BAB 3 (SANGSI, STATUS, SKANDAL)

13 6 3
                                    

3.3. SANGGUPKAH?

“Lepas!” Aurie menghentakkan tangannya kasar saat mereka sampai di depan mobil Steve.

“Kenapa sih?” ketus Aurie menatap Steve tajam. Matanya mulai berkaca-kaca. Tampaknya sudah cukup Aurie bersabar menghadapi hubungan Steve dan Karin selama ini.

“Kenapa apanya?” tanya Steve menahan kekesalan dengan tatapan yang tak kalah tajam pada Aurie.

“Aku pernah bilang aku nggak suka Kakak dekat sama Kak Karin dan waktu itu Kakak janji akan menjauh, aku mengerti, aku sabar, aku selalu ada untuk Kakak, aku nggak pernah keberatan kalau Kakak punya kesibukan,” bentak Aurie. Air matanya sudah mengalir deras.

Steve bergeming. Pertama kalinya ia melihat gadis pengertian nan dewasanya semarah ini.

“Ri, Kakak minta maaf.”

Aurie menggeleng pasrah. Entah mengapa rasanya kali ini berat untuk mengatakan bahwa ia mengerti dan memaafkannya. Ini sudah kedua kalinya Aurie harus mengerti perkara yang sama.

 “Di mana Kak Steve?” tanya Aurie penuh keyakinan setelah mereka saling membuang muka untuk beberapa saat dan sibuk bergelut dengan pikiran masing-masing.

“Apaan sih? Ini Kak Steve,” Steve menunjuk dirinya sendiri.

Aurie menggeleng, “Bukan. Kak Steve nggak pernah jahat sama Aurie.”

Pernyataan Aurie membuat Steve tersentak dan memilih untuk diam membiarkan gadis itu meluapkan emosinya dengan napas yang tersenggal.

“Apa sih yang buat Kakak tiba-tiba berubah? Kenapa Kakak jadi lebih perhatian sama Kak Karin? Kenapa kelihatannya Kakak nggak benar-benar sayang sama aku?”

Steve masih memilih diam setelah dirudung banyak pertanyaan seperti tadi. Namun, rasa kesal masih terlalu menguasai hatinya.

"Kalau Kakak nggak serius, please, menjauh sekarang juga!"

Perkataan Aurie berhasil membuat Steve tersentak. Seserius itu Aurie menyayangi Steve? tanyanya dalam hati.

“Karena lo bukan masa depannya!” sentak seseorang dari belakang. Siapa lagi jika bukan Karin. Gadis tidak tahu diri.

Steve segera mencengkram kuat pergelangan gadis itu agar berhenti melanjutkan kalimatnya. Tatapannya tajam membuat gadis itu memilih kembali ke dalam kafe setelah melemparkan senyum miringnya pada Aurie.

“Rin!” Steve memejamkan matanya kemudian mengacak rambutnya.

Aurie menggeleng untuk kedua kalinya kemudian menghapus air mata yang sudah membasahi pipinya. “Setelah empat tahun, Kak. Makasih. Aku kecewa,” ujar Aurie kemudian meninggalkan Steve yang masih mematung. Suaranya sudah sangat bergetar.

“Ri! Aurie! Kamu pulang sama siapa?” Steve kemudian mendecak lalu menendang angin ke sembarang arah.

Terlambat. Aurie sudah terlalu kecewa.

***

Hai Semesta,

Aku tak pernah berharap untuk mengenal cinta. Sering kurasa dunia tak berputar untukku. Aku yang tulus namun juga terpaksa menghapus.

Dulu, fajarku dihiasi senyumnya. Kini, sepi tak pernah menepi walau fajarku tetap terhiaskan senyumnya.

Dia dingin dan tak pintar berlaku romantis, tapi, seluruhnya tetap terasa cukup. Jika tak mengerti. Kemari, ku ajari. Tak baik membuat harapan lalu menguburnya sendiri, nanti kau lelah. Kini, coba perhatikan.

RAHASIA LAMPU KOTA (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang