2. Kabar Buruk

21 2 0
                                    

Pagi hari di SMA Angsana, salah satu SMA yang berada di kota Bogor, Jawa Barat. SMA itu bukan SMA favorit, bukan pula SMA yang tertinggal. Tapi SMA Angsana adalah SMA yang selalu melahirkan murid cerdas yang mampu bersaing di dunia kerja. SMA ini punya tiga jurusan yakni jurusan IPA, IPS dan jurusan Bahasa. Dan, yang menjadi favorit tentunya jurusan IPA. Itu sudah menjadi rahasia umum.

Waktu menunjukan pukul 8 pagi. Terlihat puluhan siswa sedang berjalan menuju kelas masing-masing. Seperti yang dilakukan Aril. Ia berjalan santai menyusuri koridor sekolah menuju kelas 11 Bahasa B.

"Aril!" Suara panggilan membuat langkah Aril terhenti. Ia kenal betul suara itu. Suara perempuan yang sudah menjadi pacarnya semejak awal kelas 2. Itu adalah suara Anisa.

Mulanya, cinta Aril dan Anisa hanya sebatas pecinta buku yang hobi membaca di perpustakaan. Tapi lama kelamaan, intensitas pertemuan mereka bertemu di perpustakaan membuat cinta mereka bersemi hingga sekarang.

"Eh Anisa. Kok nggak ke kelas?" tanya Aril setelah melihat Anisa berdiri menatapnya.

Anisa yang hanya setinggi dada Aril lalu berucap, "Pak Bagus lagi sakit, jadi aku mau ke perpus sebentar."

Aril hanya ber-oh-ria lalu mengulum senyum. Sorot matanya yang menampilkan bola mata hitam menatap intens Anisa. Walau berpacaran, mereka tidak terkesan seperti anak SMA pada umumnya yang mengumbar kemesraan. Bahkan mereka lebih cenderung seperti sahabat dengan status lebih. Saling suport dan memotivasi adalah hal yang lumrah.

"Jadi, gimana festival kemarin?" celetuk Anisa akhirnya.

"Festival kemarin? Sangat keren. Ternyata si Dina baru pertama kali ke festival, jadinya dia sering minta aku buat fotoin dia. Tapi lucu dia hehe." Mendengar ucapa Aril membuat Anisa tersenyum maklum. Ia tau betul Dina itu orangnya jarang keluar rumah karena banyak kesibukan yang harus dilakukan. Ia juga tau tentang kisah Dina yang harus mengurus adiknya dan keperluan rumah setelah ibunya meninggal.

"Eh Nis. Ternyata Dina anak pia----" belum habis kalimat yang hendak Aril keluarkan selesai, ucapannya langsung dipotong Anisa.

"Iya aku udah tau." Anisa kembali tersenyum. Dengan rambut pendek sebahu dan mata almond yang khas membuat Anisa terlihat sangat cantik dengan senyum itu.

"Oh oke. Aku ke kelas dulu. Kayanya pak Budi sebentar lagi masuk." Aril hendak beranjak dari posisinya berdiri untuk menuju kelas.

Saat itu juga Anisa bertanya sebelum Aril pergi. "Eh kamu latihan buat persiapan lomba mulai sore ini, kan?"

"Iya sore. Temenin aku ya."

***

Mata Dina tidak hentinya bergerak kanan kiri untuk membaca kalimat-kalimat yang ada di dalam buku bersampul merah. Buku yang sudah seminggu lebih ia baca tapi belum juga selesai karena kesibukannya.

Saat itu jam istirahat sekolah. Dina tengah asik duduk di sebuah bangku berwarna putih.

Konsentrasinya akhirnya terganggu setelah Anisa menepuk belakang punggunya.

"Lagi apa, Din?" tanya Anisa.

"Oh Anisa, aku kira siapa tadi. Lagi baca ini ... " Dina mengangkat buku yang ia baca.

