Sebelas

25 3 4
                                    


Sudah sepuluh menit Langit terduduk di kursi meja makan dengan ponselnya. Karena sang Ayah menyuruhnya menunggu dan Langit hanya menurut.

Karena jengah dan bosan ia pun bangkit ingin ke halaman depan hanya untuk menghirup udara segar. Langit duduk di bangku yang tersedia sambil memandang langit malam yang penuh dengan Bintang.

Menikmati semilir angin yang berhembus sehingga membuat nya sedikit lebih tenang. Sesekali ia membuang napas gusar merasa sedikit kecewa dengan kehidupannya.

"Permisi" suara Perempuan mebuyarkan lamunan nya.

Langit menoleh dan mata nya menyipit untuk melihat siapa yang datang "Lo" tunjuknya sambil berdiri.

Pelangi hanya memuat bola matanya malas. Kini semakin terasa bahwa dunia ini amat sangat sempit sekarang. Selalu bertemu dengan Langit kapan pun dan dimana pun.

"Nih pesanan kue" jujur Pelangi malas.

Langit hanya melirik nya tanpa berminat menyambutnya. Lalu kembali duduk dan menikmati Langit malam.

"Mbak ini pesanan kuenya yah? Ini uangnya" sapa Pelayan yang datang.

Pelangi tersenyum dan memberikan kuenya kemudian tersenyum. Tatapan nya beralih ke Langit yang sedang menatap langit malam.

"Lo kayaknya banyak masalah?" Tanya Pelangi.

Langit menoleh "Buat apa lo tau?" Ujarnya ketus.

Pelangi tersenyum simpul kemudian duduk di samping Langit tanpa disuruh "Gue gak pernah tuh liat lo tersenyum"

"Gak ada alasan buat gue tersenyum"

"Lo tau semesta kadang kejam namun dalam hidup kita hanya perlu sambut yang datang dan ikhlasi yang pergi" ujar Pelangi kemudian tersenyum.

Langit hanya menatap heran Pelangi dari sisi berbeda nya sekarang.

Pelangi terus menatap bintang di gelapnya langit malam "Memaafkan selagi bisa Ikhlaskan semampunya. Bersikaplah dewasa jangan membenci hanya karena merasa tersakiti. Sebab rasa kecewa bukan untuk dibenci malelainkan untuk diobati"

"Percayalah Tuhan mengambil untuk mengganti yang lebih baik lagi" Lanjutnya kemudian bangkit.

"Gue pulang yah Lang biasa aja jangan kaget gue emang bijak kok" kekeh Pelangi.

Langit ikut berdiri dengan memasukan tangan ke saku "Siapa juga kaget" jawabnya Acuh.

Pelangi hanya mengangkat bahu acuh kemudian melangkah pergi meninggalkan Langit sendirian.

"Kok rasa beda" ujar Langit sambil menggaruk tengkuknya heran.

"Maaf tuan, Tuan besar sudah menunggu di dalam" ujar Pelayan menghampiri.

Langit mengangguk kemudian melenggang masuk ke ruang makan untuk mengikuti acara ayahnya dengan amat terpaksa.

"Ini Putra saya Langit Ivander Arsenio" Kenal Ayahnya "Langit salam ini Rekan kerja ayah pengusaha sukses loh" kekeh Devan.

Langit menoleh dan hendak menyalami Teman Ayahnya itu. Saat menyalami mata Langit menyipit melihat orang di depan nya ini seperti tak asing lagi.

Richard pun membulatkan matanya terkejut dengan anak didepan nya ini. Bukankah ini teman Pelangi waktu itu? Atau hanya mirip saja. Tidak salah lagi dugaannya waktu itu benar bahwa ia anak dari Devan.

"Kayak nya gue pernah liat nih orang" batin Langit.

Suasana makan malam sungguh membosankan menurut Langit karena dua orang di depan nya ini hanya sibuk membicarakan urusan bisnis tanpa berniat memperdulikan nya.

Kring Kring

Ponsel Devan pun berdering ia menoleh dan sepertinya penting "Saya permisi angkat telpon dulu, silakan lanjut kan saja" pamit Devan.

Richard mengangguk "Iya silakan"

Setelah Devan pergi kini tinggalah Richard dan Langit berdua. Suasana menjadi hening setelahnya, Langit terus menatap Richard untuk mengingat sesuatu.

Richard yang tersadar di perhatikan pun membuka suara "Ada masalah?" Tanya nya.

Langit menggeleng "Kayak nya Om gak asing" ujar Langit perlahan.

Richard tersenyum "mungkin hanya mirip" ujarnya dan Langit hanya mengangguk.

Langit melihat ke hidangan kue yang berjejer diatas meja yang diantar kan Pelangi tadi.

Uhukkkk uhuk

Mata Langit membulat dan langsung meneguk minum dengan cepat ketika mengingat sesuatu.

"Bokap Pelangi!" Ujarnya sedikit berteriak.

"Om ayah nya Pelangi yang waktu itu kan?" Langit membuka mulutnya lebar "Berati om?" Sulit di percaya.

Richard terkekeh melihat reaksi Langit yang sedikit berlebihan "Santay dong" ujar Richard.

Langit berdehem berusaha mengembalikan ekspresi wajahnya menjadi datar. Jujur tadi dia kelepasan dan kaget.

"Cuma kamu yang tahu om harap kamu rahasia kan dari siapa pun termasuk Pelangi" ujar Richard serius.

Langit menaikan sebelah alisnya "Berati om udah lama tahu kalau saya Anak dari Devan?" Tanya nya.

Richard hanya tersenyum "Om tau kamu anak baik"

Langit hanya tersenyum simpul dan melanjutkan aktivitas makanya.

"Kamu seberapa dekat dengan Pelangi?" Tanya Richard lagi.

Langit menoleh "sekedar tau aja gak lebih"

Setelah melewatkan kegiatan yang membosankan itu Langit kembali ke kamarnya dan duduk di depan meja belajarnya.

"Berati Pelangi anak om Richard?" Ujarnya sambil menggerak-gerakan kursi belajarnya.

Ia mengusap wajahnya frustrasi "Ah bodo amat kok gue mau ngurusin hidup orang sih" lalu menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur.

"Memaafkan selagi bisa Ikhlaskan semampunya. Bersikaplah dewasa jangan membenci hanya karena merasa tersakiti. Sebab rasa kecewa bukan untuk dibenci melainkan untuk diobati"

Kata-kata Pelangi tadi terus berputar di pikiran nya. Menurutnya itu bisa membuat hati dan pikiran nya sedikit menjadi lebih tenang. Sampai matanya pun terpejam dan tertidur pulas.

****

PELANGI7Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang