Hani 13

7.3K 796 76
                                    

Kurasa niatku untuk membuat Mas Dion cemburu tak berhasil, pasalnya ketika aku mendapatkan musibah kecelakaan lalu lintas, dengan banyaknya teman laki-laki nya yang membantuku, memberikan perhatian padaku dirinya tak ada marah-marahnya, tetap saja diam tanpa banyak komentar.

Bahkan sampai detik ini ketika acara pernikahan kami kurang satu bulan, semua teman kami tak ada yang tahu jika kami bukan saudara melainkan calon suami isteri.

Dan untuk Mbak Anisa hingga saat ini juga belum mengetahui statusku dengan Mas Dion, pasalnya setiap kami bertemu di kampus, dia masih menyapaku seperti biasa dan menanyakan kabar Mas Dion, yang katanya sekarang Mas Dion sangat jarang membalas pesan darinya.

Ingin rasanya kujawab jika Mas Dion akan menikah, dan calon istri nya adalah aku, tetapi itu hanya bisa kuutarakan dalam hati, dan jawaban yang berhasil keluar dari mulutku adalah "mungkin Mas Dion sibuk"

Dengan paksaan Mama dan Ibu Mas Dion, hari ini kami melakukan foto prewedding, tak butuh konsep yang bagaimana-bagaiman cukup dengan mengenakan jas formal untuk Mas Dion dan aku mengenakan kebaya modern.

"Mas"

Kutepuk pundak Mas Dion yang duduk di sofa di depan ku, yang terdiam menatap ku yang telah berdiri di hadapannya setelah keluar dari ruang makeup.

"Cantik"

Meskipun itu gumaman yang sangat lirih, tapi aku sangat bisa mendengar nya, rasa bahagia bercampur malu tapi mau, membuat wajahku terasa panas seketika dan jantung terus memompa dengan cepat.

Dan karena pujian dari Mas Dion tadi, membuat ku menjadi sulit berkonsentrasi dan merasa sangat gugup ketik prosesi pemotretan.

"Mas, keningnya di tempelin di kepala Mbak Hani"

"Ya, terus Mbak Hani agak menoleh ke arah Mas Dion"

Interupsi dari sang fotografer kepada ku dan Mas Dion, semakin membuatku gugup karena ini pose yang paling intim sejak tadi, di mana tangan Mas Dion memeluk pinggangku dan kepala kami yang menyatu, saat aku di minta menoleh kearah Mas Dion pasti wajah kami pun akan sangat dekat.

"Jangan pingsan, duh ini kenapa wangi banget sih Mas Dion"

Setelah beberapa detik hampir satu menit kutahan nafas, akhirnya pose itu telah terlewati.

Tetapi itu semua masih belum seberapa dengan pose selanjutnya, yang mengharuskan kami berhadapan, tangan Mas Dion masih berada di pinggangku, sedangkan tangan ku berada di pundaknya yang kali ini aku menghadap Mas Dion bukan dengan badan yang membelakangi, serta kali ini hidung kami yang hampir bersentuhan, bahkan nafas kami pun dapat terasa ketika terembus.

"Cukup"

Suara dari fotografer, membuatku bernafas lega pasalnya sedari tadi hanya bisa kutahan dengan hanya menelan ludahku.

"Dasar"

Baru saja bernafas lega, dengan mengusap dadaku tiba-tiba Mas Dion menarik hidung ku gemas dengan terkekeh.

"Apaan sih"

Kupura-pura cemberut, padahal dalam hatiku selain gugup luar biasa juga senang bukan main, dengan hanya melihat senyum Mas Dion yang seakan dirinya begitu menyayangi ku.

Entah ini efek berfoto dengan gaya romantis, atau memang Mas Dion yang sedang ingin menjagaku.

Setelah kami berganti baju dan membersihkan makeup, berdua dengan Mas Dion menuju supermarket yang kami lewati kearah rumah, dan sejak turun dari mobil tangan Mas Dion tak melepaskan genggaman nya pada tanganku.

Bahkan ketika tangan Mas Dion sebelah kanan membawa keranjang belanjaan maka tangan kirinya tetap menggenggam tanganku.

Tetapi hal itu terhenti ketika kami bertemu dengan teman Mas Dion yang mengajak nya untuk bersalaman, dan tak ada lagi gandengan tangan dimana kami juga bertemu dengan Mbak Anisa yang berbelanja dengan teman-teman nya.

"Kalian belanja juga?"

Pertanyaan Mbak Anisa di jawab oleh Mas Dion, dan aku berpura-pura untuk mencari barang yang belum kami dapatkan.

"Mas, Hani kesana dulu ya, mau ambil pembalut"

Sengaja aku tak ingin pergi dari mereka semua, orang-orang yang memandangku sebagai anak kecil, sebagai adik Mas Dion yang manja, selain itu aku ingin tahu respon Mas Dion.

Kurasa Mas Dion kali ini sangat peka dengan yang kuucapkan dengan nada dan raut wajah yang kutunjukan apa adanya tanpa kututupi dengan sopan santun kepada seniorku di kampus ini.

"Mas antar, duluan ya semuanya"

Mas Dion lebih memilih berpamitan dengan Mbak Anisa, padahal geng dari Mbak Anisa menawarkan untuk makan bareng setelah kami berbelanja.

"Yess"

Aku sungguh bersorak sorai dalam hatiku, akhirnya Mas Dion mengerti perasaanku yang tak menyukai mereka semua.

Tbc

Jodoh Warisan (Terbit E-book) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang