BAB 1 (MENUNGGU, MENERKA, MEMENDAM)

32 10 0
                                        

1.2. JUJUR

"Lo harus percaya sama gue. Dia tuh beneran suka sama lo."

Aurie menghela napas sekuat mungkin, mencoba mengumpulkan udara untuk mencerna energi lebih cepat.

"Pertama, dia itu nyebelin. Kedua, gue... gue..." jawab Aurie tegas namun kemudian sedikit berpikir.

"Lo apa? Suka juga sama dia?" serang Bella yang tengah asik makan nasi goreng.

"Apa dasarnya kalian tiba-tiba bilang dia suka sama gue?" tanya Aurie tetap tak terima jika harus kakak kelasnya yang menyebalkan itu menyukai dirinya.

"Dengar ya Aurie sayang. Pertama, dia bisa ngomong lebih dari empat kata sama lo, cuma sama lo. Kedua, dia mau menuruti semua kata-kata lo Ya, walau kelihatannya terpaksa," jelas Jessi detil dengan penekanan berusaha meyakinkan Aurie. Aurie menggeleng pelan nencoba memaklumi sahabat sejak SD-nya itu.

Oh iya. Jessi adalah sahabat Aurie yang paling wanita, heboh, dan bawel di antara Aurie, Bella, dan Liana. Walaupun begitu, Jessi selalu berhasil memberikan wejangan bijak untuk ketiga sahabatnya dan pelukan paling hangat saat ada masalah.

Selanjutnya Bella. Manusia paling blak-blakan sejagat raya. Selera humornya dibawah rata-rata. Satu hari tanpa bela akan menjadi hari paling krik krik bagi sahabat-sahabatnya.

Terakhir adalah Liana, sahabat yang paling rajin. Cewek tomboi, polos, dan sangat amat tidak peka. Rambutnya panjang kecoklatan dan selalu terikat satu. Liana juga satu-satunya yang memiliki pacar. Ferdian, si preman sekolah.

"Ri, lo tuh ya, peka dikit kek sama perasaan orang," ujar Bella setelah melihat Aurie tidak terlalu peduli dengan kata-kata Jessi. Tampaknya kali ini Bella memihak Jessi.

"Tapi, Ri," kali ini Liana ikut bicara. "Kalau dia beneran suka sama lo gimana?"

Aurie membulatkan bola matanya sedikit terkaget lalu melirik jam yang sengaja terpasang di area kantin.

"Udah mau bel," kemudian Aurie beranjak begitu saja meninggalkan ketiga sahabatnya.

Tak lama kemudian langkahnya terhenti karena ada sosok pria bertubuh cukup tinggi di hadapannya, memotong langkah Aurie dari arah kanan.

Ia menghela napas berat lalu memutar bola matanya, namun kemudian tersenyum karena terpaksa. Anehnya lagi, pria tadi membalas senyumnya dan mengangguk kecil sebagai tanda sapaan kemudian kembali berjalan.

"Cieee..." ejek Liana yang mendadak sudah ada di samping Aurie entah sejak kapan.

Aurie memejamkan matanya mencoba bersabar kemudian kembali berjalan disusul teman-temannya.

"Jujur sama perasaan sendiri itu baik, Ri," ujar Bella menepuk pundak Aurie yang kemudian mendahului Aurie. Pasti dia tahu kalau sahabatnya akan segera melempar tatapan sinis nan dingin andalannya.

Pulang sekolah ini Aurie segera berjalan menuju ruang audio visual, ruangan yang biasa dipakai anak-anak sinenatografi untuk beristirahat dan menaruh segala perlengkapan. Sesuai janji, Aurie, kakak-kakak kelasnya, dan guru pembimbingnya akan membagi hadiah uang tunai yang mereka dapat dari kemenangan mereka.

Setelah acara pembagian hadiah, doa, dan pembubaran tim selesai Aurie segera memakai sepatunya. Dia ingin cepat sampai di rumah dan beristirahat setelah minggu-minggu menegangkan ini.

RAHASIA LAMPU KOTA (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang