7

35.4K 7.1K 3.7K
                                    

–––––
〃ABINAYA〃
–––––

Mengenal satu persatu dari sifat dan kebiasaan si penarik hati
Bagi Abinaya terasa seperti ia membuka kado ulang tahun setiap hari

–––––

JENO lari terburu-buru saat mendapat informasi dari Somi jika adiknya menunggu di lobby. Setelah menyelesaikan pekerjaan Jeno lantas turun ke lantai satu. Dalam perjalanan ia terus berpikir, ada apa gerangan adiknya jauh-jauh datang dari Depok ke Kebayoran Lama jika tidak ada sesuatu.

Berbagai pikiran buruk mulai bermunculan di kepala Jeno. Bapak atau Emak, Jeno takut terjadi sesuatu dengan kedua orang tuanya kala adiknya tiba-tiba datang tanpa memberi kabar.

"Jauzan!" Panggil Jeno agak keras. Ia melihat adiknya dengan wajah tertutup masker dan kepala menunduk sedang duduk di kursi samping resepsionis.

Jauzan melirik ke kanan dan kiri kala mendengar namanya dipanggil. Ia kemudian berdiri saat melihat Jeno berjalan agak terburu menghampirinya.

"Kak!" Jauzan menghampiri Jeno kemudian mencium tangan kakaknya memberi salam.

"Ada apa? Kenapa tiba-tiba kemari?" Tanya Jeno. Terselip nada khawatir saat ia mengucapkannya.

Jauzan menarik ujung lengan blazer yang digunakan Jeno. "Jangan bicara disini, Kak. Di luar aja ya?"

Jeno mengangguk saat Jauzan memohon sambil menarik tangannya. Ia sempat melirik sekitar, banyak karyawan yang memperhatikannya dengan Jauzan.

Pada akhirnya Jeno membawa Jauzan pergi ke luar, tepatnya ke kursi besi yang berada dekat dengan pos satpam. Sesampainya disana, Jauzan dengan takut-takut menyibak rambutnya ke atas lalu membuka masker yang dikenakannya.

"Apa-apaan ini?" Betapa terkejutnya Jeno kala melihat luka lebam di pelipis kanan dan rahang kiri adiknya. Ia menatap Jauzan tajam menuntut penjelasan.

"A-Aku berantem sama anak teknik..." Jauzan menundukkan kepalanya tidak berani menatap mata Jeno yang berkilat marah.

Jeno membalikkan wajah lebam Jauzan ke kanan dan kiri membuat empunya meringis. Kemudian tangannya beralih menarik telinga kiri Jauzan dan menekannya cukup kencang.

"Kenapa berantem? Udah merasa hebat kamu? Mau jadi jagoan?" Jeno semakin menarik daun telinga Jauzan membuat adiknya menunduk dengan wajah memerah menahan sakit.

"G-Gak gitu, Kak! Ampun..."

Dengan susah payah Jauzan melepaskan tarikan Jeno di telinganya. Ia menatap wajah kakaknya itu dengan pupil mata yang bergetar.

"Aku berantem karena mereka menghina Emak sama Bapak! Aku gak terima mereka ngehina orang tua kita cuma karena aku dagang kaos kaki di gerbang fakultas!"

Jeno terdiam saat adiknya berbicara dengan mata yang memerah. Jauzan kemudian menunjukkan tas ranselnya yang berisi puluhan pasang kaos kaki pada Jeno.

"Cuma ini yang bisa aku lakuin buat bantu Kakak nyari uang. Aku udah ngumpulin modal selama tiga bulan, tapi mereka sampai menghina Emak sama Bapak cuma gara-gara aku pengen bantu usaha! Aku gak mau Kakak terlalu sibuk buat bahagiain aku sama orang tua kita! Aku pengen mandiri! Kakak udah terlalu banyak berkorban..." Jauzan menangis, ia menumpukan dahinya di lutut Jeno.

ABINAYA | NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang