3.1. BEDA
“Auristella, kan?” tanya seorang lelaki di depan kelas Aurie. Dia tersenyum manis, jarang dilakukannya. Aurie mengernyitkan dahinya menatap sosok yang tak lain adalah Steve.
“I… Iya. Apaan sih?” tingkah lelaki itu sedikit berbeda hari ini membuat Aurie heran akan kejutan apa lagi yang akan ia buat.
Steve tersenyum menatap gadis di hadapannya, “Yuk pulang,” ujarnya lalu menggandeng tangan Aurie, membuat gadis itu sedikit terseret-seret karena harus menyamai langkahnya.
Liana dan Jessi yang baru saja keluar kelas spontan saling bertatapan melihat Steve dan Aurie yang baru kali ini bergandengan.
“Kenapa tuh anak?” tanya Jessi setengah berbisik. Liana menggedikkan bahunya kemudian berjalan menjauhi pintu kelas, meninggalkan Jessi yang masih menatap Steve dan Aurie yang semakin menjauh.
“Kak, kenapa sih?” tanya Aurie dengan tatapan heran kemudian melirik tangannya yang masih digenggam Steve.
Spontan Steve melepas tangannya lalu tersenyum menatap Aurie yang masih kebingungan. “Emang nggak pernah digandeng?”
Aurie membelalakan matanya seketika lalu mendengus kasar. “Apaan sih?”
Steve tertawa melihat tingkah Aurie yang begitu lucu saat sedang marah. “Lo lucu, sih,” ujarnya menatap Aurie dengan senyum iseng.
Sejak kapan jadi lo-gue lagi? batin Aurie. Dia memutar bola matanya lalu membelalakannya lagi karena tiba-tiba Steve memakaikan helm ke kepalanya, membuat rambutnya sedikit berantakan.
Steve mengisyaratkan agar Aurie naik dengan senyum manisnya membuat Aurie mau tak mau membalas senyumnya. Sumpah, keadaan ini lebih kikuk dari kondisi di kantin tanggal 16 Juli 2017!
“Nggak akan pegangan?” tanya Steve setalah beberapa lama Aurie bergeming di atas motor.
Aurie mengernyitkan kedua dahinya, “Udah kok.” Maksudnya tangannya sudah memegang besi di bagian belakang motor.
Steve tersenyum jahil. “Nggak gitu maksudnya,” ujarnya lalu mengaitkan tangan Aurie satu per satu ke pinggangnya. Lagi-lagi Aurie membelalakan matanya menatap wajah Steve yang sedikit terlihat di kaca spion dengan wajah penuh tanya.
“Kakak kenapa hari ini?” Aurie mengangkat kepalanya yang ia sandarkan di punggung Steve, tak bisa menahan pertanyaan yang sedari tadi berlari di pikirannya.
“Kenapa apanya?” tanya Steve sambil melirik Aurie di kaca spion.
“Ya… Biasanya kan ngomongnya pakai ‘kakak-kamu’ sekarang ‘lo-gue’, terus tiba-tiba Kakak jadi lebih,” Aurie menunda kata selanjutnya. “Ro-man-tis.”
Steve tertawa mendengar kata romantis yang Aurie katakan dengan penuh keraguan dan penekanan. Sesaat kemudian sorot matanya langsung berubah cemas. Bingung harus memberi jawaban apa pada Aurie.
“Ke… Kemajuan, kan?” tanya Steve terbata.
Aurie tersenyum kembali menyandarkan kepalanya ke punggung Steve membuat lelaki itu menghembuskan napas lega karena tak ada pertanyaan lanjutan.
“Makasih, ya,” ucap Aurie dengan senyum manisnya setelah turun dari motor dan memberikan helm yang ia pakai pada Steve. Steve langsung mencubit pipinya gemas membuat Aurie cemberut dan memegang pipinya.
“Gue pulang ya,” ujar Steve sambil mengenakan helmnya. “Eh, Kakak maksudnya.”
Aurie tertawa kecil kemudian mengangguk. “Hati-hati,” ucapnya seraya melambaikan tangan yang dibalas senyuman Steve.
KAMU SEDANG MEMBACA
RAHASIA LAMPU KOTA (✔)
Teen Fiction[ s e l e s a i ✅ ] [SEBUAH KISAH PENANTIAN DALAM KEDEWASAAN TAK BERUJUNG] "Bagaimana kalau suatu hari aku yang membuat Kakak jatuh?" "Kakak akan tetap suka." "Kenapa?" "Sederhana." "Maksudnya?" "Kamu sudah sering melakukannya." "Kapan?" "Setiap kal...