10. Tiga Lawan Satu

8 2 0
                                    

"Assalamualaikum, Tante." Dina berdiri di depan pintu rumah Gilang bersamaan dengan Syaqila.

Saat itu juga suara tapakan kaki muncul dari dalam rumah dan terdengar berjalan mendekati pintu.

"Hai Qila. Hai, kak Dina," sapa Arkan yang berdiri di ambang pintu.

"Hai Arkan," balas Syaqila. Dua anak SD kelas 1 itu langsung saling tos.

Melihat hal itu seketika membuat senyum manis Dina terpancar.

Tak berselang lama muncul Tante Veni yang memakai jas rapi sambil menenteng tas merah milik Arkan. Tante Veni adalah ibu dari Arkan dan Gilang yang berprofesi sebagai staf ahli Kementerian Keuangan.

"Eh hay, Dina. Hallo Qila sayang."

Dina langsung menyalami Tante Veni begitupun dengan Syaqila.

"Qila udah siap?" tanya Tante Veni sambil mecubit pipi gembul Qila.

Seringai lebar yang menampilkan deretan gigi kecil berwarna putih Syaqila perlihatkan. Ia lalu berkata, "Sudah Tante."

"Oke kalo begitu. Lets go anak-anak." Syaqila dan Arkan segera berlari kecil untuk masuk ke dalam mobil. Namun Tante Veni masih berada di tempat.

"Kamu nggak bareng aja sama kita?"

"Nggak usah Tante. Dina naik angkot aja," tolak Dina dengan halus sembari tersenyum canggung.

"Baik kalau begitu. Eh, si Lina mana?"

"Oh Tante Lina belum pulang. Kayaknya dia lembur lagi."

Tante Veni menatap Dina dengan tatap nanar. Lalu memeluk. "Tante kamu hebat," bisik Tante Veni pelan.

Setelah itu, Tante Veni langsung tancap gas menuju ke sekolah untuk mengantar Syaqila dan Arkan.

Dina merasa sedikit tersentuh. Walaupun Arkan hanya anak angkat, tapi kasih sayang yang Tante Veni berikan lebih dari seorang ibu angkat. Bukan kah memang seharusnya begitu? Menyebar cinta kasih kepada siapapun, tak perlu memandang dari mana dia berasal atau dia anak siapa. Karena sejatinya cinta kasih adalah kunci kebahagiaan yang diajarkan semua agama.

Dina lalu beranjak dari depan rumah Gilang dan menuju rumahnya untuk menutup pintu pagar sebelum berangkat ke sekolah.

Ia menunggu beberapa menit di depan rumah dengan pikiran yang mengarah ke mana-mana. Dan dari semua pemikiran itu, ada satu yang menganggu, bahkan sempat membuatnya tidak bisa tidur. Ya, ia memikirkan tentang pengilatannya semalam. Apa ia benar melihat Tante Lina bersama dengan seorang pria berjas? Dan untuk apa pria yang kira-kira sudah berusia 50 tahun kemarin merangkul Tantenya? Bukankah Tante Lina pernah bilang kalau ia tidak akan menikah sebelum aku lulus kuliah dan mendapat perkerjaan layak. Dan lagi, kenapa Tante Lina berpenampilan sangat seksi? Apa itu alasan dia selalu pulang pagi? Apa jangan-jangan? Ah nggak mungkin ....

Pikiran-pikiran itu menggangunya saat hendak tidur semalam. Untungnya ia tak lupa memasang alarm sehingga ia masih bisa bangun tepat jam 5 subuh.

"Mau bareng nggak?" tawar Gilang kepada Dina yang membuat semua bayangan Dina tentang Tante Lina seketika padam.

Pagi ini Gilang memakai jaket jeans yang dipadukan dengan celana levis. Tak lupa ia menyunggingkan senyum saat menunggu jawaban Dina atas tawaran yang ia berikan.

"Nggak usah, Kak. Dina naik angkot aja."

"Udah naik aja, daripada kamu telat. Udah hampir bel, loh."

Sebenarnya Dina ingin naik. Tapi ia tidak mau merepotkan keluarga Gilang. Syaqila hampir setiap pagi diantar jemput oleh Tante Veni. Dan sekarang ia mau menumpang ke Gilang? Oh tentu saja ia tidak mau.

How The Love WorksTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang