9

35.3K 6.8K 4.3K
                                    

–––––
〃ABINAYA〃
–––––

Menurutmu kita ini apa?
Harus kujawab bagaimana saat ada yang bertanya?
Kita sudah merasa candu satu sama lain
Tidakkah kita memanjat satu tingkat lagi agar semuanya menjadi jelas?

–––––

TEPAT pukul empat sore lebih lima menit, Januar berdiri di depan lobby tidak langsung menuju parkiran seperti biasanya. Ia terus mengecek jam di pergelangan tangan kirinya, ternyata baru berlalu satu menit. Tapi rasanya ia sudah berdiri disana selama satu jam, Januar sangat tidak suka menunggu.

Kala ada karyawan yang menyapa dan bertanya, Januar hanya menjawab dengan senyum simpul atau kalimat 'Mau liat gimana karyawan-karyawan saya kalo lagi jam pulang kantor'. Tentunya alasan ngawur ini menimbulkan beberapa spekulasi bagi beberapa orang. Tidak biasanya bos mereka bertingkah seperti itu.

Terlalu tidak ada kerjaan.

"Pak Januar belum pulang?" Hendery menyapa. Ia yang berjalan beriringan dengan Chandra menghampiri Januar yang menunduk memainkan ponsel.

"Belum. Kalo saya udah pulang ya gak disini." Balas Januar setengah bercanda.

"Hehehe... Iya juga." Jawab Hendery cengengesan.

"Kita duluan, Pak! Permisi..." Kali ini Chandra yang berbicara. Ia menyeret Hendery yang masih cengengesan menatap Januar, Chandra yang malu.

"Ya... Hati-hati."

Kembali Januar mengecek jam di pergelangan tangannya, pukul empat lebih sepuluh menit. Ia kemudian membalikkan badan untuk melihat ke dalam, hanya ada satpam yang berjaga dan dua orang karyawan wanita yang mengobrol di depan meja resepsionis.

Januar menghela nafas, lalu kembali memainkan ponselnya.

"Kenapa belum pulang?"

Hampir saja Januar menjatuhkan ponsel mahalnya saat tiba-tiba ada yang berbicara tepat di telinganya. Ia melotot kaget kala sosok yang baru saja berbicara itu tersenyum lebar.

"Mas ngagetin!" Januar memukul bahu pria yang kini berdiri di sampingnya, itu Jeno.

"Kamu ngapain masih disini?" Tanya Jeno lagi.

Jeno kemudian meneliti pakaian Januar yang sudah berubah. Blazernya sudah tidak ada terganti oleh jaket kulit hitam dan sepatu pantofelnya kini menjadi sepatu kets dengan merk terkenal. Jeno sedikit membandingkan, rasa-rasanya ia punya sepatu seperti yang dipakai Januar. Bedanya mungkin dari harga, Jeno membelinya sekitar seratus ribuan di pasar dengan kualitas KW super.

Menjawab pertanyaan dari Jeno, Januar tersenyum cerah. "Boleh minta antar?"

Mendengar permintaan Januar yang tiba-tiba cukup membuat Jeno terkejut. Bukannya beberapa hari lalu Januar sempat menolak ajakannya untuk diantar pulang meski pada akhirnya tetap Jeno yang mengantar. Tapi sekarang? Pria itu dengan terang-terangan ingin Jeno mengantarnya pulang.

"Saya anterin?" Tanya Jeno memastikan.

Januar mengangguk sambil menunjuk helm yang ditaruh di bawah, dekat kakinya. "Saya bawa helm kok, masker juga. Udah pake jaket juga sama sepatu. Mau kan nganterin?"

Katakan Jeno bodoh jika menolaknya. Karena keadaan hatinya seperti sedang ada parade musik saat ini, gaduh luar biasa.

Anggukan kepala patah-patah yang diberikan oleh Jeno menjadi sesuatu yang membuat Januar semakin mengembangkan senyuman.

ABINAYA | NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang