Prolog

29 2 0
                                    

Seorang perempuan berjalan tergopoh menuju sebuah ruangan yang pintunya ditutup. Perempuan itu nampak terburu-buru dengan raut wajah sedikit cemas, pelu yang bercucuran dan ekspresi lelah seperti sudah berjalan jauh. Langkah kakinya dipercepat dan pandangannya lurus ke depan menatap pintu bercat biru yang bertuliskan 'Ruang OSIS'.

Ia lalu melirik jam tangan lusuh yang jarum pendeknya telah menunjukan angka 10:30 Waktu Indonesia Barat. Ia terbelalak saat melihat waktu sekarang, ia telat. Langkanya semakin laju sampai tidak mempedulikan murid lain yang berjalan di sekitarnya.

"Hati-hati woe!"

"Apaan sih lo, kalau jalan liat-liat!"

"Gila lo! Jalan yang bener, dong!"

Beragam umpatan dan makian keluar dari mulut para murid yang perempuan itu tabrak tapi tidak ia indahkan, satu hal dalam benaknya hanya sampai di dalam ruang OSIS.

"Sial, hari pertama rapat OSIS malah udah telat," gumam perempuan itu tanpa suara.

Setelah sampai di depan pintu ruang OSIS, perempuan berhijab itu berhenti sejenak untuk mengatur napasnya yang terengah. Bola mata hitamnya yang berada dibalik kacamata kembali melirik jam tangan sehingga membuat ia meringis. Setelah merasa diri siap mendengar omelan serta ceramah Ketua OSIS dan anggota OSIS lain, kini ia mulai mengenggengam gagang pintu.

"Assalamualaikum. Maaf saya telat ...." Perempuan itu telah berdiri di dalam ruangan dengan senyum canggung yang ia tampilkan untuk menutup kegugupannya. Walau begitu, lesung pipitnya terlihat jelas sehingga terkesan manis.

Sontak, semua anggota OSIS  dengan jumlah 20 orang yang sedang mengadakan rapat di ruangan itu langsung menoleh ke arah perempuan itu dengan sorot mata tajam, ada yang menatap dengan tatapan heran dan ada juga yang menatap dengan tatap ketidaksukaan. Wajar saja, perempuan itu sudah telat tiga puluh lima menit dari jadwal rapat yang telah ditentukan.

"Darimana saja kamu, Dina? Kamu tau, kan? Hari ini adalah rapat pertama pengurus OSIS periode ini dan kamu sudah telat. Dan kamu tau juga, kan? Kalau semua anggota OSIS harus jadi teladan yang baik untuk siswa dan siswi lain. Saya harap saya tidak salah menunjuk kamu sebagai Ketua Bidang Keagamaan!" ujar Bobi, Ketua OSIS SMA Angsana, Bogor, Jawa Barat, yang baru terpilih. Bobi yang duduk di kelas 11 IPA A memang tegas, jadi cewek bernama Dina itu harus siap kena semprot.

"Maaf, Kak. Tadi saya harus---" Ucapan Dina langsung dipotong Bobi sehingga membuat Dina menunduk lesu sebagai wujud penyesalan .

"Sudah cukup, saya tidak mau berdebat. Jangan diulangi. Silahkan duduk," ucap Bobi.

"I ... iya, Kak."

Dina kini sudah duduk di bangku dengan perasaan bersalah. Bahkan ia sempat tidak fokus dengan rapat yang tengah berlangsung sampai akhirnya kesadarannya dikembalikan oleh seorang laki-laki di sampingnya.

"Hey. Lo lagi mikirin apa? Jangan melamun, nanti dimarahin kak Bobi lagi." Seutas senyum mengakhiri kalimat cowok berambut hitam legam itu. "Nama gue, Aril Velino. Dari kelas 10 Bahasa B. Nama lo siapa?" Cowok bernama Aril itu lanjut memperkenalkan diri dengan suara kecil agar tidak ketahuan sedang mengobrol, matanya juga masih terus menatap ke depan berjaga-jaga agar obrolannya dengan Dina tidak ketahuan.

"Na ... nama gue Ardina Anastasya dari 10 IPS C. Lo bisa manggil gue Dina."

"Oke, Dina. Salam kenal."

How The Love WorksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang