Pagi itu hari senin. Semua murid tengah berbaris rapi karena sedang mengikuti upacara bendera seperti biasa.
Sudah lewat tiga hari setelah peristiwa perkelahian Anisa-Dina versus Miranda.
Sekarang Anisa sudah kembali bersekolah dan kini berada di samping Dina untuk memberi hormat saat bendera merah putih hendak dikibarkan. Dengan badan tegak mereka memberi hormat kepada sang saka. Tapi, saat bait terakhir dari lagu pengiring pengibaran bendera yang berjudul Indonesia Raya itu selesai. Tiba-tiba pandangan Dina menjadi kabur. Samar-samar ia menatap orang-orang di sampingnya. Dan ... bruk!
Dina jatuh pingsan seketika. Sontak beberapa murid refleks untuk membopoh tubuh Dina. Kacamatnya yang tertinggal dengan sigap diraih Anisa.
Ada dua orang laki-laki kemudian membawa Dina ke UKS. Mereka adalah petugas Palang Merah Remaja yang sedang bertugas.
Di belakang mereka, ada Anisa yang membuntuti dari belakang dengan ekspresi panik dan khawatir. Ia juga membawa kacamata milik Dina.
Setelah beberapa langka, akhirnya mereka tiba di ruang UKS. Dina lalu dibaringkan di atas kasur.
Untungnya Anisa sering menonton youtube terkait pertolongan pertama jika ada orang yang pingsan. Maka dari itu, dengan cekatan Anisa mengambil minyak kayu putih untuk pertolongan pertama.
"Kamu kenapa sih? Nggak biasanya kamu pingsan. Kemarin-kemarin aku yang dirawat di sini, sekarang giliran kamu. Yaelah Din. Kompaknya nggak kayak gini juga kali." Kalimat demi kalimat itu Anisa keluarkan sambil sesekali memijat tangan Dina.
"Udah kamu nggak perlu khawatir. Dia cuman capek kayaknya. Sana kembali ikut upacara." Petugas UKS muncul seraya membawa teh panas.
"Saya di sini aja temenin dia bisa nggak, Bu?" pinta Anisa dengan suara memelas.
Petugas UKS itu mendengkus pelan. "Yasudah. Ini teh hangat. Setelah dia sadar, beri ini yah," kata petugas UKS lagi. Setelah itu, petugas itu pergi meninggalkan Dina dan Anisa sendiri.
Anisa masih tetap di samping Dina. Tangan mungilnya tidak berhenti memijat lengan Dina dengan harapan sahabat baiknya itu sadar.
"Bangun dong, Din," ujar Anisa dengan suara pelan.
Tak berselang lama, akhirnya Dina kembali menemukan kesadarannya. Matanya ia buka perlahan sambil sesekali memegang kepalanya.
"A ... au," cicit Dina.
"Kamu nggak apa-apa? Sini aku bantu." Anisa membantu Dina bersender di senderan kasur.
Dina masih tampak terlihat pucat. Oleh karena itu Anisa langsung menyerahkan teh buatan penjaga UKS tadi agar bisa Dina nikmati.
Setelah meneguk pelan-pelan teh hangat itu. Dina masih terlihat lunglai sembari menatap dinding ruangan berwarna putih.
Anisa dapat melihat tatapan Dina yang menunjukan kalau Dina tidak baik-baik saja. Ada buliran air mata yang tiba-tiba hendak jatuh.
"Kamu kenapa, Din?" tanya Anisa lembut. Tangannya berusaha menyingkirkan air mata yang hendak jatuh itu.
Dina tidak menjawab, ia malah menggeleng dengan bibir bergetar. Ia hampir menangis.
"Loh, Din. Kenapa? Cerita sama aku," kata Anisa sambil memegang tangan Dina.
Sontak, Dina langsung menatap Dina. Matanya sudah sembab. Ia kini menangis perlahan.
"Aku rindu mama sama papa, Nis." Akhirnya Dina angkat suara walau terdengar lirih.
Anisa sedikit terkejut. Dina baru saja pingsan dan saat sadar mengatakan kalau ia rindu orangtuanya? Aneh memang, tapi mungkin Dina sedang di masa transisinya yang belum normal. Jadi, Anisa sangat memahami perasaan Dina. Ia lalu menarik napas dalam sebelum berucap, "Ada aku Din, walau aku nggak bakal bisa gantiin posisi orang-orang seperti mama sama papa kamu. Percayalah, aku adalah sahabatmu yang paling berusaha mengerti akan keadaanmu. Dan jika ada sesuatu yang membuatmu bahagia, aku janji bakal jadi yang terdepan buat bantu mewujudkan itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
How The Love Works
Teen FictionHow the love work. Bagaimana cara cinta bekerja? Mudah saja, kadang ia memisahkan pasangan paling romantis di dunia. Kadang pula, ia menyatukan musuh dalam satu ikatan.