1.9. SIAP?
"Ri," panggil Steve sambil turun dari motor lalu menyusul Aurie yang telah ia suruh masuk ke dalam rumah dan sedang sibuk mencari kunci dari dalam tasnya.
"Hm?" Aurie mendongak dan kembali menutup tasnya setelah mendapatkan kunci rumahnya.
Steve mengambil kunci dari tangan Aurie dan memasukkannya ke lubang kunci kemudian menatap gadis itu beberapa saat. Perlahan Steve mulai meraih kedua tangan Aurie dan menatapnya semakin lekat. Mengunci semua pergerakan Aurie saat itu.
Dapat Steve rasakan denyut nadi Aurie berubah cepat dan tangannya mulai gemetar membuat Steve semakin tersenyum karena gelagat gadis itu yang tak biasanya. Tanpa Aurie ketahui sebenarnya Steve juga merasakan hal yang sama, tapi, dia lebih tenang.
"Ri," ucapan Steve berhasil membuat manik mata Aurie terkunci.
"Kakak nggak pernah bermaksud untuk membuat kamu menunggu. Tapi, Kakak nggak mau buat kamu kecewa. Jadi, kamu mau janji untuk nggak tinggalin Kakak sampai Kakak siap melangkah?" tanya Steve hati-hati.
Aurie memejamkan matanya menahan haru yang ia rasakan. Dia tahu dan sangat menangkap maksud tulus Steve dalam setiap kata yang ia ucapkan barusan. Ia menunduk kemudian memejamkan mengangguk kecil tapi masih dapat dilihat oleh Steve. Tanpa ia sadari kristal bening mulai mengalir dari sudut matanya, senyuman mengembang sangat lebar melambangkan hati Aurie yang begitu bahagia saat ini.
Senyum Steve tampak sangat lembut dan tangannya mulai bergerak menuju puncak kepala Aurie dan mengelus rambut hitam pekat Aurie kemudian mengusap air mata yang mengalir di pipi Aurie.
"Makasih, ya."
***
"Ri, sudah malam, sayang," sebuah suara lembut terdengar kian mendekat di telinga Aurie yang sedari tadi berdiri menatap lampu-lampu kota di balkon.
Aurie memutar tubuhnya menatap seorang wanita paruh baya di hadapannya. Iya, mama. Aurie tersenyum menatap mama yang baru saja menyimpan segelas susu hangat di meja kecil yang terletak tepat di sebelah pintu.
"Gimana dinner-nya tadi?" tanya mama sembari membelai rambut Aurie dengan lembut dari belakang.
"Layaknya dinner. Eh, Mama sama Papa kapan pulang?" jawab Aurie memandang mamanya penuh senyuman.
"Baru saja, tadi kata Bibi kamu pergi sama Liana dan Jessi buat Valentine dinner."
Aurie membulatkan mulutnya lalu tersenyum dan menyeruput coklat hangatnya. Beberapa waktu kemudian senyum di wajah Aurie mulai memudar berganti kecemasan.
"Kenapa?" tanya mama lembut seraya mengelus pelipis Aurie. Mengamati wajahnya lebih dalam.
"Mama masih ingat Kak Steve?" tanyanya sambil berjalan menghampiri besi-besi penahan balkon rumahnya. Mama mengangguk menunggu lanjutan cerita dari Aurie.
"Tadi Kak Steve temenin Aurie dinner."
"Terus?"
"Kak Steve bilang dia suka sama Aurie."
"Jadi anak Mama sekarang punya pacar?" goda mama mencolek dagu Aurie.
"Enggak, Ma," Aurie menghela napasnya pelan. "Kak Steve bilang Aurie harus tunggu dia sampai dia siap melangkah." Sorot mata Aurie seketika memancarkan keraguan.
"Mama pernah bilang kalau dia sayang sama Aurie, dia nggak akan membuat Aurie menunggu lebih lama, kan?"
Mama mengelus rambut Aurie lembut dengan senyum yang tak lepas menghias wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAHASIA LAMPU KOTA (✔)
Подростковая литература[ s e l e s a i ✅ ] [SEBUAH KISAH PENANTIAN DALAM KEDEWASAAN TAK BERUJUNG] "Bagaimana kalau suatu hari aku yang membuat Kakak jatuh?" "Kakak akan tetap suka." "Kenapa?" "Sederhana." "Maksudnya?" "Kamu sudah sering melakukannya." "Kapan?" "Setiap kal...