[11] Cacing besar alaska

896 122 36
                                    

2015 atau 2016 Je pasti nggak akan percaya kalo bakal ada sekitar 500 orang yang mau bayar lima puluh ribu cuma buat nontonin dia dan temen-temennya nyanyi.

Kadang-kadang ya, Rajendra masih suka mempertanyakan sama dirinya sendiri, macem 'Ini mimpi gaksih? Ini beneran gaksih?' gitu karena apa yang mereka lakuin sekarang bener-bener surreal.

Siapa coba, yang nyangka, sekumpulan anak SMA bangor yang suka cabut upacara terus malah gitaran di depan gudang belakang sekolah sekarang berhasil punya acara mereka sendiri? Dan ada banyak yang nonton?

Ya, Jendra tau sih, kalo dibandingin sama artis-artis lain yang bisa ngejual ribuan tiket dalam satu jam, mungkin 500 orang gak ada artinya. Tapi buat Jendra, Bara, Satya, Damar, dan Wirdhan, it's everything. Nggak akan pernah ada yang ngalahin sensasinya nyanyi didepan penggemar mereka, and hearing they sing their song back at them. Man, the chills, god, Jendra bisa banget nangis saat itu juga tapi malu donq masa rockstar nangis.

Mungkin itu yang bikin dia extra hype malam ini. Teriakan dan nyanyian fans Resonance malam itu seolah jadi tambahan energi buat Jendra, yang nggak berenti loncat-loncat dari tadi. Cowok itu cuma berenti kalo udah deket bagian dia buat nyanyi, soalnya tar kalo ngos-ngosan suaranya kaga keluar bos.

"JAKARTA LET ME HEAR YOUR VOICE!" Jendra berteriak di micnya, disambut dengan teriakan riuh fans-fans resonance yang juga kelihatan seolah mereka punya tambahan energi malam ini.

Mereka semua loncat-loncat sampai lantai gedung tempat mereka berada sekarang terasa bergetar. Ya nggak salah, atmosfir lagu yang lagi mereka bawain sekarang emang cocok buat diajak loncat-loncat. Maksudnya, dengan tempo yang cepat, beat drum Damar yang blasting throughout the entire venue, siapa juga sih yang nggak mau ikut loncat?

Jendra bisa ngerasain kaosnya basah karena keringat, dan nafasnya mulai terengah-engah, tapi cowok itu nggak perduli. The sudden burst of endorphin on his system win him over.

Diantara kegiatannya diatas panggung, mata Jendra menatap ke arah audiens dengan awas, mencari keberadaan Naya dan temannya. Tadi, setelah Dina menjemput mereka berdua dari depan, Jendra sempet ketemu dan ngobrol-ngobrol sebentar sama Aya, while temennya sibuk selfie-selfie sama Satya and the rest of the members. Sama jendra juga sih bentar. Tapi terus abisitu Jendra harus siap-siap naik panggung jadi Aya sama temennya itu mau nggak mau harus keluar dari backstage dan ke venue. Sejak itu, Jendra belum liat Aya lagi.

Aya, Aya, Aya. Jendra terus-terusan mengulang nama itu di benaknya sambil screening venue, nyari cewek berbaju biru itu. Jendra tau bukan nama itu yang Aya pertama kali perkenalkan padanya. Harusnya Naya. Tapi nggak tau deh, selain karena Dirga manggil dia Aya, menurut Je, Aya just rolls on his tongue smoothly.

Ketemu!

Cowok itu akhirnya menemukan Aya yang lagi berdiri di kanan depan venue. Padahal daritadi dia berdirinya deket sama Jendra tapi kok gak keliatan ya?

Jendra menatap gadis itu lekat. Diantara cahaya merah, biru, dan putih yang ditembakkan oleh lampu sorot ke sepenjuru ruangan, Aya terlihat stunning. Especially when that red light hit the surface of her small face. Entah kenapa, dia nggak bergerak dan ikutan loncat-loncat kayak orang-orang lainnya. Aya ada disana, berdiri, menatap ke arah panggung dengan tatapan dreamy. Seulas senyum terpatri di wajahnya. Jendra nggak yakin sih Aya ngeliat kemana, entah ke Damar yang lagi main drum, atau ke Satya yang berada di depannya. But whoever that is, Jendra jealous banget sama orang itu karena ditatap sama Aya sekarang.

Nggak, Je bukan jealous karena Aya yang natap orang itu kayak gitu, dia cuma jealos karena...... udah lama aja nggak ada yang natap dia kayak gitu. Ah, shit, here we go again, Rajendra dan kegalauannya. Bangsat kan, jadi kedengeran menye banget Je kalo udah gini.

Sweet Chaos [Discontinued]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang