasakan malu saat ini, sungguh terlambat jika mas Dion itu bukanlah kak Harvey atau papa, laki-laki yang sejak kecil merawatku, tahu ketika aku tumbuh remaja.

"Bodoh kau Han, duh mana mas Dion bener lagi beliin beha sama kancutnya"

Terlalu malu, bagaimana nanti ketika aku bertemu dengan mas Dion.

"Hani"

Seruan panggilan namaku serta ketukan pintu kamar, ternyata ibu kos yang terlihat juga merasakan kesedihan.

"Dalem iya buk"

Kubuka pintu kamar ku lebar, mempersilahkan sang pemilik kost yang aku tempati ini masuk kedalam.

"Kamu berani sendirian di atas? Atau mu pindah juga?"

Kembali pertanyaan yang mempertanyakan keberanian ku,  sungguh aku pun tak ada rasa ketakutan bahkan pikiran untuk pindah tempat tinggal.

"Berani buk, memangnya kenapa sih enggak berani?"

Pasti ibu kos kali ini selain merasakan kesedihan karena kematian Riska, pasti beli juga sedih karena kini semu penghuni kos lantai dua berbondong-bondong pindah dari sini, dan tentunya tempat kos ini pasti nantinya akan masuk daftar blacklist dari para calon penyewa kamar.

"Kamu sendirian loh di atas sini, semuanya sudah pindah dari kemarin"

Tempat kost yang dahulu ini merupakan tempat yang paling lengkap fasilitasnya, paling dekat dengan kampus, super mewah dan tentunya tempat incaran mahasiswa, kini menjadi sepi.

"Kalau mau pindah nggak papa kok nak"

Lanjut beliau, pasti sedih ketika sumber penghasilan yang biasanya selalu mengalir kini tiba-tiba terhenti, yang mana satu lantai yang biasanya sepuluh kamar itu penuh kini tinggal satu yaitu diriku.

"Hani insyaallah tetap disini"

Adzan magrib berkumandang, ibu kos pamit pulang ke kediaman beliau yang berada di gang sebelah dan lebih tepatnya rumah beliau berada di belakang bangunan tempat kos ini.

Kujalankan kewajiban ku sebagai seorang muslim, dan ketika ku akhiri memanjat doa pesan masuk pada ponselku.

[Mau makan apa, mas pulang kantor ke tempat Hani]

Kesurupan setan nya Riska apa ni orang, beberapa hari ini manis banget tingkahnya.

[Terserah mas Dion aja]

Balasan ku telah ku kirim, tapi tiba-tiba rasanya ingin makan bakso dengan sayuran yang melimpah, serta pedas pasti nikmat.

Setengah jam mas Dion telah tiba di tempat kost, karena kejadian Riska dan membuat para polisi yang sedang menjalani penyelidikan serta hanya aku yang menjadi penghuni lantai atas, serta pengakuan mas Dion saat awal aku masuk kesini sebagai waliku, kakak laki-laki ku, membuat ibu kos kini percaya dengan mas Dion dan memberikan kebebasan padanya saat ingin masuk kedalam kamar kost miliku.

Membawa dua bungkus nasi putih, serta lauk yang terpisah dengan sambal dan lalapanya.

Pedasnya sih suka tapi pinginya sih yang ada kuah panasnya, terus enggak nafsu makan nasi.

"Kenapa? Enggak suka?"

Mas Dion yang duduk melantai beralas karpet bulu di hadapan ku mendongak dari menyantap makanannya.

"Pingin bakso"

Sedikit kasar mas Dion meletakan timun yang berada di tanganya, kemudian bangkit berdiri menuju kamar mandi untuk mencuci tangan.








Tbc

Jodoh Warisan (Terbit E-book) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang