27

26.9K 5.4K 1.9K
                                    

–––––
〃ABINAYA〃
–––––

Saat tersesat, jangan merasa sendiri
Akan ada saatnya seseorang datang untuk menuntun jalan
Membawa untuk menjauh dari belenggu ketidakberdayaan diri
Ada jalan keluar, tak perlu risau

–––––

SELURUH karyawan Human Corp dikejutkan oleh kedatangan Jefri Sanjaya. Banyak yang membuat spekulasi kasar saat melihat salah satu bos mereka yang kabarnya sedang melakukan studi di Belanda bisa tiba-tiba kembali ke Jakarta.

Terlebih kini tampilan sang bos yang amat sangat nyentrik. Berbeda sekali dengan Jefri yang dikenal oleh kebanyakan karyawan.

Pakaian Jefri tetap semi formal dengan kemeja hitam dan celana bahan putih tanpa sabuk dan sepatu berwarna gading yang mengkilat. Kedua lengan kemejanya digulung sebatas siku. Tapi bukan itu yang membuat penampilannya terlihat nyentrik.

Jefri mewarnai rambutnya menjadi pirang. Dengan rambut pirang ia tampak seperti seorang selebriti. Selaras sekali dengan kulit putihnya.

Setelah memarkirkan mobil mahalnya tepat di depan lobby, Jefri masuk dan melenggang santai. Bisik-bisik karyawan tidak ia hiraukan, karena maksudnya saat ini hanya satu, ingin segera bertemu dengan sang adik.

Januar yang selalu Jefri anggap sebagai adik kecil adalah dibalik aksi nekatnya. Inilah alasan Jefri kembali ke Indonesia secara mendadak. Meski dirinya jauh dengan keluarga, bukan berarti Jefri menutup mata. Ia tahu apa yang kembali dilakukan ayahnya saat ini.

Jefri tidak ingin jika Januar bernasib sama sepertinya. Karena menurut Jefri kali ini berbeda, Januar tidak memiliki masalah seperti dirinya.

Saat keluar dari lift dan sampai di lantai tujuh, Jefri berpapasan dengan Januar dan Rendi yang mengekor di belakang. Adiknya itu terlihat begitu terkejut.

"B-Bang Jefri?"

"Selamat siang..."

"Sejak k-kapan?"

Jefri menggeleng selanjutnya tersenyum simpul, "Gak penting. Tapi Abang pulang demi kamu yang mendapat ketidakadilan."

Rendi yang paham jika seharusnya ia tidak ada diantara kakak beradik itu, pamit undur diri. Akan sangat lancang jika dirinya terlalu banyak mendengar apa yang akan dibicarakan dua bosnya.

"Ayo bicara di dalam." Ajak Januar.

"Sedang sibuk?"

"Bisa dibilang gak terlalu. Tapi sekarang ada tamu penting yang sudah rela datang jauh-jauh dari Belanda. Gak mungkin diabaikan begitu saja."

"Kamu hebat, Abang bangga sama kamu."

Jefri mengusap kepala Januar kemudian merangkul bahunya. Rindu sekali ia pada saudara satu-satunya itu. Beberapa bulan tidak berjumpa membuat Jefri ingin tahu apa saja yang sudah dilewati adiknya tanpa kehadiran dirinya.

Pasti berat.

"Bang Jefri jadi beda, mirip bule." Komentar Januar setelah menutup pintu.

"Bule apa? Bulepotan?"

"Udah lah males, bercandanya garing."

Jefri tertawa, ia menarik Januar untuk duduk di sofa bersebelahan dengannya.

"Jadi berapa hari lagi?" Tanya Jefri.

"Maksudnya?"

"Berapa hari lagi Abinaya pergi ke Semarang?"

ABINAYA | NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang