14

31.7K 6.1K 2.3K
                                    

–––––
〃ABINAYA〃
–––––

Perpisahan singkat tapi bagai seratus tahun akhirnya berakhir
Kini dua insan yang sempat terpisah bisa kembali saling menikmati keindahan dari dekat
Tidak ada lagi bentangan jarak yang menghalangi setiap sapaan
Biarkan dua insan itu melapas rindunya saat ini

–––––

RASANYA baru kemarin Jeno mengajukan cuti. Masih terasa segar di ingatan Jeno saat dirinya pergi bak orang kesetanan dari Jakarta ke Bandung saat mendengar kabar Bapak kecelakaan. Tapi hari ini, tak terasa sudah berada di ujung masa cutinya. Jeno harus kembali ke Jakarta.

"Mau berangkat sekarang?" Tanya Emak yang berdiri di ambang pintu kamar Jeno.

"Iya, Mak. Biar gak kemaleman di jalan." Jeno menjinjing tas punggungnya yang berisi beberapa potong pakaian dan membawanya ke luar.

"Abi mau pamitan dulu sama Bapak."

Emak mengangguk kemudian pergi ke dapur. Beliau ingin menyiapkan bekal untuk Jeno, takut putera sulungnya itu tidak sempat makan malam saat sampai di Jakarta nanti. Emak tahu Jeno pasti lelah dan kemungkinan besar tidak akan sempat membuat makanan sendiri. Terlebih besoknya Jeno harus langsung pergi ke kantor.

"Pak..." Jeno duduk di samping kanan Bapak.

"Berangkat sekarang?" Bapak yang duduk bersandar menepuk bahu kiri Jeno.

"Iya. Bapak baik-baik ya, cepat sembuh. Abi usahakan tiap hari Sabtu pulang ke Bandung buat jenguk Bapak."

"Gak usah, nanti kamu capek bolak-balik dari Jakarta ke Bandung. Bapak baik-baik aja, ada Emak sama Jauzan disini kamu gak perlu khawatir."

Jeno memeluk Bapak, "Abi merasa punya tanggung jawab disini. Kalo Abi gak maksain pulang, Abi bakal ngerasa durhaka sama Bapak dan Emak."

Pelukan Jeno terlepas bertepatan dengan Emak yang membawa sebungkus nasi dan lauknya dimasukkan ke dalam kantong kresek hitam. Di belakang Emak ada Jauzan yang mengekor sambil menggendong Jaka, saudaranya si Onet.

Melihat Jaka membuat Jeno jadi merasa bersalah meninggalkan si Onet di Jakarta dan menitipkannya ke tetangga.

"Abi berangkat ya Pak..." Jeno mencium tangan Bapak berpamitan.

"Hati-hati nak, jangan ngebut." Pesan Bapak yang dibalas anggukan oleh Jeno.

Kini atensi Jeno beralih pada Emak, ia mencium tangan Emak kemudian memeluknya.

"Abi berangkat ya Mak. Sehat-sehat disini jangan terlalu capek. Buat ngurus ladang sama ngasih makan kambing, Abi udah minta sama Pak Basrin yang urus. Abi juga udah ngasih uang sama Pak Basrin, jadi Emak sama Bapak gak usah khawatir."

Emak mengangguk dan mengusap punggung Jeno, kemudian menyerahkan plastik di tangannya. "Hati-hati, langsung istirahat pas nyampe di Jakarta. Emak udah bungkusin nasi sama lauknya. Biar kamu gak perlu masak pas nyampe disana."

Senyuman ceria Emak sukses membuat Jeno selalu terbayang rindunya kampung halaman. Rasa masakan Emak, dibangunkan setiap pagi, Jeno akan rindu sekali.

ABINAYA | NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang