Seperti biasa, Soomin ditinggal sendirian oleh suaminya. Ya, begitulah, kehidupan pasangan suami istri bila belum dikaruniai seorang anak. Sudah tujuh bulan berlalu sejak kejadian tak mengenakan itu, dimana harapan yang suaminya pupuk dalam itu hancur dalam satu hari.
Soomin bisa saja melupakan semuanya, bahkan ketika Leedo bilang bahwa semuanya hanya masalalu yang tak perlu diingat lagi. Namun, ia hanyalah manusia biasa yang juga bisa mengingat apapun kapan saja. Kejadian itu adalah masalah terbesar baginya, dimana ia mulai dibenci oleh mertuanya sendiri. Ketika para tetangga mengoloknya bukan mendukungnya, ia merasa sakit hati.
Soomin simpan foto berbingkai itu di atas meja, melihatnya hanya buat ia merasa semakin bersalah. Pikirnya, hari ini ia harus rileks agar semua masalah dalam kepalanya lenyap. Paling tidak, ia ingin hari ini saja, tak memikirkan masa buruk itu.
"Ah, semuanya berantakan sekali." Ujarnya tatkala ia lihat sebuah ruangan kecil tempat mereka menyimpan barang
Soomin mulai bereskan semua kekacauan yang berada di ruangan itu, ia bersihkan sampai keringat bercucuran di keningnya. Ia menjadi terlalu cepat lelah belakangan ini, tubuhnya juga rentan mendapatkan masalah.
Leedo bahkan sudah berkali-kali mengingatkan agar ia berhenti memakan makanan pedas yang seringkali ia beli ketika kdeuanya pergi ke supermarket, menyimpannya di dalam toples berbeda, lalu melahapnya sampai tak bersisa. Itu ia lakukan semenjak lima hari yang lalu, padahal ia tak suka pedas.
Soomin putuskan untuk mandi, guna menyegarkan diri. Peluh yang sedari tadi bercucuran begitu mengganggunya, ia lekas pergi setelah menutup pintu. Mungkin, lima belas menit ia baru kembali dengan keadaan yang sudah lebih wangi. Rasanya, rumah menjadi terlalu sepi sekarang. Soomin jadi sangat bosan.
Leedo bahkan akan pulang sekitar pukul 6 sore, jadi, ia putuskan untuk tidur sejenak sebelum menyiapkan makan malam nanti. Ia tidur di atas sofa yang berada di ruang keluarga, terlepas dari bagaimana posisi tidurnya, ia tetap tak lupa menyalakan televisi sebelum akhirnya pergi ke alam mimpi.
Langit sudah gelap, tidak ada lampu yang menyala di sekitar rumah mereka, sunyi menjadi bonus ketika Leedo memarkirkan mobilnya di halaman rumah. Ia mengernyitkan dahi, rumahnya tampak gelap sekali, bahkan dari depan sampai belakang rumah. Kemana sebenarnya istrinya? Apa ia lupa menyalakan lampu?
Leedo dorong pintu rumah, tak di kunci. Astaga, ceroboh sekali. Bagaimana jikalau ada orang jahat yang mengendap masuk rumahnya? Ia bahkan meninggalkan seorang wanita yang menghuni rumah ini, jika terjadi apa-apa ia juga yang akan terkena masalah.
Namun, sepertinya semuanya berubah. Leedo malah menyunggingkan senyuman kelewat manis sembari geleng-geleng kepala tatkala ia lihat seseorang tengah terlelap di atas sofa. Istrinya, tidur dengan tenang disana. Ia hanya menahan tawa melihat wanita yang ia cintai tidur sambil meringkuk seperti bayi.
"Soomin-ah, aku pulang." Ucap Leedo tepat di sebelah istrinya
Soomin mengerjapkan matanya, ia membulatkan mata sesaat setelah lihat presensi suaminya yang tengah duduk di sebelahnya. Ia beringsut dengan tergesa, sementara Leedo semakin mengeraskan suara tawanya.
"Ah, kau sudah pulang rupanya. Maaf, aku ketiduran." Sesal Soomin menunduk
Leedo menggelengkan kepala, "tidak apa-apa."
Soomin lantas mendongak, "bukankah kau belum makan? Aku akan cuci muka dulu lalu memasakan sesuatu untukmu."
"Tidak usah, aku tidak lapar."
"Kenapa?"
"Tadi, Harin datang ke kantorku, ia membawa makanan sebab istrinya memasak banyak, karena kantor kami dekat jadi, dia mengirimkan satu untukku."
Soomin mengangguk-anggukan kepalanya, "aku sudah lama tidak bertemu dengan istrinya, saking sibuknya sampai tidak pernah saling bertukar kabar."
Leedo usap kepala istrinya, "lain kali kita ke rumahnya saja, bagaimana?"
Soomin tersenyum.
Leedo berdiri dari duduknya, seketika Soomin naik ke punggungnya minta di gendong seperti biasanya. Kekanakan memang, tapi, Leedo suka.
Leedo barusaja melangkahkan kakinya pergi dari ruang keluarga, tiba-tiba Soomin berteriak histeris seraya memukul belakang kepalanya. "Oh tidak! Menjauhlah dariku, Leedo-ya!!"
Leedo mengaduh kesakitan, ia terjatuh dengan cara yang tidak mengenakan. Lutut dan wajahnya membentur lantai, sementara tangannya meremas rambut yang serasa akan tercabut dari kepalanya. Ia menoleh menatap istrinya yang tengah menutup hidung, "ada apa denganmu?"
Soomin memandang jijik melihatnya, "rambutmu bau sekali, kau seperti tidak keramas berbulan-bulan."
Leedo menggaruk kepala, ia mengernyitkan dahi bingung. "Hey, aku bahkan selalu keramas setiap hari. Bagaimana bisa, kau mengatakan rambutku bau?"
Soomin mengerucutkan bibirnya, ia lantas pergi naik ke lantai dua. Tak lupa menutup pintu kamar lalu meringkuk kembali diatas ranjangnya, sementara suaminya terdiam dengan beribu pertanyaan.
Ia lantas, teringat dengan seseorang yang pernah bernasib sama sepertinya.
"Hya, Leedo, kau tahu? Istriku menendangku keluar dari kamar hanya karena tidak tahan dengan bau parfumku. Tapi, tak masalah. Ia begitu, karena sedang mengandung. Hanya saja, aku kesal sekali. Padahal, parfum itu sangat wangi."
Leedo tersenyum sumringah, "apa ia - sedang mengandung? Jika memang iya, maka aku akan menjadi seorang ayah."
Semoga saja, semuanya benar. Ia sungguh, tidak sabar.
'-✩
Maaf ya, aku lama updatenya.
Semoga kalian suka ya
See u
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneus Marriage Life ✓
Fanfiction[Oneus marriage life] - bahasa baku, lengkap. - fanfiction (tidak untuk disangkut pautkan sengan kehidupan asli para member) © 2020, Lovelyxierzi