57. Angel's Like You (1) (trakteer)

414 47 0
                                    

Anak bidikmisi merugikan kampus

Bidikmisi dinilai sebagai permainan yang diberikan pada mereka yang mampu

Mahasiswa bidikmisi tidak semua memenuhi syarat

Helmi menatap beberapa kata-kata yang ditempel di mading fakultasnya. Rata-rata dari semuanya adalah membahas perihal mahasiswa bidikmisi yang sempat mencuat dikarenakan ada salah satu orang yang memiliki mata kuliah B di nilai akhirnya.

Lalu ada apa dengan nilai B?

Bukankah nilai A itu hanya milik dosen?

Helmi sampai beberapa kali membuang kertas-kertas yang tertempel itu dan membuangnya ke tempat sampah. Kampus adalah tempat untuk belajar dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat, bukan sebagai ajang mencari muka atau tempat untuk menyebarkan kebencian.

"Jadi elo yang ngebuang? Ngapain lo buang?"

Helmi berbalik saat seseorang menyebut kegiatannya barusan. Disana ia bisa melihat salah satu mahasiswa yang jujur saja tidak begitu ia ketahui keberadaannya di fakultasnya. Pria itu memandangnya dengan raut menantang. Bahkan Helmi melihatnya bingung.

"Jangan-Jangan lo anak miskin juga ya?"

Helmi mengerutkan dahinya.

"Maksudnya anak miskin?"

"Anak bidikmisi kan anak-anak miskin"

Helmi tidak asing dengan istilah jahanam itu. Setidaknya kampus lebih baik menerima banyak anak bidikmisi yang berotak jenius daripada para mahasiswa biasa dengan otak dangkal seperti pria di hadapannya.

"Maaf, bidikmisi itu sudah membayar mahal kampus dengan prestasi mereka. Jadi menurutku, itu impas untuk membungkam orang-orang yang masuk melalui jalur uang, mengingat uang lebih mudah dicari daripada otak", jawab Helmi diikuti senyuman yang terkesan polos.

"Lo gak liat? Karena bidikmisi kampus kita gak berkembang", tanyanya lagi dengan nasa mengompori.

"So what? Kampus jadi segede harvard pun juga gak akan bikin ipk lo 4", jawab Helmi lagi yang kemudian mendapat geraman pria di hadapannya. Tangan itu langsung meremas kerah kemejanya.

"Lihat aja, gua bakal buktiin kalo bidikmisi harus ditolak dari kampus kita, dasar dokter sombong", remasannya dilepaskan diikuti dorongan kuat pria di hadapannya. Helmi tak ambil pusing dan membenarkan letak kemejanya.

Pria itu berbalik dan akan meninggalkan Helmi, sebelum Helmi mengatakan sesuatu.

"Kupikir, kampus lebih akan meluluskan anak bidikmisi dan akan memberi surat DO untuk anak badung kaya kamu. Btw, gue bukan dokter biasa, tapi dokter gigi, dokter cinta juga monggo (*silahkan) sih"

Anak itu mengabaikan Helmi dan meninggalkan beberapa orang yang menatap perkelahian mereka berdua. Helmi tak ambil pusing dan berjalan begitu saja menuju kelasnya.

"Kenapa korbannya harus anak bidikmisi?"

Sisanya, bisa dilanjut di trakteer yaa, bisa dicek di bio akuu, makasihhh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sisanya, bisa dilanjut di trakteer yaa, bisa dicek di bio akuu, makasihhh




Story of BEMU 2018/2019Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang