7.1 Angry

361 43 13
                                    


"Mengapa Ravn bisa menikahi wanita sepertinya?"

"Entahlah."

"Lihatlah, Hyura itu wanita yang membosankan. Dia tidak bisa melakukan apapun, selain tiduran. Ck, dia juga tidak cantik."

"Kau benar, apa bagusnya sih dia itu?"

"Menurutmu, sampai kapan Ravn bisa bertahan?"

"Ah, tidak lama lagi. Kita lihat saja nanti, dia akan meninggalkan wanita itu!"

"Hyura, yang bodoh! Dia bahkan tidak pantas dengan Ravn. Aku membencinya, sumpah!"

"Aku juga."

Sebenarnya, Hyura sudah mencoba menerima semua ejekan yang keluar dari mulut tetangganya itu. Baginya, mereka hanyalah anak kuliahan, yang tidak punya pekerjaan selain menggunjing kehidupan seseorang. Ia mencoba menutup mata, menulikan telinga, bersikap bodo amat pada semua kata-kata sindiran, kecaman, bahkan ejekan, demi kehidupannya.

Tapi, entahlah itu semua akan bertahan sampai kapan. Hyura hanya mampu menahan air mata, rasa sakit, juga penderitaan sampai waktu itu berakhir.

Ravn muncul dari balik pintu, menenteng tas kerjanya, ia melangkahkan kaki menuju ruang tamu dimana sang istri tengah duduk termenung sambil memainkan ponselnya.

"Aku akan berangkat kerja, mungkin sampai tengah malam, jadi jangan menungguku!"

Hyura mendongak, "tapi, kan ini hari minggu. Kenapa kau masih saja bekerja, sayang?" Tanyanya bingung

Ravn menghela nafas kasar, "kenapa sih, kau sekarang itu banyak bertanya? Aku bosan sekali mendengar protesanmu yang selalu menuntut ini-itu!"

Hyura tersentak, baru kali ini, suaminya itu menaikan nada suaranya, membentaknya, bahkan mempertanyakan semua hal yang memang selalu ia lakukan. Kenapa? Apa ia sudah mulai bosan?

"Kau - membentakku, Ravn-ah?"

Ravn menutup mata sekejap, ia kemudian menggeleng-gelengkan kepalanya frustasi. "Kalau iya, kenapa memangnya? Kau memang harus diperlakukan seperti itu agar mengerti!"

Hyura menitikan air mata, ia lantas tersenyum kecil. "Baiklah tak masalah, pergilah. Nanti kau terlambat, Ravn-ah."

Ravn berdecak sebal, kemudian berjalan ke luar, menutup pintu dengan kasar dan dapat Hyura lihat dari kaca jendela yang besar bahwa mobil hitam suaminya itu menghilang dari pekarangan rumahnya.

Hyura mendudukan diri di atas kursi, matanya menatap kosong ke depan, lalu sudut bibirnya naik ke atas, melengkung, ia ternyum cerah dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.

"Suamiku sendiri bahkan sudah mulai membenciku, seperti mereka, mungkin aku tidak akan pernah lagi di harapkan di rumah ini." Lirihnya

Ia menenggelamkan wajahnya pada lutut, menangis sejadi-jadinya. Ia sudah tak tahan, hatinya begitu sakit tatkala bentakan itu dan perlakuan suaminya mulai berubah padanya.

Apa mungkin, pria itu tak lagi mencintainya?

'-✩

Helloww!!
Gimana? Suka gak? HEHE

Oneus Marriage Life ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang