Hani 20

7.6K 801 56
                                    

Resepsi pernikahan cukup menguras energi, tersenyum bahagia harus kutunjukan, harus ku bagikan kepada semua orang.

Hingga malam semakin beranjak, acara tak kunjung selesai, aku yang kemarin malam tak bisa tidur nyenyak karena dilanda cemas, dan seharian ini yang tak beristirahat sama sekali, membuat rasa kantuk menyerang ku, sudah beberapa kali aku menguap.

Dan ternyata kali ini Mas Dion peka, dengan menawarkan ku untuk beristirahat terlebih dahulu, meninggalkan tempat resepsi pernikahan.

Meskipun harus mendapatkan godaan dari para keluarga kami, yang melihat kami berjalan bergandengan menuju kamar hotel, dan pastinya pikiran dari semuanya menjurus ke suatu hal suami istri lakukan ketika menuju sebuah kamar.

Kamar yang di hias begitu indah, selimut yang di bentuk seperti dua ekor angsa yang berciuman hingga berbentuk sebuah hati, dan kelopak mawar merah yang bertaburan di atas ranjang, lilin aromaterapi yang menenangkan hingga bunga-bunga segar yang di masukan pada vas.

Melupakan keberadaan ponselku, hingga kuberanikan diri untuk meminta bantuan Mas Dion memotret ku, tak ingin kusia-siakan momen indah ini.

Tiba-tiba sikap Mas Dion berubah, jika dahulu-dahulu begitu dingin dan cuek, hingga ungkapan perasaan kami berdua beberapa hari yang lalu membuat kami semakin dekat dan menghangat, tetapi malam ini sangat berbeda, seakan bukan Mas Dion yang kukenal, bahkan Mbak Dina mungkin tak akan pernah tahu sikap adiknya saat ini.

Perlakuan yang lembut, hingga pelukan hangat yang tiba-tiba membuat ku semakin gugup bukan main, meskipun aku tahu jika kami sudah halal untuk sekedar berpelukan bahkan melakukan selayaknya pengantin baru, tetapi rasanya seperti belum siap jika harus melakukan hal lebih di saat ini.

Sekedar mendengar pujian darinya yang sangat jarang bahkan tak pernah, membutku merasa ada kupu-kupu di dalam perut ku.

Dan ketika aku berbalik menghadapnya, kecupan hangat nan lembut pada puncak kepalaku begitu terasa nyaman, dan rasa berdesir aneh dalam dada.

Bibir terasa kelu untuk sekedar memanggil nama suamiku, kunikmati segala perlakuanya padaku yang semakin membuatku merasa jika Mas Dion memang lah lelaki yang di peruntukan untuku.

Hingga kecupan di kening berpindah di bibirku, berawal membuat ku terkaget kemudian kucoba untuk menikmati nya kembali, kupejamkan mataku, menikmati tekanan bibir Mas Dion pada bibirku.

Merasakan hembusan nafas Mas Dion, kemudian mengecup singkat kedua mataku, dan memintaku untuk membuka mata.

Ingin rasanya aku berlari, dan bersembunyi dari Mas Dion, sorot mata yang begitu penuh cinta padaku, membuat ku selain bahagia juga salah tingkah di buatnya.

"Mau Mas bantu lepas gaunya?"

Tentu saja aku tak mau untuk saat ini, bisa semakin panas wajahku, di lihat Mas Dion saat ini saja aku sudah merasakan malu, apalagi berganti baju di hadapannya.

Mulutku masih terkunci, rasanya pita suaraku telah rusak hingga semua yang berada di dalam pikiranku hanya bisa kuucapkan dalam batin.

"Mas panggilin mama saja ya?"

Segera kuanggukan kepalaku, untuk menjawab pertanyaan Mas Dion.

Selepas menghilang nya mas Dion di balik pintu kamar hotel, segera ku ambil oksigen banyak-banyak, rasanya begitu sesak di dalam dada menerima perlakuan manis dari Mas Dion.

"Astaga, tadi itu mas Dion bukan ya? Makan apa tu suami bisa jadi manis gitu"

Terlalu bahagia untuk perlakuan suamiku yang sangat berbeda dari sebelumnya.

Akhirnya aku telah berhasil mengganti gaunku dengan di bantu oleh Mbak Ceri, kakak ipar sepupu, isteri dari Bang Amar yang suka sekali menggoda Mbak Dina sedari tadi, yang katanya Mas Ricky itu jatuh cinta dengan Mbak Dina dikarena sebuah peristiwa yang memalukan dari kakak iparku.

Menaiki ranjang setelah membersihkan badan ku yang terasa lengket dan kini telah segar, kasur telah bersih dari segala bunga yang bertepatan berkat bantuan Mbak Ceri yang membuangnya ke tempat sampah, dan kini aku telah bersiap untuk menuju dunia mimpiku.

Dan saat akan memejamkan mata, teringat akan keberadaan Mas Dion yang tadi pamit untuk memanggil mama yang akan membantu ku berganti pakaian tak lagi kembali kedalam kamar.

Tak lama ketukan pintu kamar, dan saat kubuka adalah orang yang telah kunantikan, Mas Dion telah segar dengan mengenakan pakaian santainya, mungkin saja tadi membersihkan badan di kamar lain.

Tiba-tiba rasa gugup itu kembali muncul, saat pandangan kami kembali bertemu, segera mungkin aku menaiki ranjang, dan berpura-pura untuk tidur, padahal rasa kantukku telah menghilangkan di saat kedatangan Mas Dion.

"Dek"

Panggilan lirih Mas Dion, bukan menyebut namaku melainkan memanggil ku adek, sebisa mungkin ku tenangkan detak jantung ku yang tak karuan.

"Mas matiin ya lampunya"

Tbc

Jodoh Warisan (Terbit E-book) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang