36

202 24 2
                                    

Hari ini adalah hari keberangkatan Vio ke London. Sesuai janji Caca dia sudah berada di bandara bersama Nanda.

Caca menatap orang yang sedang bergurau dengan Nanda didepannya ini dengan tatapan yang sulit diartikan. Sedih iya tak rela untuk ditinggalkan pun iya. Itu yang Caca rasakan saat ini.

Devon sudah pergi sekarang Vio yang akan pergi. 2 orang yang sangat berharga bagi Caca. Orang yang sudah Caca anggap sebagai keluarganya sendiri itu akan hidup berjauhan dengan Caca.

Vio yang menyadari Caca yang tak ikut mengobrol dengannya dan Nanda itu membuat Vio mengalihkan pandangannya kearah Nanda. Pertama yang ia tangkap mata dan pipi yang sedikit memerah. Gadis itu akan menangis. Vio sangat mengenal betul apapun sikap dan sifat Caca.

Vio mendekat kearah Caca dan mulai memeluk tubuh Caca. Caca mulai membalas pelukan Vio. Caca menenggelamkan wajahnya didada bidang Vio. Caca menahan air matanya agar tak lolos begitu saja.

Nanda yang melihat itu ia memilih berjalan menjauh dari Vio dan Caca. Mungkin mereka perlu mengobrol bersama pikir Nanda.

"Jangan nangis"peringat Vio pada Caca yang dadanya mulai sakit karna harus menahan tangis.

"Tapi sakit"ucap Caca lirih.

"Yaudah nangis aja. Jangan bersuara tapi, malu sama orang"Vio langsung mendapat pukulan dipunggungnya.

Vio merasakan bajunya mulai membasah. Tidak disangka gadis didekapannya ini menurut pada ucapan Vio. Jika diingat gadis ini adalah gadis yang berisik jika menangis seperti anak kecil yang menggemaskan pikir Vio.

"Gue bakalan lama di London"ujar Vio yang membuat tangisan Caca mulai terdengar walaupun hanya lirih.

"Udah dibilang jangan bersuara"peringat Vio. Dia bukan berniat memarahi Caca tapi ia tak tega melihat dan mendengar Caca menangis. Berat rasanya jika harus meninggalkan Caca seperti ini.

Caca mulai tak bersuara kembali tapi masih menangis dipelukan Vio yang semakin erat. "Hargai orang yang mau berjuang demi lo"pesan Vio pada Caca.

"Buka hati lo. Lo berhak bahagia sama orang yang lo cinta. Perasaan yang lo punya sekarang nggak abu-abu Ca gue yakin. Gue bisa ngerasain itu saat lo natap Iqbaal. Gue tau Ca. Jangan mengelak lagi kasian Iqbaal"ujar Vio.

Caca yang berada dipelukannya itu hanya mengangguk tanpa berniat untuk menjawab. Karna jika ia menjawab ia akan sesengukan dalam ucapannya.

"Gue sayang sama lo"ucap Vio.

"Nado"timpal Caca. (Aku juga)

"Udah ya jangan nangis gue mau berangkat kalau ngeliat lo nangis nanti gue berat ninggal lo nya"ucap Vio seraya melepas pelukan dan beralih menghapus sisa air mata dipipi Caca.

Caca berusaha mengatur dirinya untuk mulai meredakan tangisnya. Caca masih menatap Vio dengan lekat. Begitupun sebaliknya Vio juga menatap Caca dengan lekat. Dia ingin merekam wajah cantik Caca ini agar ia tak akan melupakan wajah merah Caca setelah menangis.

"Ja-jangan lupain gue"ucap Caca.

"Pasti! Gue nggak akan pernah lupain lo"ucap Vio yakin.

Caca memeluk Vio lagi. Berat sekali melepas Vio walaupun mereka bukan lagi sepasang kekasih.

"Ayo nak sebentar lagi pesawat berangkat"ucap Mama Vio lembut seraya mengusap lembut kepala Caca. Perempuan yang ada dalam dekapan anaknya itu pernah menjadi alasan anaknya selalu tersenyum dan semangat untuk menceritakan betapa manisnya gadis itu.

"Mama"ucap Caca seraya memeluk tubuh Mama Vio. "Iya sayang"timpal Mama Vio seraya membalas pelukan Caca. Mereka berdua sangat akrab keluarga Caca dan Vio juga sudah sangat akrab.

IQBAAL RAMADHAN? (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang