A Birth and A Death

42 4 0
                                    

"Ada sebuah kelahiran yang diiringi dengan sebuah kematian, hidup seolah-olah sudah tertata rapi dan ditakdirkan dengan keseimbangannya."

~•~

Nata merasa tak punya hak untuk berada di tempat ini, tergugu sembari berusaha mati-matian menyembunyikan perasaan gugup tatkala suara berisik terdengar samar di luaran sana. Tadi, dia hanya mengintip lewat jendela sembari mencuri pandang pada sesosok perempuan yang terlihat indah di bawah pohon sakura yang mulai bermekaran. Tersenyum manis, diam-diam merasakan kehangatan mulai menggerayangi sekujur tubuh. Namun, semuanya perlahan runtuh tatkala melihat sesosok itu datang dan menghancurkan semua keindahan yang tengah Nata tatap.

Inginnya pergi, barangkali mengalah karena sudah mengerti bahwa perasaan yang selama ini dia kubur dalam di lubuk hatinya memang harus diam di sana selamanya. Tak boleh muncul ke permukaan, tak boleh ketahuan oleh siapapun, tak terkecuali oleh dirinya sendiri. Nata harus terus menahan semua perasaan itu, sampai pada akhirnya Tuhan membawanya pergi. Tak akan ada kata sembuh untuk dirinya yang tak punya lagi kesempatan itu, dia sudah pasrah dan menerima semuanya dengan lapang dada. Toh, ketika dia pergi nanti tak akan ada yang menangisi.

Nata sudah duduk diam di ruang tamu, TV bahkan menyala sedari tadi menampilkan acara membosankan yang tak dia mengerti alurnya sama sekali. Tapi semua kegiatan itu harus terhenti, tatkala Nata mendengar pekikan suara lelaki itu yang memanggil nama Mentari. Dalam sekali sentakan, Nata langsung keluar kamar dan menemukan Mentari dalam gendongan lelaki itu dengan mata tertutup dan tentu saja cairan kuning, serta darah yang menetes perlahan.

Nata tak paham apa yang tengah terjadi, dia mencoba untuk abai namun rasanya dia gagal tatkala kegelisahan itu mulai merasuki dirinya. Dan pada akhirnya, di sanalah Nata berada. Seperti orang bodoh yang tak tahu malu, setelah berbulan-bulan menghindar. Dia tak masalah kalau nanti Mentari akan marah, dia tak masalah kalau nanti Mentari akan membencinya, meneriakinya, bahkan mengusirnya. Dia, hanya ingin tahu kabar Mentari ketika dia sudah dinyatakan sadar nantinya.

Nata tersentak ketika sebotol kopi terulur padanya, lantas dia mendongak guna mempertemukan manik pada sesosok yang telah menawarkan minuman itu. Ternyata, orang itu tak lain adalah Leo. Lelaki yang tak dia ketahui asal-usulnya, tapi tiba-tiba datang dan membawa Mentari pergi dari sisinya. Alih-alih meneriaki dan bertanya tentang apa yang sudah terjadi, Nata tersenyum manis dan mengambil uluran kopi kemasan itu.

"Pranata, 'kan?" Tanyanya, yang membuat Nata langsung menghentikan kegiatannya membuka tutup botol.

Mengangguk kikuk, Nata lantas memberikan sebuah senyuman. "Aku Leo," lanjutnya, terlihat ragu tapi tetap saja mengatakan kalimat yang sukses membuat Nata tersedak. "Aku mantan kekasih Mentari dan ayah dari bayi yang dia kandung,"

Rasanya Nata ingin marah, meluapkan semua kekesalan sebab lelaki ini adalah orang yang sudah membuat Mentari jadi seperti sekarang. Tapi tidak, entah kenapa rasanya begitu kaku dan Nata hanya diam membeku bersamaan detak jantung yang terasa tak karuan. Rasanya begitu sesak, bahkan pupil matanya nampak bergetar.

"Aku tahu kau marah padaku, kau kesal, dan kau terlihat seperti akan membunuhku. Aku...," lelaki ini menjeda ucapannya, entah kenapa tenggorokannya terasa begitu sakit. "Aku pantas mendapatkan hal itu,"

Nata tak juga mengatakan satu patah pun kata, bibirnya seperti membeku dan dia merasa bingung ingin mengatakan apa tatkala semua isi kepalanya terasa di aduk. Perutnya bergolak mual, kepala terasa pening dan Nata langsung mengalihkan atensinya dengan tangan yang diam-diam terkepal begitu kuat.

"Dulu, aku terlalu kaget saat mendengar kabar bahwa Mentari hamil. Dia memberitahuku, tapi sepertinya aku belum menyiapkan diri untuk hal-hal seperti itu dan aku menghilang dalam waktu yang cukup lama. Setelah itu aku menyesal," katanya, lantas menghela napas.

The SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang