—Hwanwoong
Luna—
Hwanwoong marah.
Ketika tahu bahwa Luna telah berbohong padanya, menyembunyikan amplop putih yang ternyata hasil pemeriksaannya dari sebuah rumah sakit.
Kecewa, tentu saja. Ia ingin sekali memukul dirinya yang sudah bodoh karena tidak mengetahui gelagat aneh dari wanita itu, padahal beberapa kali memang sudah terlihat dan ia malah tidak curiga padanya.
Hwanwoong berusaha berpikir tenang, ia hela nafas sebelum akhirnya memberanikan diri masuk ke dalam kamar dimana sang istri tengah meringkuk sendirian. Terlihat, Luna bergulung oleh selimut tebal sampai ke leher dengan posisi membelakangi pintu.
Hwanwoong berjalan menuju ranjang, dan berdiri tepat di hadapan sang istri. Luna tengah menangis sambil menutup mulutnya dengan tangan, ia takut jika suaminya dengar. Tetapi, wajahnya berubah menjadi terkejut ketika sosok itu berada tepat di hadapannya, Hwanwoong mendudukan diri di atas lantai sampai wajahnya bisa berhadapan dengan wajah istrinya yang kini tengah menatap dirinya sendu.
"Kenapa?" Tanya Hwanwoong pada sang istri yang malah dibalas oleh gelengan kepala pelan
"Maaf." Satu kata yang hanya bisa Luna ucapkan, kemudian kembali menangis terisak
Hwanwoong menatap dalam manik hitam istrinya itu, "kau berbohong padaku, kenapa kau lakukan itu? Apa kau tidak percaya padaku lagi, Luna-ya?"
Oh, tidak. Baru kali ini, Hwanwoong memanggil ya dengan nama tanpa embel-embel 'sayang', meski begitu ia paham betul apa yang sudah ia lalukan. Kenyataan yang selama ini ia simpan rapat-rapat dari lelaki itu, terbongkar sudah. Ia tak berniat berbohong begitu lama padanya, hanya saja ia terlalu takut jika lelaki itu akan meninggalkannya seperti yang pernah dilakukan oleh kedua orangtuanya.
Luna hanya takut untuk ditinggalkan.
"Aku takut jika kau akan meninggalkanku, seperti mereka.."
Hwanwoong menggeleng lemah, "tidak, tidak. Aku takkan meninggalkanmu, tapi setidaknya kau jujur padaku."
Luna bangkit dari tidurnya, kemudian mendudukan diri. Hwanwoong bangun dan mulai duduk di sebelahnya.
"Sejak kapan?"
"Dua bulan yang lalu."
"Kau - selama itukah kau menderita sendirian tanpa bisa ku ketahui? Aku bodoh, Luna. Suami macam apa aku ini?!"
Luna memeluk tubuh suaminya erat, menenggelamkan wajahnya di dada sang suami, ia kembali menangis lagi. "Aku hanya tak ingin kau repot untuk mengurusku, lalu berhenti karena kau bosan mengurusi wanita penyakitan sepertiku. Aku takut ditinggalkan, Hwanwoong-ah."
Hwanwoong mengusap surai istrinya, mengecupnya berkali-kali. "Penyakitmu tidak bisa dibiarkan, kau punya aku. Aku suamimu, sudah seharusnya aku tahu."
Luna memejamkan matanya, "iya, maafkan aku Hwanwoong-ah. Aku sungguh minta maaf."
"Luna, mari berobat. Aku akan menemanimu sampai kau sembuh, lalu kita bisa hidup bahagia selamanya."
"Sekarang, kau mau makan apa, biar ku buatkan?" Tanya Hwanwoong, namun tak ada balasan.
"Luna?"
Sadar bahwa sang istri tidak menjawab pertanyaannya, ia jauhkan tubuhnya. Lalu, terlihatlah wanita itu sudah memejamkan matanya.
"Oh, tidak. Jangan sekarang, ku mohon."
Hwanwoong kemudian mengangkat tubuh istrinya itu dalam gendongan, membawanya keluar dari kamar. Ia akan pergi ke rumah sakit.
"Bertahanlah, sayang. Aku tidak ingin kau meninggalkanku."
.
I'm sorry for being late updating.
Semoga kalian suka ya, jangan lupa vote dan komennya.See u next chapter, guyss..
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneus Marriage Life ✓
Fanfiction[Oneus marriage life] - bahasa baku, lengkap. - fanfiction (tidak untuk disangkut pautkan sengan kehidupan asli para member) © 2020, Lovelyxierzi