"Me And My Broken Hart." Anisa mengeja pelan judul buku. "Oh novel karya Wulanfadil ya? Ceritanya seru nggak? Pinjem dong," cerocos Anisa setelah melihat judul buku. Ia memang sangat menyukai karya Wulanfadil. Sampai-sampai ia sudah memiliki hampir semua koleksinya, terkecuali buku yang sedang Dina baca.

"Iya Wulanfadil. Boleh. Tapi tunggu sebentar, setelah aku selesai baca," jawab Dina tanpa mengalihkan pandanganya pada isi buku.

Mata Anisa seketika berbinar. Ia lalu duduk di samping Dina kemudian menyodorkan sekotak makanan. "Ini, buat kamu. Dari tadi kamu belom sarapan kan? Kamu juga tadi nggak ke kantin kan? Ini ambil. Nanti magh kamu kambuh," ujar Anisa. Anisa tau betul kesibukan Dina yang memaksa ia jarang makan, jadi Anisa kadang-kadang membawakan bekal untuk Dina santap.

"Hehe. Tau aja kamu, Nis. Makasih yah," decak Dina menatap Anisa. Persabatan yang sudah terjalin lama membuat mereka saling mengerti satu sama lain, saling berbagi cerita dan kisah sudah sering dua sekawan itu lakukan. Saking dekatnya, mereka sudah seperti buku tulis dan pena, saling melengkapi satu sama lain. Saat di sekolah pun mereka selalu bersama. Satu hal yang membuat mereka terpisah hanya satu, yaitu kelas mereka. Dina yang mengambil jurusan ilmu pengetahuan sosial sementara Anisa dengan jurusan ilmu pengetahuan alam.

Anisa mengangguk lalu tersenyum. "Nanti setelah pulang temenin aku ya."

"Ke mana?"

"Nemenin Aril latihan silat. Kan, dia mau ikut lomba."

"Okey, tapi aku nggak bisa lama-lama ya."

***

Anisa duduk bersanding dengan Dina di bangku. Sudah lima menit mereka memperhatikan detail demi detail Aril memperagakan beberapa jurus silat. Aril berada di lapangan sekolah sementara Anisa dan Dina memperhatikan dari jarak yang tidak terlalu jauh.

Terlihat mata Anisa begitu berbinar saat menatap Aril. Dina yang menyadari hal itu lansung menyikut pelan pundak Anisa untuk menggoda.

"Si Aril keren ya. Sebentar lagi mewakili SMA kita di kejuaraan silat se-Provinsi Jawa Barat."

"Iyadong. Pacar siapa dulu hehe."

Dina mengangguk seraya tersenyum." Pacarnya Anisa Azahra."

Seketika, Anisa dan Dina tertawa bersama sampai tidak mempedulikan beberapa siswa yang masih tetap di sekolah sedang menatap mereka.

Ah masa' bodo. Kalau sudah sama Anisa, hal yang membuat dahi orang berkerut karena heran berlainan dengan apa yang aku sama Anisa rasakan. Pikir Dina.

"Buku tadi, udah selesai baca, Din?" tanya Anisa setelah gelak mereka mereda.

"Dikiiit lagi. Nanti kalau udah selesai baru kamu boleh pinjam hehe."

Walaupun punya hobi membaca, Dina biasanya membutuhkan satu sampai dua minggu untuk menyelasaikan bacaannya. Hal ini terjadi karena kesibukanya. Dan buku 'Me And My Broken Hart' adalah buku kelima dalam lima tahun terakhir yang ia beli dengan uang jajan sendiri. Memang ia sangat menyukai buku. Namun akibat himpitan ekonomi membuat hobinya itu terkendala.

Anisa menangguk paham. Setelah itu ia izin ke toilet. "Din, aku ke toilet sebentar ya," ucap Anisa.

"Oh. Iya."

Saat Anisa sudah meninggalkan Dina selema satu menit. Saat itu juga suara notifikasi dari pesan WhatsApp masuk melalui HP samsung jadulnya.

Dina tak pernah menyangka pesan yang ia terima adalah kabar buruk baginya.

Tante Lina : Dina. Ayah meninggal.

How The Love WorksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang