Hani 24

7.5K 814 61
                                    

Perjalanan pertama kalinya aku menuju kota kelahiran suami ku, mengunjungi rumah mertuaku, pasalnya selama ini beliau lah yang selalu mengunjungi ku di Semarang.

Terasa menyenangkan jika perasaan sedang merasa bahagia, apalagi hari ini Mas Dion dalam mode hangat, tak lagi kambuh penyakit diamnya.

Beberapa kali kami beristirahat, dan akhirnya di saat adzan dhuhur terdengar kami telah memasuki gapura besar yang bertuliskan selamat datang di kota Kediri.

Benar, tak butuh waktu lama kami telah memasuki pelataran rumah yang tertanami macam-macam bunga dan pohon-pohon buah yang begitu rindang.

Ibu mertuaku menyambut kami dengan suka ria, mengajak ku masuk kedalam rumah menanyai keadaan ku apakah lelah, menyiapkan makanan untuk ku, dan menceritakan keadaan rumah yang beliau tinggali hanya berdua dengan dengan bapak, terasa begitu sepi karena kedua anaknya yang semuanya telah merantau keluar kota.

"Dek, sholat dulu"

Mas Dion memanggil ku dan Ibu mempersilahkan ku untuk segera menuju sang putra, yang berada di kamar nya lantai dua.

Kamar yang lumayan luas, dengan nuansa serba abu-abu, mencerminkan kepribadian sang pemilik, aroma kamar dari parfum ruangan yang terletak pada AC yang baru saja menyala tercium segar.

"Baju kamu, nanti tata disini"

Menunjukkan salah satu sisi almari yang di buka oleh Mas Dion, kemudian berlanjut menuju sebuah pintu.

"Ini kamar mandinya, kamu ambil wudhu saja dulu"

Lanjutnya menunjukkan, kamar mandi padaku kemudian Mas Dion berlalu untuk memberiku jalan masuk kedalam kamar mandi.

Selesai sholat, kami berdua kembali turun kelantai satu menikmati makan siang hasil masakan sang ibu, bahkan kini telah ada Mbak Ceria, istri dari kakak sepupu Mas Dion.

"Apa kabar dek Hani? Gimana jadi istri nya Dion?"

Pertanyaan Mbak Ceri, membuat Mas Dion memprotes ibu dua anak yang selalu tampil cantik dengan hijabnya meskipun dengan make-up natural.

"Pertanyaan mu gitu banget Mbak? Enggak ada pertanyaan lain gitu"

Dengan kami semua yang terkekeh, Mbak Ceri menuruti permintaan Mas Dion yang menanyakan hal lainya.

"Ya udah tanya lainya, gimana rasanya sudah halal, pengantin baruan terus dong?"

Lagi-lagi Mas Dion memprotes, memang sangat berbeda ketika bersama orang lain dan keluarga, Mas Dion bisa menunjukkan sikap hangatnya saat bersama orang-orang tersayang nya.

"Sssttt, ih emak-emak selalu deh"

Memberi kode kepada Mbak Ceri sambil melirikku, yang kini aku telah menunduk malu mencoba mengalihkan dengan menikmati makan siangku.

Karena lagi-lagi menyinggung pengantin baru, pasti hal itu tak jauh dari sebuah malam pertama, yang hingga satu minggu ini belum kujalankan.

Mas Dion pamit beristirahat setelah kami selesai makan, sedangkan aku lebih memilih mengobrol dengan Mbak Ceri dan ibu.

Berawal ibu yang bertanya apakah merasa berat menjalani kuliah dan harus menjalankan kewajiban seorang isteri dirumah, hingga akhirnya pembahasan tentang sebuah keturunan.

Ibu tak melarang kami menunda keturunan, pasalnya aku yang masih sibuk kuliah, di tambah Mas Dion yang juga belum lulus Pascasarjana, meskipun tinggal beberapa bulan dirinya wisuda.

Tetapi dirasa ibu jika itu pasti akan membutuhkan persiapan untuku, mulai dari mentalku hingga perekonomian rumah tangga ku yang memang Mas Dion harus membiayai kuliahnya sendiri, di tambah masih ada cicilan rumah.

"Tetapi kalau Allah sudah ngasih, ya harus di terima itu rezeki kalian"

Sangat bijak ibu mertua dan kakak sepupuku, dalam bersikap, nasihat-nasihat beliau dapat kuterima karena begitu tulus dan sangat mengerti anak muda.

"Tapi sudah malam pengantin kan?"

Pertanyaan Mbak Ceri membungkam ku, pasalnya hingga hari ini belum kuberikan hak suamiku.

"Belum"

Jujurku menjawab pertanyaan Mbak Ceri. Dan terlihat dua wanita di depanku terkejut dan saling melempar pandangan, kemudian terkekeh.



Tbc

Jodoh Warisan (Terbit E-book) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang