7. Etos Kerja

10 2 0
                                    

Dina sampai di rumah setelah menumpangi motor Gilang.

"Makasih yah, kak. Maaf ngerepotin," kata Dina seraya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Nggak masalah. Lagian arah rumah kita sama," ujar Gilang.

"Eh besok Syaqila berangkat sama Arkan lagi, kan?" tanya Gilang.

"Iya, kak. Kenapa emang?"

"Nggak apa-apa. Biarin aja dia pergi sama Arkan naik mobil, biar Arkan juga ada teman ngobrol." Akhir kalimat Gilang itu ditutup dengan senyuman manisnya.

Kulit sawo matangnya dan rambut cepak membuat ia terlihat keren. Apalagi stelan andalannya adalah kemeja. Sudah seperti anak kuliah yang selalu mendapat nilai 9 setiap UAS.

"Aku ke dalam dulu ya, kak," izin Dina sambil menyeringai.

"Iya. Salam sama Tante Lina dan si imut Syaqila." Ucapan itu beriringan dengan usapan lembut tangan Gilang ke kepala Dina.

Sontak, Dina menjadi gugup dan salah tingkah seketika. Ia lalu berucap, "O ... Okey, kak." Dengan terbata.

Setelah itu, Gilang memasukan motornya ke dalam garasi rumahnya yang tepat di sebelah rumah Dina.

Sementara Dina masuk ke dalam rumahnya. Ia cepat-cepat menutup pintu dan menyandarkan punggungnya ke pintu yang ia tutup. Dadanya berdegup kencang.

Apa ia sedang mimpi? Tentu saja tidak. Gilang baru saja berboncengan dengannya naik motor berdua. Itu adalah pengalaman pertamanya dibonceng oleh Gilang. Dan tentu saja, hal itu sudah ia dambakan sejak dulu. Entah apa alasanya, mungkin karena perasaannya pada Gilang.

Tanpa Dina sadari, Gilang juga merasakan hal yang sama, yaitu detak jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya. Padahal ia sudah sangat sering bersama Dina. Tapi ... mungkin Ini juga karena efek perasaannya pada Dina yang sudah lama ia pendam.

Saat detak jantung dan perasaan berbunga-bunga yang Dina rasakan mulai mereda. Ia berjalan masuk menuju ruang keluarga. Saat ia melihat Syaqila yang sedang menonton kartun favoritnya, bibirnya otomatis membentuk seutas senyum khas.

Syaqila yang telah menunggu kehadiran sang kakak sedari tadi kemudian turun dari sofa biru sambil berlari melebarkan tangan seperti ingin memeluk ketika melihat sosok yang ia tunggu telah datang.

Dina yang melihat tingkah sang adik langsung membungkung dan siap memeluk sang adik yang semakin mendekat.

"Kakak." Kalimat itu keluar dari mulut Syaqila setelah dirinya memeluk Dina. "Cokelat mana?" tanya Syaqila polos.

Dina tersadar. Satu dari dua cokelat yang ia genggam ini untuk Syaqila. Dina lalu tersenyum dan mencubit manja pipi gembul Syaqila seraya berucap, "Ini, setelah makan jangan lupa gosok gigi yah."

Dina memang selalu begitu. Ia membiarkan adiknya mengonsumsi cokelat namun juga mewajibkan untuk menggosok gigi. Sebetulnya hal itu sudah diajarkan ibunya terlebih dahulu kepadanya. Hal ini dulu ibunya lakukan dengan harapan kelak ketika anak-anaknya sudah bisa menjalani kehidupan secara mandiri, namun suatu ketika membuat kesalahan, maka harus segera diperbaiki dengan cara yang baik dan benar. Akibatnya, kebiasaan ini bisa dikatakan sebagai ajaran turun temurun.

Syaqila mengangguk dengan seringai lebar kemudian mencium sayang pipi Dina.

Seketika Dina merasa ada kepiluan di relung hatinya. "Kakak sayang Qila," cicit Dina pelan.

Setelah itu, Syaqila kembali ke sofa untuk melanjutkan tontonan di televisi sambil membuka pelan bungkus cokelat silverqueen yang Dina berikan.

How The Love WorksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang