Dion 9

8.6K 793 74
                                    

Terlalu gemas dengan segala tingkah Hani, entah kenapa sikapnya yang polos apa adanya bahkan kelemotanya, semakin membuatku terbayang dan akhirnya membuat ku tersenyum sendiri.

Selesai sarapan ku antarkan Hani kembali ke tempat kostnya, nanti malam rencana akan ku titipkan di tempat tinggal Nissa, karena tak tega jika harus meninggalkan dia sendiri di tempat kost sedangkan semua temanya telah pindah tempat tinggal.

Pulang dari kantor kubawa sekantong plastik makanan yang biasanya di suka oleh Hani, segala macam bentuk yang terpenting ada rasa pedas, dahulu awal tinggal disini Hani sangat tak bisa makan pedas tapi lama kelamaan dia menjadi sangat penyuka pedas semenjak bersahabat dengan almarhum Riska.

Suasana tempat kost Hani sudah sangat berbeda dari biasanya, sepi tak seramai hari-hari sebelum nya, ketika aku turun dari mobil beberapa penghuni kamar lantai bawah memanggil ku.

"Mas nya Hani ya?"

Kuanggukan kepala ku ketika pertanyaan dari salah satu wanita yang bergerombol di depan pintu kamar kost yang kulewati.

"Kasihan adiknya mas, lantai atas pindah semua"

Yang lainya ikut bersuara, benar juga jika hanya Hani yang tinggal di lantai atas pasti sangat kesepian apalagi kematian Riska yang tak semestinya pasti akan membuat suasana semakin mengerikan.

Setelah kuucapkan terimakasih, aku pamit kelantai atas untuk mengantarkan makanan Hani.

Hani ternyata sedang tengkurap di atas karpet, mengerjakan tugas kampusnya, dengan pintu kamar yang terbuka serta suara bacaan surat Al-Baqarah dari ponselnya.

"Assalamu'alaikum"

Sepertinya sedikit terkejut dengan kedatangan yang tiba-tiba sudah berada di ambang pintu kamarnya.

Setelah menjawab salam ku, Hani segera membereskan buku-buku miliknya, yang ternyata sedang menyalin catatan milik sang teman.

"Besok kamu kuliah?"

Pertanyaanku dijawab dengan tersenyum dan mengangguk, kemudian menuangkan air minum untuk ku.

Kunikmati makanan yang berada di depan ku, karena begitu lapar perutku sejak pagi hanya terisi bubur yang kubeli setelah jamaah subuh tadi.

Beberapa kali aku menyuapkan makanan kedalam mulut, Hani hanya menganmatiku yang sudah melahap makanan.

Ternyata teori yang mengatakan jika jawaban dari kata terserah itu mengandung banyak makna itu benar adanya.

Sebelum kubeli makanan sudah lebih dulu kutanyakan pada Hani, mau makan apa tetapi dia menjawab pertanyaan ku dengan terserah mas Dion saja, terus sekarang bilangnya pingin makan bakso enggak nafsu makan nasi.

Ingin rasanya bebek goreng ku ini kuganti dengan Hani goreng saja, kuletakan timun yang sudah kucocolkan sambal ini kembali bergabung dengan nasi.

Kubersihkan tanganku, kemudian ku teguk air dalam gelas, berjalan keluar untuk membeli kan Hani bakso yang dia inginkan.

Kurasa memang hari ini waktu sialku, sudah yang sejak pagi sial karena membeli pakaian dalam wanita, ini saat mau makan saja ada aja ulah dari Hani.

"Huftt, sabar"

Gumanku sendiri ketika berjalan menuju ruko yang berjejer tak jauh dari tempat kos Hani, lebih tepatnya berada di seberang jalan depan kampus kami.

Antrian panjang para mahasiswa yang sedang jajan makan malam, duduk pada bangku yang tersedia di luar kios, menunggu pesanan ku datang.

"Duluin dong mas Antok, cuma satu kok"

Ketika sang pemilik warung bakso melintas di depan ku setelah menyerahkan pesanan salah satu pelanggan yang duduk di sampingku.

Jodoh Warisan (Terbit E-book) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang